Sujud Terakhir Dalam Shalat
Salah satu waktu yang pas bagi kita untuk berdoa ialah ketika sujud. Ya, ketika sujud kita memohon apa yang diinginkan dan dibutuhkan. Sujud terakhir dalam shalat itu paling utama. Mengapa ketika sujud? Sebab, sujud itu lebih mendekatkan kita kepada Allah SWT.
Dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda, “Keadaan yang paling dekat antara seorang hamba dengan Rabb-nya adalah ketika sujud, maka perbanyaklah doa (ketika sujud),” (HR. Muslim).
bahwa ketika sujud merupakan saat terbaik untuk berdoa. Seperti disebutkan dalam hadis Rasulullah, “Saat yang paling dekat antara seorang hamba dan Rabb-nya adalah ketika ia sujud, maka perbanyaklah doa ketika itu.” (HR Muslim dari Abu Hurairah). Jadi, membaca doa saat sujud dibolehkan, bahkan dianjurkan sebab waktu itulah seorang hamba berada pada momen terdekat dengan Allah.
Riwayat lain juga menjelaskan hal ini. Ibnu Abbas menyatakan, Nabi bersabda, “Ketahuilah, aku dilarang untuk membaca Al-Quran dalam keadaan rukuk atau sujud. Adapun saat rukuk, agungkanlah Rabb Azza wa Jalla, sedangkan kala sujud berusahalah bersungguh-sungguh dalam doa sehingga layak dikabulkan untukmu.” (HR Muslim).
Bahkan, para ulama berpendapat, doa yang berasal dari Al-Quran boleh dibaca waktu sujud selama diniatkan berdoa, bukan membaca Al-Quran. Ulama Syafi’iyah, al-Zarkasyi, berkata dalam kitabnya, Tuhfatul Muhtaj, “Yang terlarang jika dimaksudkan membaca Al-Quran, namun jika yang dimaksudkan adalah doa tidak apa-apa, seperti seseorang boleh membaca qunut dengan beberapa ayat Al-Quran.”
Sebagian imam sering kali hanya memperpanjang sujud terakhir ketika shalat karena memperbanyak doa. Para ulama berpendapat, memanjangkan sujud itu pada umumnya diperbolehkan, khususnya bagi yang shalat sendirian, tetapi mengkhususkannya pada sujud terakhir itu tidak ada dalilnya. Diriwayatkan, dalam amalan shalat Nabi Muhammad, semua gerakan shalatnya lamanya hampir sama.
Al-Barra` bin ‘Azib berkata mengenai shalat Rasulullah, “Rukuk, bangkit dari rukuk, sujud, dan duduk di antara dua sujud, semuanya hampir sama (lama dan tumaninahnya).” (HR Bukhari dan Muslim).
Untuk imam, sebaiknya tidak terlalu memanjangkan pelaksanaan rukun-rukun shalat mengingat kondisi makmum yang berbagai macam.
Hal ini sesuai anjuran Nabi. Diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah bersabda, “Apabila salah seorang dari kamu mengimami orang banyak, maka hendaklan ia meringankannya karena di antara makmum itu ada yang lemah, sakit, dan sudah tua. Dan apabila ia shalat sendiri, maka hendaklah ia memanjangkan semaunya.” (HR Malik, Bukhari, dan Muslim).
· Menambahkan doa dalam sujud
Berdasarkan dalil hadits diatas, mayoritas ulama dari kalangan Malikiyyah, Syafi’iyyah dan Hanabilah berpendapat boleh menambahkan doa dan bacaan tasbih di dalam sujud dalam semua shalat.[1][1] Berikut rinciannya :
1. Hanafiyyah
Kalangan Hanafiyyah berpendapat bahwa boleh menambah doa-doa yang ma’tsur (dari ayat atau hadits) di dalam shalat sunnah, tapi tidak boleh dalam shalat wajib. Hal ini karena kalangan al Ahnaf memaknai hadits perintah memperbanyak do’a di dalam sujud adalah dalam konteks shalat sunnah.
2. Malikiyyah
Boleh menambahkan doa setelah bacaan tasbih di dalam sujud, baik shalat sunnah maupun wajib.
3. Syafi’iyyah
Sebagaimana pendapat Malikiyyah, dalam mazhab ini dibolehkan seseorang menambahkan do’a –doa di dalam sujud semua jenis shalat. Hanya dalam mazhab ini diberikan keterangan afdhalnya ketika shalat sendiri dan jika menjadi imam tidak menyebabkan panjangnya shalat.
Berkata al Imam Al-Nawawi : “Doa-doa dalam sujud tersebut adalah mutlak dan tidaklah dibatasi. Doa apa saja yang termasuk maksud doa adalah boleh. Sebab Rasulullah shalallahu’alaihi wassalam melakukan berbagai doa yang berbeda dan berbagai tema. Ini menunjukkan bahwa hal itu tidak dilarang. Dalam Shahihain dari Ibnu Mas’ud, bahwa Nabi bersabda :
Ø«Ùمَّ Ù„Ùيَتَخَيَّرْ Ù…ÙÙ†ÙŽ الدّÙعَاء٠أَعْجَبَه٠إÙلَيْه٠Ùَلْيَدْع٠بÙÙ‡
“Kemudian hendaknya dia memilih doa yang disukai dan sesuai seleranya.” Dalam riwayat Imam Muslim, sebagaimana menjelasan bab yang lalu, dari Abu Hurairah: “kemudian dia berdoa untuk apa-apa yang nyata untuk dirinya.”
4. Hanabilah
Ulama dalam mazhab ini kelihatannya tidak kompak dalam permasalahan ini. Sebagian mereka berpendapat sebagaimana kalangan Hanafiyyah, sedangkan jumhur mazhab ini mengatakan boleh menambah bacaan doa di dalam shalat fardhu juga. Bahkan dengan doa-doa lain selain yang bersumber dari al Qur’an dan hadits.
· Bagaimana bentuk doanya ?
Yang afdhal dalam sujud adalah menambah dengan doa-doa yang ma’tsur dari al Qur’an dan hadits, atau doa-doa sujud yang disebutkan dalam as sunnah secara khusus seperti :
سÙبْØَانَكَ اللَّهÙمَّ رَبَّنَا وَبÙØَمْدÙÙƒÙŽ اللَّهÙمَّ اغْÙÙرْ Ù„ÙÙŠ
“Maha Suci Engkau Ya Allah, segala pujian untuk-Mu, ampunilah Aku.” (HR. Bukhari)
اللَّهÙمَّ اغْÙÙرْ Ù„ÙÙŠ ذَنْبÙÙŠ ÙƒÙلَّه٠دÙقَّه٠وَجÙلَّهÙØŒ وَأَوَّلَه٠وَآخÙرَهÙØŒ وَعَلاَنÙيَتَه٠وَسÙرَّهÙØŒ اللَّهÙمَّ Ø¥ÙنّÙÙŠ أَعÙوذ٠بÙرÙضَاكَ Ù…Ùنْ سَخَطÙÙƒÙŽØŒ وَبÙعَÙْوÙÙƒÙŽ Ù…Ùنْ عÙÙ‚ÙوبَتÙÙƒÙŽØŒ وَأَعÙوذ٠بÙÙƒÙŽ Ù…Ùنْكَ، لاَ Ø£ÙØْصÙÙŠ ثَنَاءً عَلَيْكَ أَنْتَ كَمَا أَثْنَيْتَ عَلَى Ù†ÙŽÙْسÙÙƒÙŽ
“Ya Allah, ampunilah diriku dari dosaku semuanya, yang detail atau yang besar, yang awal dan yang akhir, yang terlihat ataupun yang tidak terlihat. Ya Allah, aku berlindung dengan keridhaan-Mu dari murka-Mu, dengan maaf-Mu dari hukuman-Mu dan Aku berlindung dengan-Mu dari-Mu. Tidak terhitung pujian bagi-Mu Engkau sebagaimana pujian-Mu atas diri-Mu.” (HR. Muslim)
اللَّهÙمَّ أَعÙنيÙÙ‘ عَلىَ Ø´ÙكْرÙÙƒÙŽ ÙˆÙŽØÙسْن٠عÙبَادَتÙÙƒÙŽ
“Ya Allah, tolonglah aku untuk bersyukur dan beribadah dengan baik kepada-Mu." (Sunan Ibnu Manshur)
Boleh juga dengan doa-doa apapun yang berisi kebaikan asalkan dengan menggunakan bahasa Arab. Jika bukan dengan doa yang berbahasa Arab hendaknya dibaca di dalam hati, karena jika dilafadzkan akan menyebakan batalnya shalat. Berkata al Muhyiddin an Nawawi rahimahullah :
ولا يجوز ان يخترع دعوة غير مأثورة ويأتى بها العجمية بلا خلا٠وتبطل بها الصلاة
“Dan tidak boleh membuat doa-doa yang tidak diajarkan Nabi dengan mengungkapnnya dengan bahasa ‘ajam (selain bahasa arab) berdasarkan kesepakatan ulama dan shalatnya menjadi batal.[2][7]
Kesimpulan
1) Boleh bahkan dianjurkan berdo’a di dalam sujud diluar bacaan tasbih menurut mayoritas ulama.
2) Yang Afdhal adalah doa sujud yang diajarkan Rasulullah shalallahu’alaihi wasslam atau doa-doa dalam al Qur’an dan hadits.
3) Boleh membaca doa yang digubah sendiri dalam bahasa Arab, namun jika dalam bahasa selain Arab haram dan batal shalatnya.
Sumber : Fiqh al Islami wa Adillatuhu (2/896), Al Mausu’ah al Fiqhiyyah al Kuwaitiyyah (39/227).