Perintah menyembelih hewan qurban Pada hari raya Idul Adha
Diriwayatkan dari Qatadah, ‘Athaa, dan Ikrimah bahwa yang dimaksud dengan Shalat dan menyembelih dalam firman Allah subhanahu wata’ala:
ÙَصَلÙÙ‘ Ù„ÙØ±ÙŽØ¨Ùّكَ وَانْØÙŽØ±Ù’
“Maka dirikanlah shalat untuk Tuhanmu dan sembelihlah kurban (untuk-Nya).” (Al-Kautsar: 2)
Ayat ini adalah shalat ied dan menyembelih hewan qurban. Akan tetapi pendapat yang benar adalah bahwa maksud dari firman Allah tersebut adalah: bahwa Allah memerintahkan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wasallam untuk menjadikan shalatnya- yang wajib dan yang sunnah- dan penyembelihannya murni hanya untuk Allah sebagaimana dalam firman-Nya:
Ù‚Ùلْ Ø¥ÙÙ†ÙŽÙ‘ صَلاتÙÙŠ ÙˆÙŽÙ†ÙØ³ÙÙƒÙÙŠ ÙˆÙŽÙ…ÙŽØÙ’يَايَ وَمَمَاتÙÙŠ Ù„Ùلَّه٠رَبÙÙ‘ الْعَالَمÙينَ. لا شَرÙيكَ Ù„ÙŽÙ‡Ù ÙˆÙŽØ¨ÙØ°ÙŽÙ„ÙÙƒÙŽ Ø£ÙÙ…ÙØ±Ù’ت٠وَأَنَا Ø£ÙŽÙˆÙŽÙ‘Ù„Ù Ø§Ù„Ù’Ù…ÙØ³Ù’Ù„ÙÙ…Ùينَ
”Katakanlah: Sesungguhnya shalatku, penyembelihanku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah Rabb Penguasa semesta alam, tiada sekutu bagi-Nya; demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama berserah diri (kepada-Nya).” (Al-An’am: 162-163)
Adapun syari’at menyembelih hewan qurban pada hari Ied adalah telah tetap berdasarkan perbuatan dan perkataan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.
Dan tidak harus segala hukum itu disyari’atkan dalam Al-Qur’an secara rinci akan tetapi cukup dengan ketetapan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berdasarkan firman Allah
وَمَا آتَاكÙم٠الرَّسÙول٠ÙÙŽØ®ÙØ°Ùوه٠وَمَا نَهَاكÙمْ عَنْه٠ÙَانْتَهÙوا
"Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah." (Al Hasyr: 7)
Dan Allah Ta’ala berfirman kepada nabi-Nya,
وَأَنْزَلْنَا Ø¥Ùلَيْكَ الذÙّكْرَ Ù„ÙØªÙبَيÙّنَ Ù„Ùلنَّاس٠مَا Ù†ÙØ²Ùّلَ Ø¥ÙلَيْهÙمْ وَلَعَلَّهÙمْ يَتَÙَكَّرÙونَ
"Dan Kami turunkan kepadamu al-Qur’an, agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka supaya mereka memikirkan," (An Nahl: 44)
[Dikutip dari Fatwa-fatwa tentang Qurban, Syaikh Muhammad Shalih Al Utsaimin; Syaikh Abdul Aziz Abdullah Bin Baz, Majmu’ Fatawa, Syaikh Abdul Aziz bin Baz, Jilid 6 hal. 385]