Gambar Tidak Tersedia

Keutamaan Sahur dalam Puasa Sunnah

Di bulan Ramadhan ada amalan sunnah yang bisa dijalani yaitu makan sahur. Amalan ini disepakati oleh para ulama dihukumi sunnah dan bukanlah wajib, sebagaimana kata Imam Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim, 7: 206. Namun amalan ini memiliki keutamaan karena dikatakan penuh berkah.

Dalam hadits muttafaqun ‘alaih, dari Anas bin Malik, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ت�?س�?ح�?�?رُ�?ا ف�?إِ�?�?�? فِ�? ا�?س�?�?حُ�?رِ ب�?ر�?�?�?ة�?

Makan sahurlah kalian karena dalam makan sahur terdapat keberkahan.” (HR. Bukhari no. 1923 dan Muslim no. 1095).

Yang dimaksud barokah adalah turunnya dan tetapnya kebaikan dari Allah pada sesuatu. Barokah bisa mendatangkan kebaikan dan pahala, bahkan bisa mendatangkan manfaat dunia dan akhirat. Namun patut diketahui bahwa barokah itu datangnya dari Allah yang hanya diperoleh jika seorang hamba mentaati-Nya.

Keberkahan dalam Makan Sahur

  1. Memenuhi perintah Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana diperintahkan dalam hadits di atas. Keutamaan mentaati beliau disebutkan dalam ayat,

�?�?�?�? �?ُطِعِ ا�?ر�?�?سُ�?�?�? ف�?�?�?د�? أ�?ط�?اع�? ا�?�?�?�?�?�?

Barangsiapa yang mentaati Rasul itu, sesungguhnya ia telah mentaati Allah. Dan barangsiapa yang berpaling (dari ketaatan itu), maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka.” (QS. An Nisaa’: 80).
Allah Ta’ala juga berfirman,

�?�?�?�?�?�? �?ُطِعِ ا�?�?�?�?�?�? �?�?ر�?سُ�?�?�?�?ُ ف�?�?�?د�? ف�?از�? ف�?�?�?ز�?ا ع�?ظِ�?�?�?ا

Dan barangsiapa mentaati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar.” (QS. Al Ahzab: 71).

  1. Makan sahur merupakan syi’ar Islam yang membedakan dengana ajaran Ahli Kitab (Yahudi dan Nashrani). Dari ‘Amr bin Al ‘Ash, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ف�?ص�?�?ُ �?�?ا ب�?�?�?�?�? صِ�?�?ا�?ِ�?�?ا �?�?صِ�?�?ا�?ِ أ�?�?�?�?ِ ا�?�?�?ِت�?ابِ أ�?�?�?�?�?ةُ ا�?س�?�?ح�?رِ

Perbedaan antara puasa kita dan puasa Ahli Kitab (Yahudi dan Nashrani) adalah makan sahur.” (HR. Muslim no. 1096). Ini berarti Islam mengajarkan baro’ dari orang kafir, artinya tidak loyal pada mereka. Karena puasa kita saja dibedakan dengan orang kafir.

  1. Dengan makan sahur, keadaan fisik lebih kuat dalam menjalani puasa. Beda halnya dengan orang yang tidak makan sahur. Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Barokah makan sahur amat jelas yaitu semakin menguatkan dan menambah semangat orang yang berpuasa.” (Syarh Shahih Muslim, 7: 206).
  2. Orang yang makan sahur mendapatkan shalawat dari Allah dan do’a dari para malaikat-Nya. Dari Abu Sa’id Al Khudri, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ا�?سُ�?حُ�?رُ أ�?�?�?�?ُ�?ُ ب�?ر�?�?�?ة�? ف�?�?ا�? ت�?د�?عُ�?�?ُ �?�?�?�?�?�? أ�?�?�? �?�?ج�?ر�?ع�? أ�?ح�?دُ�?ُ�?�? ج�?ر�?ع�?ة�? �?ِ�?�? �?�?اءٍ ف�?إِ�?�?�? ا�?�?�?�?�?�? �?�?�?�?�?ا�?ئِ�?�?ت�?�?ُ �?ُص�?�?ُ�?�?�?�? ع�?�?�?�? ا�?�?�?ُت�?س�?حِ�?رِ�?�?�?

Makan sahur adalah makan penuh berkah. Janganlah kalian meninggalkannya walau dengan seteguk air karena Allah dan malaikat-Nya bershalawat kepada orang yang makan sahur.” (HR. Ahmad 3: 44. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa hadits ini shahih lighoirihi).

  1. Waktu makan sahur adalah waktu yang diberkahi. Karena ketika itu, Allah turun ke langit dunia. Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

�?�?�?�?زِ�?ُ ر�?بُ�?�?�?ا ت�?ب�?ار�?�?�? �?�?ت�?ع�?ا�?�?�? �?ُ�?�?�? �?�?�?�?�?�?ةٍ إِ�?�?�? ا�?س�?�?�?�?اءِ ا�?دُ�?�?�?�?�?ا حِ�?�?�? �?�?ب�?�?�?�? ثُ�?ُثُ ا�?�?�?�?�?�?�?ِ ا�?آخِرُ �?�?�?ُ�?�?ُ �?�?�?�? �?�?د�?عُ�?�?ِ�? ف�?أ�?س�?ت�?جِ�?ب�? �?�?�?ُ �?�?�?�? �?�?س�?أ�?�?ُ�?ِ�? ف�?أُع�?طِ�?�?�?ُ �?�?�?�? �?�?س�?ت�?غ�?فِرُ�?ِ�? ف�?أ�?غ�?فِر�? �?�?�?ُ

Rabb kita tabaroka wa ta’ala turun ke langit dunia ketika tersisa sepertiga malam terakhir. Lantas Dia berfirman, “Siapa saja yang berdo’a kepada-Ku, maka akan Aku kabulkan. Siapa yang meminta kepada-Ku, maka akan Aku beri. Siapa yang meminta ampunan kepada-Ku, maka akan Aku ampuni.” (HR. Bukhari no. 1145  dan Muslim no. 758).

  1. Waktu sahur adalah waktu utama untuk beristighfar. Sebagaimana orang yang beristighfar saat itu dipuji oleh Allah dalam beberapa ayat,

�?�?ا�?�?�?ُس�?ت�?غ�?فِرِ�?�?�? بِا�?�?أ�?س�?ح�?ارِ

Dan orang-orang yang meminta ampun di waktu sahur.”  (QS. Ali Imran: 17).

�?�?بِا�?�?أ�?س�?ح�?ارِ �?ُ�?�? �?�?س�?ت�?غ�?فِرُ�?�?�?

Dan selalu memohonkan ampunan diwaktu pagi sebelum fajar. ” (QS. Adz Dzariyat: 18).

  1. Orang yang makan sahur dijamin bisa menjawab adzan shalat Shubuh dan juga bisa mendapati shalat Shubuh di waktunya secara berjama’ah. Tentu ini adalah suatu kebaikan.

Makan sahur sendiri bernilai ibadah jika diniatkan untuk semakin kuat dalam melakukan ketaatan pada Allah.

Gambar Tidak Tersedia

Berqurban dengan Layanan Bebas Bayar

Sahabat, berqurban di Rumah Zakat kini semakin praktis. Karena saat ini Rumah Zakat telah bekerjasama dengan salahsatu layanan pembayaran online ternama yaitu BebasBayar.com atau yang lebih dikenal dengan nama Layanan Bebas Bayar. Sebuah layanan pembayaran online yang telah berpengalaman lebih dari 9 tahun melayani masyarakat Indonesia.

Berikut langkah-langkah berqurban di Rumah Zakat dengan menggunakan Layanan Bebas Bayar :

1.       Kunjungi Situs BebasBayar.com

2.      Pilih Menu Rumah Zakat

3.      Pilih Jenis Qurban yang Sahabat Inginkan*

4.      Payment

5.      Selesai

(Terima kasih Sahabat sudah berqurban dan memberikan manfaat kepada sesama).

*Harga Super Qurban Rumah Zakat :

- Kambing Rp 2.375.000,-

- Sapi Retail 2.575.000,-

- Sapi Utuh Rp 17.250.000,-

Gambar Tidak Tersedia

Bayar Qurban di Alfamart Terdekat

Sahabat, mari tunaikan ibadah Qurban kita tahun ini ke Rumah Zakat dengan cara yang sangat mudah melalui Alfamart terdekat.

Berikut langkah-langkahnya :

1.      Datang ke Alfamart terdekat (donasi dilakukan melalui Kasir)

2.     Sampaikan kepada petugas Kasir untuk Pembayaran Qurban ke Rumah Zakat

3.      Sebutkan nomor HP Sahabat

4.      Pilih jenis donasi Qurban

Sebutkan nominal donasi Qurban* Sahabat.

5.  Setelah selesai, Sahabat akan menerima struk transaksi yang diberikan olek Kasir

6.     Terakhir, Sahabat akan mendapatkan SMS Notifikasi dari Rumah Zakat tanda bukti transaksi berhasil dilakukan.

*Harga Super Qurban Rumah Zakat :

- Kambing Rp 2.375.000,-

- Sapi Retail 2.575.000,-

- Sapi Utuh Rp 17.250.000,-

Gambar Tidak Tersedia

Infaq Qurban Bisa Dengan TCASH

Sahabat, ayo kita ikut merasakan momen berbagi pada saat Idul Adha dengan bentuk kepedulian kita kepada sesama menggunakan TCASH (Telkomsel Cash).

Ada dua langkah Donasi Infaq Qurban dengan TCASH. Berikut langkah-langkahnya :

1.    Menghubungi *800*01#, setelah itu akan muncul pilihan jenis donasi. Pilihlah “Qurban” untuk ikut program Infaq Qurban.

Selanjutnya Sahabat cukup mengikuti langkah-langkah seperti masuk TCASH pada umumnya.

 

2.  Scan QR Code melalui Aplikasi TCASH Wallet. Dengan cara sebagai berikut:

a. Pastikan Sahabat sudah terdaftar dalam layanan TCASH, jika belum segera lakukan aktivasi TCASH dan Install

b.      Log in kedalam Aplikasi TCASH Wallet

c.     Pilih tanda QR Code yang berada disisi kanan atas

d.      Arahkan layar HP pada QR Code

e.      Masukan jumlah donasi dan konfirmasi Merchant

f.    Masukan PIN TCASH Sahabat untuk menyelesaikan transaksi

g.  Jika transaksi berhasil, Sahabat akan mendapatkan SMS konfirmasi sebagai bukti donasi

Infaq Qurban, untuk yang belum mampu berqurban namun sudah berjiwa Pequrban.

Gambar Tidak Tersedia

Donasikan Infaq Qurban Sahabat Melalui PayPro

Sahabat, banyak orang yang ingin dan sudah berniat untuk berqurban, tapi secara keuangan belum mencukupi. Karenanya Rumah Zakat bersama Dompet Digital PayPro memfasilitasi Sahabat yang ingin merasakan momen berbagi pada saat Idul Adha sekalipun belum jadi Pequrban melalui Infaq Qurban Rumah Zakat.

Mari donasikan infaq qurban Sahabat ke Rumah Zakat melaui PayPro dengan cara :

1.        Download aplikasi PayPro, registrasi dan top up saldo PayPro

2.       Pilih menu “Bayar dengan Kode Toko PayPro”

3.       Masukkan kode sesuai dengan program yaitu “Infaq Qurban : 9057”

4.      Masukkan nominal donasi dan PIN

5.  Selanjutnya Sahabat akan mendapatkan konfirmasi “Donasi Berhasil”

6.      Selesai

Mari ikut merasakan momen berbagi saat Idul Adha meskipun kita belum bisa jadi Pequrban.

Gambar Tidak Tersedia

Bayar Qurban Via PosPay

Dalam rangka memudahkan Sahabat yang akan menunaikan ibadah qurban melalui Super Qurban Rumah Zakat, saat ini Sahabat bisa membayarkan proses transaksi pembayarannya melalui program PosPay di Kantor Pos seluruh Indonesia. PosPay adalah media pembayaran online milik PT Pos Indonesia.

Pembayaran Super Qurban Sahabat akan semakin mudah karena Sahabat bisa menggunakan 5 ribu Outlet dan 41 ribu Agen Pos di seluruh Indonesia sebagai tempat pembayaran.

Hanya dengan 3 langkah, berikut proses transaksi pembayaran Super Qurban ke Rumah Zakat melalui PosPay :

1.       Kunjungi Kantor Pos terdekat

2.   Sampaikan kepada Petugas mau donasi qurban ke Rumah Zakat melalui PosPay

3.      Sebutkan nilai donasi* dan nomor HP Sahabat. Selesai

*Harga Super Qurban Rumah Zakat :

- Kambing Rp 2.375.000,-

- Sapi Retail 2.575.000,-

- Sapi Utuh Rp 17.250.000,-

Gambar Tidak Tersedia

Qurban Kini Lebih Mudah Melalui ATM Mandiri

Sahabat, Tidak terasa sebentar lagi Hari Raya Idul Adha akan tiba. Apakah Sahabat sudah berniat Qurban tahun ini?

Rumah Zakat melalui program Super Qurban memberikan kemudahan proses pembayaran kepada Sahabat yang akan melaksanakan ibadah Qurban tahun ini di Rumah Zakat melalui ATM Mandiri.

Berikut langkah-langkahnya :

1.       Pilih Menu Bayar/Beli Pada Menu “Lainnya”

2.      Pilih Rumah Zakat

3.      Masukan Jenis Donasi “Qurban”

4.      Masukan Nomor HP

5.      Masukan Jumlah Donasi*

6.      Konfirmasikan Donasi Sahabat Melalui :

SMS/WA Center di 0815 7300 1555

7.       Selesai

*Harga Super Qurban Rumah Zakat :

- Kambing Rp 2.375.000,-

- Sapi Retail 2.575.000,-

- Sapi Utuh Rp 17.250.000,-

Gambar Tidak Tersedia

Ayo Belanja Di Vanilla Hijab

Sahabat muslimah, saat ini tampil syar’i namun modis adalah salahsatu kebutuhan muslimah zaman now. Dan kini sahabat muslimah bisa tampil lebih cantik dengan hijab terbaik dari Vanilla Hijab.

Ingin tampil modis, syar’i sekaligus bernilai sedekah apakah bisa? Jelas bisa, sahabat cukup belanja di Vanilla Hijab. Dengan belanja di Vanilla Hijab, kita telah ikut sedekah untuk saudara-saudara kita yang membutuhkan. Jadi, selain tampil modis, sahabat muslimah juga bisa ikut membantu meringankan beban saudara-saudara kita yang sedang kesusahan.

Sebagai informasi, sebagai produsen dan retailer busana muslimah ternama, Vanilla Hijab mendukung program zakat infak dan sedekah (ZIS) bertema I’m sharing & I’m happy dari Rumah Zakat. Sehingga donasi yang terkumpul akan disalurkan melalui Rumah Zakat kepada saudara-saudara kita yang membutuhkan.

Gambar Tidak Tersedia

YAP! – In Zakatmu ke Rumah Zakat

Sahabat, saat ini Rumah Zakat kembali berinovasi dengan menghadirkan sebuah program layanan berbasis aplikasi pembayaran bernama YAP. YAP merupakan singkatan dari “Your All Payment”.

Apliaksi ini adalah salahsatu bentuk sinergitas antara Rumah Zakat sebagai pengelola dana zakat dengan PT BNI (Persero) Tbk. Yang dalam penggunaannya membutuhkan QR Code Scanner. Oleh karena itu aplikasi YAP ini bisa digunakan melalui ponsel pintar (smartphoine) berbasis Android dan iOS dengan segala kemudahannya.

Melalui aplikasi ini diharapkan dapat memudahkan pembayaran zakat, infak/shadaqah dan donasi lainnya dari Sahabat ke Rumah Zakat kapan saja, dimana saja, semudah dalam genggaman.

Berikut langkah-langkah membayar zakat menggunakan aplikasi YAP :

1.       Buka Aplikasi YAP!

2.      Klik Bayar

3.      Scan QR

4.      Nikmati Kemudahan Berzakat

Dengan aplikasi YAP, yuk kita bayar zakat di Rumah Zakat.

 

Gambar Tidak Tersedia

Shalat Idul Fitri

Berikut adalah panduan ringkas dalam shalat ‘ied, baik shalat ‘Idul Fithri atau pun ‘Idul Adha. Yang kami sarikan dari beberapa penjelasan ulama. Semoga bermanfaat.

Hukum Shalat ‘Ied

Menurut pendapat yang lebih kuat, hukum shalat ‘ied adalah wajib bagi setiap muslim, baik laki-laki maupun perempuan yang dalam keadaan mukim.

Dalil dari hal ini adalah hadits dari Ummu ‘Athiyah, beliau berkata,

أ�?�?�?ر�?�?�?ا – ت�?ع�?�?ِ�? ا�?�?�?�?بِ�?�?�? -ص�?�? ا�?�?�? ع�?�?�? �?س�?�?- – أ�?�?�? �?ُخ�?رِج�? فِ�? ا�?�?عِ�?د�?�?�?�?ِ ا�?�?ع�?�?�?اتِ�?�? �?�?ذ�?�?�?اتِ ا�?�?خُدُ�?رِ �?�?أ�?�?�?ر�? ا�?�?حُ�?�?�?ض�? أ�?�?�? �?�?ع�?ت�?زِ�?�?�?�? �?ُص�?�?�?�?�? ا�?�?�?ُس�?�?ِ�?ِ�?�?�?.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kepada kami pada saat shalat ‘ied (Idul Fithri ataupun Idul Adha) agar mengeluarkan para gadis (yang baru beanjak dewasa) dan wanita yang dipingit, begitu pula wanita yang sedang haidh. Namun beliau memerintahkan pada wanita yang sedang haidh untuk menjauhi tempat shalat.

Di antara alasan wajibnya shalat ‘ied dikemukakan oleh Shidiq Hasan Khon (murid Asy Syaukani).

Pertama: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam terus menerus melakukannya.

Kedua: Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintah kaum muslimin untuk keluar rumah untuk menunaikan shalat ‘ied. Perintah untuk keluar rumah menunjukkan perintah untuk melaksanakan shalat ‘ied itu sendiri bagi orang yang tidak punya udzur. Di sini dikatakan wajib karena keluar rumah merupakan wasilah (jalan) menuju shalat. Jika wasilahnya saja diwajibkan, maka tujuannya (yaitu shalat) otomatis juga wajib.

Ketiga: Ada perintah dalam Al Qur’an yang menunjukkan wajibnya shalat ‘ied yaitu firman Allah Ta’ala,

ف�?ص�?�?ِ�? �?ِر�?بِ�?�?�? �?�?ا�?�?ح�?ر�?

Dirikanlah shalat dan berqurbanlah (an nahr).” (QS. Al Kautsar: 2). Maksud ayat ini adalah perintah untuk melaksanakan shalat ‘ied.

Keempat: Shalat jum’at menjadi gugur bagi orang yang telah melaksanakan shalat ‘ied jika kedua shalat tersebut bertemu pada hari ‘ied. Padahal sesuatu yang wajib hanya boleh digugurkan dengan yang wajib pula. Jika shalat jum’at itu wajib, demikian halnya dengan shalat ‘ied. –Demikian penjelasan Shidiq Hasan Khon yang kami sarikan-.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan, “Pendapat yang menyatakan bahwa hukum shalat ‘ied adalah wajib bagi setiap muslim lebih kuat daripada yang menyatakan bahwa hukumnya adalah fardhu kifayah (wajib bagi sebagian orang saja). Adapun pendapat yang mengatakan bahwa hukum shalat ‘ied adalah sunnah (dianjurkan, bukan wajib), ini adalah pendapat yang lemah. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri memerintahkan untuk melakukan shalat ini. Lalu beliau sendiri dan para khulafaur rosyidin (Abu Bakr, ‘Umar, ‘Utsman, dan ‘Ali, -pen), begitu pula kaum muslimin setelah mereka terus menerus melakukan shalat ‘ied. Dan tidak dikenal sama sekali kalau ada di satu negeri Islam ada yang meninggalkan shalat ‘ied. Shalat ‘ied adalah salah satu syi’ar Islam yang terbesar. … Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak memberi keringanan bagi wanita untuk meninggalkan shalat ‘ied, lantas bagaimana lagi dengan kaum pria?”

Waktu Pelaksanaan Shalat ‘Ied

Menurut mayoritas ulama –ulama Hanafiyah, Malikiyah dan Hambali-, waktu shalat ‘ied dimulai dari matahari setinggi tombak. sampai waktu zawal (matahari bergeser ke barat).

Ibnul Qayyim mengatakan, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa mengakhirkan shalat ‘Idul Fitri dan mempercepat pelaksanaan shalat ‘Idul Adha. Ibnu ‘Umar  yang sangat dikenal mencontoh ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah keluar menuju lapangan kecuali hingga matahari meninggi.”

Tujuan mengapa shalat ‘Idul Adha dikerjakan lebih awal adalah agar orang-orang dapat segera menyembelih qurbannya. Sedangkan shalat ‘Idul Fitri agak diundur bertujuan agar kaum muslimin masih punya kesempatan untuk menunaikan zakat fithri.

Tempat Pelaksanaan Shalat ‘Ied

Tempat pelaksanaan shalat ‘ied lebih utama (lebih afdhol) dilakukan di tanah lapang, kecuali jika ada udzur seperti hujan. Abu Sa’id Al Khudri mengatakan,

�?�?ا�?�? ر�?سُ�?�?ُ ا�?�?�?�?�?ِ – ص�?�? ا�?�?�? ع�?�?�? �?س�?�? – �?�?خ�?رُجُ �?�?�?�?�?�? ا�?�?فِط�?رِ �?�?ا�?أ�?ض�?ح�?�? إِ�?�?�? ا�?�?�?ُص�?�?�?�?�?

Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa sallam biasa keluar pada hari raya ‘Idul Fithri dan ‘Idul Adha menuju tanah lapang.

An Nawawi mengatakan, “Hadits Abu Sa’id Al Khudri di atas adalah dalil bagi orang yang menganjurkan bahwa shalat ‘ied sebaiknya dilakukan di tanah lapang dan ini lebih afdhol (lebih utama) daripada melakukannya di masjid. Inilah yang dipraktekkan oleh kaum muslimin di berbagai negeri. Adapun penduduk Makkah, maka sejak masa silam shalat ‘ied mereka selalu dilakukan di Masjidil Haram.”

Tuntunan Ketika Hendak Keluar Melaksanakan Shalat ‘Ied

Pertama: Dianjurkan untuk mandi sebelum berangkat shalat. Ibnul Qayyim mengatakan, “Terdapat riwayat yang shahih yang menceritakan bahwa Ibnu ‘Umar yang dikenal sangat mencontoh ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa mandi pada hari ‘ied sebelum berangkat shalat.”

Kedua: Berhias diri dan memakai pakaian yang terbaik. Ibnul Qayyim mengatakan, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa keluar ketika shalat ‘Idul Fithri dan ‘Idul Adha dengan pakaiannya yang terbaik.”

Ketiga: Makan sebelum keluar menuju shalat ‘ied khusus untuk shalat ‘Idul Fithri.

Dari ‘Abdullah bin Buraidah, dari ayahnya, ia berkata,

�?�?ا�?�? ر�?سُ�?�?ُ ا�?�?�?�?�?ِ -ص�?�? ا�?�?�? ع�?�?�? �?س�?�?- �?ا�? �?�?غ�?دُ�? �?�?�?�?�?�? ا�?�?فِط�?رِ ح�?ت�?�?�? �?�?أ�?�?ُ�?�? �?�?�?ا�? �?�?أ�?�?ُ�?ُ �?�?�?�?�?�? ا�?أ�?ض�?ح�?�? ح�?ت�?�?�? �?�?ر�?جِع�? ف�?�?�?أ�?�?ُ�?�? �?ِ�?�? أُض�?حِ�?�?�?تِ�?ِ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berangkat shalat ‘ied pada hari Idul Fithri dan beliau makan terlebih dahulu. Sedangkan pada hari Idul Adha, beliau tidak makan lebih dulu kecuali setelah pulang dari shalat ‘ied baru beliau menyantap hasil qurbannya.”

Hikmah dianjurkan makan sebelum berangkat shalat Idul Fithri adalah agar tidak disangka bahwa hari tersebut masih hari berpuasa. Sedangkan untuk shalat Idul Adha dianjurkan untuk tidak makan terlebih dahulu adalah agar daging qurban bisa segera disembelih dan dinikmati setelah shalat ‘ied.

Keempat: Bertakbir ketika keluar hendak shalat ‘ied. Dalam suatu riwayat disebutkan,

�?�?ا�?�? ص�?�?�?�?�? ا�?�?�?ُ ع�?�?�?�?�?�?ِ �?�?س�?�?�?�?�?�? �?�?خ�?رُجُ �?�?�?�?�?�? ا�?فِط�?رِ ف�?�?ُ�?�?ب�?ِر ح�?ت�?�?�? �?�?أ�?تِ�?�? ا�?�?ُص�?�?�?�?�? �?�?ح�?ت�?�?�? �?�?�?�?ضِ�?�? ا�?ص�?�?�?ا�?ة�? ف�?إِذ�?ا �?�?ض�?�? ا�?ص�?�?�?ا�?ة�? �? �?�?ط�?ع�? ا�?ت�?�?�?�?بِ�?�?ر

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa keluar hendak shalat pada hari raya ‘Idul Fithri, lantas beliau bertakbir sampai di lapangan dan sampai shalat hendak dilaksanakan. Ketika shalat hendak dilaksanakan, beliau berhenti dari bertakbir.”

Dari Ibnu ‘Umar, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berangkat shalat ‘ied (Idul Fithri dan Idul Adha) bersama Al Fadhl bin ‘Abbas, ‘Abdullah bin’Abbas, ‘Ali, Ja’far, Al Hasan, Al Husain, Usamah bin Zaid, Zaid bin Haritsah, dan Ayman bin Ummi Ayman, mereka mengangkat suara membaca tahlil (laa ilaha illallah) dan takbir (Allahu Akbar).”

Tata cara takbir ketika berangkat shalat ‘ied ke lapangan:

[1] Disyari’atkan dilakukan oleh setiap orang dengan menjahrkan (mengeraskan) bacaan takbir. Ini berdasarkan kesepakatan empat ulama madzhab.

[2] Di antara lafazh takbir adalah,

ا�?�?�?�?�?ُ أ�?�?�?ب�?رُ ا�?�?�?�?�?ُ أ�?�?�?ب�?رُ �?�?ا إ�?�?�?�? إ�?�?�?ا ا�?�?�?�?�?ُ �?�?ا�?�?�?�?�?�?ُ أ�?�?�?ب�?رُ ا�?�?�?�?�?ُ أ�?�?�?ب�?رُ �?�?�?ِ�?�?�?�?ِ ا�?�?ح�?�?�?دُ

“Allahu akbar, Allahu akbar, laa ilaaha illallah wallahu akbar, Allahu akbar wa lillahil hamd (Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, tidak ada sesembahan yang berhak disembah dengan benar selain Allah, Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, segala pujian hanya untuk-Nya)” Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa lafazh ini dinukil dari banyak sahabat, bahkan ada riwayat yang menyatakan bahwa lafazh ini marfu’ yaitu sampai pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Syaikhul Islam juga menerangkan bahwa jika seseorang mengucapkan “Allahu Akbar, Allahu akbar, Allahu akbar”, itu juga diperbolehkan.

Kelima: Menyuruh wanita dan anak kecil untuk berangkat shalat ‘ied. Dalilnya sebagaimana disebutkan dalam hadits Ummu ‘Athiyah yang pernah kami sebutkan. Namun wanita tetap harus memperhatikan adab-adab ketika keluar rumah, yaitu tidak berhias diri dan tidak memakai harum-haruman.

Sedangkan dalil mengenai anak kecil, Ibnu ‘Abbas –yang ketika itu masih kecil- pernah ditanya, “Apakah engkau pernah menghadiri shalat ‘ied bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam?” Ia menjawab,

�?�?ع�?�?�? �? �?�?�?�?�?�?�?ا�? �?�?�?�?ا�?ِ�? �?ِ�?�? ا�?ص�?ِغ�?رِ �?�?ا ش�?�?ِد�?تُ�?ُ

Iya, aku menghadirinya. Seandainya bukan karena kedudukanku yang termasuk sahabat-sahabat junior, tentu aku tidak akan menghadirinya.”

Keenam: Melewati jalan pergi dan pulang yang berbeda. Dari Jabir, beliau mengatakan,

�?�?ا�?�? ا�?�?�?�?بِ�?�?ُ – ص�?�? ا�?�?�? ع�?�?�? �?س�?�? – إِذ�?ا �?�?ا�?�? �?�?�?�?�?ُ عِ�?دٍ خ�?ا�?�?ف�? ا�?ط�?�?رِ�?�?�?

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika shalat ‘ied, beliau lewat jalan yang berbeda ketika berangkat dan pulang.

Ketujuh: Dianjurkan berjalan kaki sampai ke tempat shalat dan tidak memakai kendaraan kecuali jika ada hajat. Dari Ibnu ‘Umar, beliau mengatakan,

�?�?ا�?�? ر�?سُ�?�?ُ ا�?�?�?�?�?ِ -ص�?�? ا�?�?�? ع�?�?�? �?س�?�?- �?�?خ�?رُجُ إِ�?�?�? ا�?�?عِ�?دِ �?�?اشِ�?�?ا �?�?�?�?ر�?جِعُ �?�?اشِ�?�?ا.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berangkat shalat ‘ied dengan berjalan kaki, begitu pula ketika pulang dengan berjalan kaki.

Tidak Ada Shalat Sunnah Qobliyah ‘Ied dan Ba’diyah ‘Ied

Dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata,

أ�?�?�?�? ر�?سُ�?�?�? ا�?�?�?�?�?ِ -ص�?�? ا�?�?�? ع�?�?�? �?س�?�?- خ�?ر�?ج�? �?�?�?�?�?�? أ�?ض�?ح�?�? أ�?�?�? فِط�?رٍ ف�?ص�?�?�?�?�? ر�?�?�?ع�?ت�?�?�?�?ِ �?�?�?�? �?ُص�?�?�?ِ �?�?ب�?�?�?�?�?ا �?�?�?ا�? ب�?ع�?د�?�?�?ا

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah keluar pada hari Idul Adha atau Idul Fithri, lalu beliau mengerjakan shalat ‘ied dua raka’at, namun beliau tidak mengerjakan shalat qobliyah maupun ba’diyah ‘ied.

Tidak Ada Adzan dan Iqomah Ketika Shalat ‘Ied

Dari Jabir bin Samuroh, ia berkata,

ص�?�?�?�?�?�?تُ �?�?ع�? ر�?سُ�?�?ِ ا�?�?�?�?�?ِ -ص�?�? ا�?�?�? ع�?�?�? �?س�?�?- ا�?�?عِ�?د�?�?�?�?ِ غ�?�?�?ر�? �?�?ر�?�?ةٍ �?�?�?ا�? �?�?ر�?�?ت�?�?�?�?ِ بِغ�?�?�?رِ أ�?ذ�?ا�?ٍ �?�?�?ا�? إِ�?�?ا�?�?ةٍ.

“Aku pernah melaksanakan shalat ‘ied (Idul Fithri dan Idul Adha) bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bukan hanya sekali atau dua kali, ketika itu tidak ada adzan maupun iqomah.”

Ibnul Qayyim mengatakan, “Jika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sampai ke tempat shalat, beliau pun mengerjakan shalat ‘ied tanpa ada adzan dan iqomah. Juga ketika itu untuk menyeru jama’ah tidak ada ucapan “Ash Sholaatul Jaam’iah.” Yang termasuk ajaran Nabi adalah tidak melakukan hal-hal semacam tadi.”

Tata Cara Shalat ‘Ied

Jumlah raka’at shalat Idul Fithri dan Idul Adha adalah dua raka’at. Adapun tata caranya adalah sebagai berikut.

Pertama: Memulai dengan takbiratul ihrom, sebagaimana shalat-shalat lainnya.

Kedua: Kemudian bertakbir (takbir zawa-id/tambahan) sebanyak tujuh kali takbir -selain takbiratul ihrom- sebelum memulai membaca Al Fatihah. Boleh mengangkat tangan ketika takbir-takbir tersebut sebagaimana yang dicontohkan oleh Ibnu ‘Umar. Ibnul Qayyim mengatakan, “Ibnu ‘Umar yang dikenal sangat meneladani Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa mengangkat tangannya dalam setiap takbir.”

Ketiga: Di antara takbir-takbir (takbir zawa-id) yang ada tadi tidak ada bacaan dzikir tertentu. Namun ada sebuah riwayat dari Ibnu Mas’ud, ia mengatakan, “Di antara tiap takbir, hendaklah menyanjung dan memuji Allah.” Syaikhul Islam mengatakan bahwa sebagian salaf di antara tiap takbir membaca bacaan,

سُب�?ح�?ا�?�? ا�?�?�?�?�?ِ �?�?ا�?�?ح�?�?�?دُ �?ِ�?�?�?�?ِ �?�?�?�?ا إ�?�?�?�? إ�?�?�?ا ا�?�?�?�?�?ُ �?�?ا�?�?�?�?�?�?ُ أ�?�?�?ب�?رُ . ا�?�?�?�?�?ُ�?�?�? اغ�?فِر�? �?ِ�? �?�?ار�?ح�?�?�?�?ِ�?

Subhanallah wal hamdulillah wa  laa ilaha illallah wallahu akbar. Allahummaghfirlii war hamnii (Maha suci Allah, segala pujian bagi-Nya, tidak ada sesembahan yang benar untuk disembah selain Allah. Ya Allah, ampunilah aku dan rahmatilah aku).” Namun ingat sekali lagi, bacaannya tidak dibatasi dengan bacaan ini saja. Boleh juga membaca bacaan lainnya asalkan di dalamnya berisi pujian pada Allah Ta’ala.

Keempat: Kemudian membaca Al Fatihah, dilanjutkan dengan membaca surat lainnya. Surat yang dibaca oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah surat Qaaf pada raka’at pertama dan surat Al Qomar pada raka’at kedua. Ada riwayat bahwa ‘Umar bin Al Khattab pernah menanyakan pada Waqid Al Laitsiy mengenai surat apa yang dibaca oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika shalat ‘Idul Adha dan ‘Idul Fithri. Ia pun menjawab,

�?�?ا�?�? �?�?�?�?ر�?أُ فِ�?�?ِ�?�?ا بِ (�? �?�?ا�?�?�?ُر�?آ�?ِ ا�?�?�?�?جِ�?دِ) �?�? (ا�?�?ت�?ر�?ب�?تِ ا�?س�?�?اع�?ةُ �?�?ا�?�?ش�?�?�?�? ا�?�?�?�?�?�?رُ)

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa membaca “Qaaf, wal qur’anil majiid” (surat Qaaf) dan “Iqtarobatis saa’atu wan syaqqol qomar” (surat Al Qomar).”

Boleh juga membaca surat Al A’laa pada raka’at pertama dan surat Al Ghosiyah pada raka’at kedua. Dan jika hari ‘ied jatuh pada hari Jum’at, dianjurkan pula membaca surat Al A’laa pada raka’at pertama dan surat Al Ghosiyah pada raka’at kedua, pada shalat ‘ied maupun shalat Jum’at. Dari An Nu’man bin Basyir, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

�?�?ا�?�? ر�?سُ�?�?ُ ا�?�?�?�?�?ِ -ص�?�? ا�?�?�? ع�?�?�? �?س�?�?- �?�?�?�?ر�?أُ فِ�? ا�?�?عِ�?د�?�?�?�?ِ �?�?فِ�? ا�?�?جُ�?ُع�?ةِ بِ (س�?ب�?ِحِ اس�?�?�? ر�?ب�?ِ�?�? ا�?أ�?ع�?�?�?�?) �?�? (�?�?�?�? أ�?ت�?ا�?�? ح�?دِ�?ثُ ا�?�?غ�?اشِ�?�?ةِ) �?�?ا�?�? �?�?إِذ�?ا اج�?ت�?�?�?ع�? ا�?�?عِ�?دُ �?�?ا�?�?جُ�?ُع�?ةُ فِ�? �?�?�?�?�?ٍ �?�?احِدٍ �?�?�?�?ر�?أُ بِ�?ِ�?�?ا أ�?�?�?ض�?ا فِ�? ا�?ص�?�?�?ا�?ت�?�?�?�?ِ.

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa membaca dalam shalat ‘ied maupun shalat Jum’at “Sabbihisma robbikal a’la” (surat Al A’laa)dan “Hal ataka haditsul ghosiyah” (surat Al Ghosiyah).” An Nu’man bin Basyir mengatakan begitu pula ketika hari ‘ied bertepatan dengan hari Jum’at, beliau membaca kedua surat tersebut di masing-masing shalat.

Kelima: Setelah membaca surat, kemudian melakukan gerakan shalat seperti biasa (ruku, i’tidal, sujud, dst).

Keenam: Bertakbir ketika bangkit untuk mengerjakan raka’at kedua.

Ketujuh: Kemudian bertakbir (takbir zawa-id/tambahan) sebanyak lima kali takbir -selain takbir bangkit dari sujud- sebelum memulai membaca Al Fatihah.

Kedelapan: Kemudian membaca surat Al Fatihah dan surat lainnya sebagaimana yang telah disebutkan di atas.

Kesembilan: Mengerjakan gerakan lainnya hingga salam.

Khutbah Setelah Shalat ‘Ied

Dari Ibnu ‘Umar, ia mengatakan,

�?�?ا�?�? ر�?سُ�?�?ُ ا�?�?�?�?�?ِ – ص�?�? ا�?�?�? ع�?�?�? �?س�?�? – �?�?أ�?بُ�? ب�?�?�?رٍ �?�?عُ�?�?رُ – رض�? ا�?�?�? ع�?�?�?ا – �?ُص�?�?�?ُ�?�?�? ا�?�?عِ�?د�?�?�?�?ِ �?�?ب�?�?�? ا�?�?خُط�?ب�?ةِ

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Abu Bakr, begitu pula ‘Umar biasa melaksanakan shalat ‘ied sebelum khutbah.”

Setelah melaksanakan shalat ‘ied, imam berdiri untuk melaksanakan khutbah ‘ied dengan sekali khutbah (bukan dua kali seperti khutbah Jum’at). Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melaksanakan khutbah di atas tanah dan tanpa memakai mimbar. Beliau pun memulai khutbah dengan “hamdalah” (ucapan alhamdulillah) sebagaimana khutbah-khutbah beliau yang lainnya.

Ibnul Qayyim mengatakan, “Dan tidak diketahui dalam satu hadits pun yang menyebutkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallammembuka khutbah ‘iednya dengan bacaan takbir. … Namun beliau memang sering mengucapkan takbir di tengah-tengah khutbah. Akan tetapi, hal ini tidak menunjukkan bahwa beliau selalu memulai khutbah ‘iednya dengan bacaan takbir.”

Jama’ah boleh memilih mengikuti khutbah ‘ied ataukah tidak. Dari ‘Abdullah bin As Sa-ib, ia berkata bahwa ia pernah menghadiri shalat ‘ied bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, tatkala beliau selesai menunaikan shalat, beliau bersabda,

إِ�?�?�?ا �?�?خ�?طُبُ ف�?�?�?�?�? أ�?ح�?ب�?�? أ�?�?�? �?�?ج�?�?ِس�? �?ِ�?�?خُط�?ب�?ةِ ف�?�?�?�?�?ج�?�?ِس�? �?�?�?�?�?�? أ�?ح�?ب�?�? أ�?�?�? �?�?ذ�?�?�?ب�? ف�?�?�?�?�?ذ�?�?�?ب�?

“Aku saat ini akan berkhutbah. Siapa yang mau tetap duduk untuk mendengarkan khutbah, silakan ia duduk. Siapa yang ingin pergi, silakan ia pergi.”

Ucapan Selamat Hari Raya

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menjelaskan, “Adapun tentang ucapan selamat (tah-niah) ketika hari ‘ied seperti sebagian orang mengatakan pada yang lainnya ketika berjumpa setelah shalat ‘ied, “Taqobbalallahu minna wa minkum wa ahaalallahu ‘alaika” dan semacamnya, maka seperti ini telah diriwayatkan oleh beberapa sahabat Nabi. Mereka biasa mengucapkan semacam itu dan para imam juga memberikan keringanan dalam melakukan hal ini sebagaimana Imam Ahmad dan lainnya. Akan tetapi, Imam Ahmad mengatakan, “Aku tidak mau mendahului mengucapkan selamat hari raya pada seorang pun. Namun kalau ada yang mengucapkan selamat padaku, aku akan membalasnya”. Imam Ahmad melakukan semacam ini karena menjawab ucapan selamat adalah wajib, sedangkan memulai mengucapkannya bukanlah sesuatu yang dianjurkan. Dan sebenarnya bukan hanya beliau yang tidak suka melakukan semacam ini. Intinya, barangsiapa yang ingin  mengucapkan selamat, maka ia memiliki qudwah (contoh). Dan barangsiapa yang meninggalkannya, ia pun memiliki qudwah (contoh).”

Bila Hari ‘Ied Jatuh pada Hari Jum’at

Bila hari ‘ied jatuh pada hari Jum’at, maka bagi orang yang telah melaksanakan shalat ‘ied, ia punya pilihan untuk menghadiri shalat Jum’at atau tidak. Namun imam masjid dianjurkan untuk tetap melaksanakan shalat Jum’at agar orang-orang yang punya keinginan menunaikan shalat Jum’at bisa hadir, begitu pula orang yang tidak shalat ‘ied bisa turut hadir. Pendapat ini dipilih oleh mayoritas ulama Hambali. Dan pendapat ini terdapat riwayat dari ‘Umar, ‘Utsman, ‘Ali, Ibnu ‘Umar, Ibnu ‘Abbas dan Ibnu Az Zubair. Dalil dari hal ini adalah:

Pertama: Diriwayatkan dari Iyas bin Abi Romlah Asy Syamiy, ia berkata, “Aku pernah menemani Mu’awiyah bin Abi Sufyan dan ia bertanya pada Zaid bin Arqom,

أ�?ش�?�?ِد�?ت�? �?�?ع�? ر�?سُ�?�?ِ ا�?�?�?�?�?ِ -ص�?�? ا�?�?�? ع�?�?�? �?س�?�?- عِ�?د�?�?�?�?ِ اج�?ت�?�?�?ع�?ا فِ�? �?�?�?�?�?ٍ �?�?ا�?�? �?�?ع�?�?�?. �?�?ا�?�? ف�?�?�?�?�?ف�? ص�?�?�?ع�? �?�?ا�?�? ص�?�?�?�?�? ا�?�?عِ�?د�? ثُ�?�?�? ر�?خ�?�?ص�? فِ�? ا�?�?جُ�?ُع�?ةِ ف�?�?�?ا�?�? « �?�?�?�? ش�?اء�? أ�?�?�? �?ُص�?�?�?ِ�?�? ف�?�?�?�?ُص�?�?�?ِ ».

“Apakah engkau pernah menyaksikan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertemu dengan dua ‘ied (hari Idul Fithri atau Idul Adha bertemu dengan hari Jum’at) dalam satu hari?” “Iya”, jawab Zaid. Kemudian Mu’awiyah bertanya lagi, “Apa yang beliau lakukan ketika itu?” “Beliau melaksanakan shalat ‘ied dan memberi keringanan untuk meninggalkan shalat Jum’at”, jawab Zaid lagi. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Siapa yang mau shalat Jum’at, maka silakan melaksanakannya.”

Kedua: Dari ‘Atho’, ia berkata, “Ibnu Az Zubair ketika hari ‘ied yang jatuh pada hari Jum’at pernah shalat ‘ied bersama kami di awal siang. Kemudian ketika tiba waktu shalat Jum’at Ibnu Az Zubair tidak keluar, beliau hanya shalat sendirian. Tatkala itu Ibnu ‘Abbas berada di Thoif. Ketika Ibnu ‘Abbas tiba, kami pun menceritakan kelakuan Ibnu Az Zubair pada Ibnu ‘Abbas. Ibnu ‘Abbas pun mengatakan, “Ia adalah orang yang menjalankan sunnah (ajaran Nabi) [ashobas sunnah].” Jika sahabat mengatakan ashobas sunnah(menjalankan sunnah), itu berarti statusnya marfu’ yaitu menjadi perkataan Nabi.

Diceritakan pula bahwa ‘Umar bin Al Khottob melakukan seperti apa yang dilakukan oleh Ibnu Az Zubair. Begitu pula Ibnu ‘Umar tidak menyalahkan perbuatan Ibnu Az Zubair. Begitu pula ‘Ali bin Abi Tholib pernah mengatakan bahwa siapa yang telah menunaikan shalat ‘ied maka ia boleh tidak menunaikan shalat Jum’at. Dan tidak diketahui ada pendapat sahabat lain yang menyelisihi pendapat mereka-mereka ini.
Sumber : https://rumaysho.com/676-panduan-shalat-idul-fithri-dan-idul-adha.html

Gambar Tidak Tersedia

Takbiran Idul Fitri menurut Rasulullah SAW

Setiap tanggal 1 Syawal kita berhari raya ‘Iedul Fitri. Wahai Saudariku, ketahuilah bahwa hari raya ini merupakan rahmat Allah yang diberikan kepada umat Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Disebut ‘Ied karena pada hari itu Allah memberikan berbagai macam kebaikan yang kepada kita sebagai hambaNya. Diantara kebaikan itu adalah berbuka setelah adanya larangan makan dan minum selama bulan suci Romadhan dan kebaikan berupa diperintahkannya mengeluarkan zakat fitrah.

Para ulama telah menjelaskan tentang sunah-sunah Rasulullah yang berkaitan dengan hari raya, diantaranya:

1. Mandi pada hari raya.

Sa’id bin Al Musayyib berkata: “Sunah hari raya ‘idul Fitri ada tiga: berjalan menuju lapangan, makan sebelum keluar dan mandi.”

2. Berhias sebelum berangkat sholat ‘Iedul Fitri.

Disunahkan bagi laki-laki untuk membersihkan diri dan memakai pakaian terbaik yang dimilikinya, memakai minyak wangi dan bersiwak. Sedangkan bagi wanita tidak dianjurkan untuk berhias dengan mengenakan baju yang mewah dan menggunakan minyak wangi.

3. Makan sebelum sholat ‘Idul Fitri.

“Dari Anas RodhiyAllahu’anhu, ia berkata: Nabi sholAllahu ‘alaihi wa sallam tidak keluar rumah pada hari raya ‘Iedul fitri hingga makan beberapa kurma.” (HR. Bukhari). Menurut Ibnu Muhallab berkata bahwa hikmah makan sebelum sholat adalah agar jangan ada yang mengira bahwa harus tetap puasa hingga sholat ‘Ied.

4. Mengambil jalan yang berbeda saat berangkat dan pulang dari sholat ‘Ied.

Hal ini sebagaimana yang dilakukan Rasulullah, beliau mengambil jalan yang berbeda saat pulang dan perginya (HR. Bukhari), diantara hikmahnya adalah agar orang-orang yang lewat di jalan itu bisa memberikan salam kepada orang-orang yang tinggal disekitar jalan yang dilalui tersebut, dan memperlihatkan syi’ar islam.

5. Bertakbir.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berangkat menunaikan sholat pada hari raya ‘ied, lalu beliau bertakbir sampai tiba tempat pelaksanaan sholat, bahkan sampai sholat akan dilaksanakan. Dalam hadits ini terkandung dalil disyari’atkannya takbir dengan suara lantang selama perjalanan menuju ke tempat pelaksanaan sholat. Tidak disyari’atkan takbir dengan suara keras yang dilakukan bersama-sama. Untuk waktu bertakbir saat Idul Fitri menurut pendapat yang paling kuat adalah setelah meninggalkan rumah pada pagi harinya.

6. Sholat ‘Ied.

Hukum sholat ‘ied adalah fardhu ‘ain, bagi setiap orang, karena Rosulululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam senantiasa mengerjakan sholat ‘Ied. Sholat ‘Ied menggugurkan sholat jum’at, jika ‘Ied jatuh pada hari jum’at. Sesuatu yang wajib hanya bisa digugurkan oleh kewajiban yang lain (At Ta’liqat Ar Radhiyah, syaikh Al Albani, 1/380). Nabi menyuruh manusia untuk menghadirinya hingga para wanita yang haidh pun disuruh untuk datang ke tempat sholat, tetapi disyaratkan tidak mendekati tempat sholat. Selain itu Nabi juga menyuruh wanita yang tidak punya jilbab untuk dipinjami jilbab sehingga dia bisa mendatangi tempat sholat tersebut, hal ini menunjukkan bahwa hukum sholat ‘Ied adalah fardhu ‘ain.

Waktu Sholat ‘Ied adalah setelah terbitnya matahari setinggi tombak hingga tergelincirnya matahari (waktu Dhuha). Disunahkan untuk mengakhirkan sholat ‘Iedul Fitri, agar kaum muslimin memperoleh kesempatan untuk menunaikan zakat fitrah.

Disunahkan untuk mengerjakan di tanah lapang di luar pemukiman kaum muslimin, kecuali ada udzur (misalnya hujan, angin kencang) maka boleh dikerjakan di masjid.

Dari Jabir bin Samurah berkata: “Aku sering sholat dua hari raya bersama nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tanpa adzan dan iqamat.” (HR. Muslim) dan tidak disunahkan sholat sunah sebelum dan sesudah sholat ‘ied, hal ini sebagaimana perkataan Ibnu Abbas bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sholat hari raya dua raka’at. Tidak ada sholat sebelumnya dan setelahnya (HR. Bukhari: 9890)

Untuk Khutbah sholat ‘ied, maka tidak wajib untuk mendengarkannya, dibolehkan untuk meningggalkan tanah lapang seusai sholat. Khutbah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak dibuka dengan takbir, tapi dengan hamdalah, dan juga tanpa diselingi dengan takbir-takbir. Beliau berkutbah di tempat yang agak tinggi dan tidak menggunakan mimbar. Rasulullah berkutbah dua kali, satu untuk pria dan satu untuk wanita, ketika beliau mengira wanita tidak mendengar khutbahnya.

7. Ucapan selamat Hari Raya.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah pernah ditanya tentang mengucapkan selamat pada hari raya dan beliau menjawab: “Adapun ucapan selamat pada hari raya ‘ied, sebagaimana ucapan sebagian mereka terhadap sebagian lainnya jika bertemu setelah sholat ‘ied yaitu: Taqabbalallahu minna wa minkum (semoga Allah menerima amal kami dan kalian) atau ahaalAllahu ‘alaika (Mudah-mudahan Allah memberi balasan kebaikan kepadamu) dan semisalnya.” Telah diriwayatkan dari sejumlah sahabat Nabi bahwa mereka biasa melakukan hal tersebut. Imam Ahmad dan lainnya juga membolehkan hal ini. Imam Ahmad berkata, “Saya tidak akan memulai seseorang dengan ucapan selamat ‘ied, Namun jika seseorang itu memulai maka saya akan menjawabnya.” Yang demikian itu karena menjawab salam adalah sesuatu yang wajib dan memberikan ucapan bukan termasuk sunah yang diperintahkan dan juga tidak ada larangannya. Barangsiapa yang melakukannya maka ada contohnya dan bagi yang tidak mengerjakannya juga ada contohnya (Majmu’ al-Fatawaa, 24/253). Ucapan hari raya ini diucapkan hanya pada tanggal 1 Syawal.

8. Kemungkaran-kemungkaran yang terjadi pada hari raya.

Saat hari raya, kadang kita terlena dan tanpa kita sadari kita telah melakukan kemungkaran-kemungkaran diantaranya:

  1. Berhias dengan mencukur jenggot (untuk laki-laki).
  2. Berjabat tangan dengan wanita yang bukan mahram.
  3. Menyerupai atau tasyabuh terhadap orang-orang kafir dalam hal pakaian dan mendengarkan musik serta berbagai kemungkaran lainnya.
  4. Masuk rumah menemui wanita yang bukan mahrom.
  5. Wanita bertabarruj atau memamerkan kecantikannya kepada orang lain dan wanita keluar ke pasar dan tempat-tempat lain.
  6. Mengkhususkan ziarah kubur hanya pada hari raya ‘ied saja, serta membagi-bagikan permen, dan makanan-makanan lainnya, duduk di kuburan, bercampur baur antara laki-laki dan perempuan, melakukan sufur (wanitanya tidak berhijab), serta meratapi orang-orang yang sudah meninggal dunia.
  7. Berlebih-lebihan dan berfoya-foya dalam hal yang tidak bermanfaat dan tidak mengandung mashlahat dan faedah.
  8. Banyak orang yang meninggalkan sholat di masjid tanpa adanya alasan yang dibenarkan syari’at agama, dan sebagian orang hanya mencukupkan sholat ‘ied saja dan tidak pada sholat lainnya. Demi Allah ini adalah bencana yang besar.
  9. Menghidupkan malam hari raya ‘ied, mereka beralasan dengan hadits dari Rasulullah: “Barangsiapa menghidupkan malam hari raya ‘iedul fitri dan ‘iedul adha, maka hatinya tidak akan mati di hari banyak hati yang mati.” (Hadits ini maudhu’/palsu sehingga tidak dapat dijadikan dalil).

Sumber : https://muslimah.or.id/27-berhari-raya-sesuai-tuntunan-rasulullah.html

Gambar Tidak Tersedia

Lailatul Qadar

Keutamaan Lailatul Qadar

Saudaraku, pada sepertiga terakhir dari bulan yang penuh berkah ini terdapat malam Lailatul Qadar, suatu malam yang dimuliakan oleh Allah melebihi malam-malam lainnya. Di antara kemuliaan malam tersebut adalah Allah mensifatinya dengan malam yang penuh keberkahan. Allah Ta’ala berfirman,

إِ�?�?�?ا أ�?�?�?ز�?�?�?�?�?ا�?ُ فِ�? �?�?�?�?�?�?ةٍ �?ُب�?ار�?�?�?ةٍ إِ�?�?�?ا �?ُ�?�?�?ا �?ُ�?�?ذِرِ�?�?�? (3) فِ�?�?�?ا �?ُف�?ر�?�?ُ �?ُ�?�?ُ أ�?�?�?رٍ ح�?�?ِ�?�?ٍ (4)

“Sesungguhnya Kami menurunkannya (Al Qur’an) pada suatu malam yang diberkahi. dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan. Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah.” (QS. Ad Dukhan [44] : 3-4). Malam yang diberkahi dalam ayat ini adalah malam lailatul qadar sebagaimana ditafsirkan pada surat Al Qadar. Allah Ta’ala berfirman,

إِ�?�?�?ا أ�?�?�?ز�?�?�?�?�?ا�?ُ فِ�? �?�?�?�?�?�?ةِ ا�?�?�?�?د�?رِ (1)

Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan.” (QS. Al Qadar [97] : 1)

Keberkahan dan kemuliaan yang dimaksud disebutkan dalam ayat selanjutnya,

�?�?�?�?�?�?ةُ ا�?�?�?�?د�?رِ خ�?�?�?ر�? �?ِ�?�? أ�?�?�?فِ ش�?�?�?رٍ (3) ت�?�?�?ز�?�?�?ُ ا�?�?�?�?�?�?ائِ�?�?ةُ �?�?ا�?ر�?ُ�?حُ فِ�?�?�?ا بِإِذ�?�?ِ ر�?ب�?ِ�?ِ�?�? �?ِ�?�? �?ُ�?�?ِ أ�?�?�?رٍ (4) س�?�?�?ا�?�? �?ِ�?�? ح�?ت�?�?�? �?�?ط�?�?�?عِ ا�?�?ف�?ج�?رِ (5)

“Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar.” (QS. Al Qadar [97] : 3-5)

Kapan Malam Lailatul Qadar Terjadi?

Lailatul Qadar itu terjadi pada sepuluh malam terakhir di bulan Ramadhan, sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

ت�?ح�?ر�?�?�?�?ا �?�?�?�?�?�?ة�? ا�?�?�?�?د�?رِ فِ�? ا�?�?ع�?ش�?رِ ا�?أ�?�?�?اخِرِ �?ِ�?�? ر�?�?�?ض�?ا�?�?

Carilah lailatul qadar pada sepuluh malam terakhir dari bulan Ramadhan.” (HR. Bukhari)

Terjadinya lailatul qadar di malam-malam ganjil itu lebih memungkinkan daripada malam-malam genap, sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

ت�?ح�?ر�?�?�?�?ا �?�?�?�?�?�?ة�? ا�?�?�?�?د�?رِ فِ�? ا�?�?�?ِت�?رِ �?ِ�?�? ا�?�?ع�?ش�?رِ ا�?أ�?�?�?اخِرِ �?ِ�?�? ر�?�?�?ض�?ا�?�?

Carilah lailatul qadar di malam ganjil dari sepuluh malam terakhir di bulan Ramadhan.” (HR. Bukhari)

Terjadinya lailatul qadar di tujuh malam terakhir bulan ramadhan itu lebih memungkinkan sebagaimana hadits dari Ibnu Umar bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ا�?�?ت�?�?ِسُ�?�?�?ا فِ�? ا�?�?ع�?ش�?رِ ا�?أ�?�?�?اخِرِ�?�?ع�?�?ِ�? �?�?�?�?�?�?ة�? ا�?�?�?�?د�?رِف�?إِ�?�? ض�?عُف�? أ�?ح�?دُ�?ُ�?�? أ�?�?�? ع�?ج�?ز�? ف�?�?ا�? �?ُغ�?�?�?ب�?�?�?�? ع�?�?�?�? ا�?س�?�?ب�?عِ ا�?�?ب�?�?�?ا�?ِ�?

Carilah lailatul qadar di sepuluh malam terakhir, namun jika ia ditimpa keletihan, maka janganlah ia dikalahkan pada tujuh malam yang tersisa. (HR. Muslim)

Dan yang memilih pendapat bahwa lailatul qadar adalah malam kedua puluh tujuh sebagaimana ditegaskan oleh Ubay bin Ka’ab radhiyallahu ‘anhu. Namun pendapat yang paling kuat dari berbagai pendapat yang ada sebagaimana dikatakan Ibnu Hajar dalam Fathul Bari bahwa lailatul qadar itu terjadi pada malam ganjil dari sepuluh malam terakhir dan waktunya berpindah-pindah dari tahun ke tahun. Mungkin pada tahun tertentu terjadi pada malam kedua puluh tujuh atau mungkin juga pada tahun yang berikutnya terjadi pada malam kedua puluh lima tergantung kehendak dan hikmah Allah Ta’ala. Hal ini dikuatkan oleh sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

ا�?�?ت�?�?ِسُ�?�?�?ا فِ�? ا�?�?ع�?ش�?رِ ا�?أ�?�?�?اخِرِ �?ِ�?�? ر�?�?�?ض�?ا�?�? �?�?�?�?�?�?ة�? ا�?�?�?�?د�?رِ فِ�? ت�?اسِع�?ةٍ ت�?ب�?�?�?�? �? فِ�? س�?ابِع�?ةٍ ت�?ب�?�?�?�? �? فِ�? خ�?ا�?ِس�?ةٍ ت�?ب�?�?�?�?

Carilah lailatul qadar di sepuluh malam terakhir dari bulan Ramadhan pada sembilan, tujuh, dan lima malam yang tersisa.”  (HR. Bukhari)

Catatan : Hikmah Allah menyembunyikan pengetahuan tentang terjadinya malam lailatul qadar di antaranya adalah agar terbedakan antara orang yang sungguh-sungguh untuk mencari malam tersebut dengan orang yang malas. Karena orang yang benar-benar ingin mendapatkan sesuatu tentu akan bersungguh-sungguh dalam mencarinya. Hal ini juga sebagai rahmat Allah agar hamba memperbanyak amalan pada hari-hari tersebut dengan demikian mereka akan semakin bertambah dekat dengan-Nya dan akan memperoleh pahala yang amat banyak. Semoga Allah memudahkan kita memperoleh malam yang penuh keberkahan ini. Amin Ya Sami’ad Da’awat.