Tata Cara Sholat Tahajud Sesuai Tuntunan Rasulullah SAW
Maksud Shalat Tahajud
Shalat malam (qiyamul lail) biasa disebut juga dengan shalat tahajud. Mayoritas pakar fiqih mengatakan bahwa shalat tahajud adalah shalat sunnah yang dilakukan di malam hari secara umum setelah bangun tidur.
Keutamaan Shalat Tahajud
Pertama: Shalat tahajud adalah sifat orang bertakwa dan calon penghuni surga.
Allah Ta’ala berfirman,
Ø¥Ùنَّ Ø§Ù„Ù’Ù…ÙØªÙ‘ÙŽÙ‚Ùينَ ÙÙÙŠ جَنَّات٠وَعÙÙŠÙون٠(15) Ø¢ÙŽØ®ÙØ°Ùينَ مَا آَتَاهÙمْ رَبّÙÙ‡Ùمْ Ø¥ÙنَّهÙمْ كَانÙوا قَبْلَ ذَلÙÙƒÙŽ Ù…ÙØÙ’Ø³ÙÙ†Ùينَ (16) كَانÙوا Ù‚ÙŽÙ„Ùيلًا Ù…ÙÙ†ÙŽ اللَّيْل٠مَا يَهْجَعÙونَ (17) ÙˆÙŽØ¨ÙØ§Ù„ْأَسْØÙŽØ§Ø±Ù Ù‡Ùمْ يَسْتَغْÙÙØ±Ùونَ (18)
“Sesungguhnya orang-orang yang bertaqwa itu berada dalam taman-taman (syurga) dan mata air-mata air, sambil menerima segala pemberian Rabb mereka. Sesungguhnya mereka sebelum itu di dunia adalah orang-orang yang berbuat kebaikan. Di dunia mereka sedikit sekali tidur di waktu malam. Dan selalu memohonkan ampunan diwaktu pagi sebelum fajar.” (QS. Adz Dzariyat: 15-18).
Al Hasan Al Bashri mengatakan mengenai ayat ini, “Mereka bersengaja melaksanakan qiyamul lail (shalat tahajud). Di malam hari, mereka hanya tidur sedikit saja. Mereka menghidupkan malam hingga sahur (menjelang shubuh). Dan mereka pun banyak beristighfar di waktu sahur.”
Kedua: Tidak sama antara orang yang shalat malam dan yang tidak.
Allah Ta’ala berfirman,
أَمْ مَنْ Ù‡ÙÙˆÙŽ Ù‚ÙŽØ§Ù†ÙØªÙŒ آَنَاءَ Ø§Ù„Ù„Ù‘ÙŽÙŠÙ’Ù„Ù Ø³ÙŽØ§Ø¬ÙØ¯Ù‹Ø§ وَقَائÙمًا ÙŠÙŽØÙ’Ø°ÙŽØ±Ù Ø§Ù„Ù’Ø¢ÙŽØ®ÙØ±ÙŽØ©ÙŽ ÙˆÙŽÙŠÙŽØ±Ù’Ø¬ÙÙˆ رَØÙ’مَةَ رَبّÙÙ‡Ù Ù‚Ùلْ هَلْ يَسْتَوÙÙŠ الَّذÙينَ يَعْلَمÙونَ وَالَّذÙينَ لَا يَعْلَمÙونَ Ø¥Ùنَّمَا يَتَذَكَّر٠أÙولÙÙˆ الْأَلْبَابÙ
“(Apakah kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah: “Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran. ” (QS. Az Zumar: 9). Yang dimaksud qunut dalam ayat ini bukan hanya berdiri, namun juga disertai dengan khusu’.
Salah satu maksud ayat ini, “Apakah sama antara orang yang berdiri untuk beribadah (di waktu malam) dengan orang yang tidak demikian?!” Jawabannya, tentu saja tidak sama.
Ketiga: Shalat tahajud adalah sebaik-baik shalat sunnah.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Ø£ÙŽÙْضَل٠الصّÙيَام٠بَعْدَ شَهْر٠رَمَضَانَ Ø´ÙŽÙ‡Ù’Ø±Ù Ø§Ù„Ù„Ù‘ÙŽÙ‡Ù Ø§Ù„Ù’Ù…ÙØÙŽØ±Ù‘ÙŽÙ…Ù ÙˆÙŽØ£ÙŽÙْضَل٠الصَّلَاة٠بَعْدَ الْÙَرÙيضَة٠صَلَاة٠اللَّيْلÙ
“Sebaik-baik puasa setelah puasa Ramadhan adalah puasa pada bulan Allah –Muharram-. Sebaik-baik shalat setelah shalat wajib adalah shalat malam.”
An Nawawi –rahimahullah– mengatakan, “Ini adalah dalil dari kesepakatan ulama bahwa shalat sunnah di malam hari lebih baik dari shalat sunnah di siang hari. Ini juga adalah dalil bagi ulama Syafi’iyah (yang satu madzhab dengan kami) di antaranya Abu Ishaq Al Maruzi dan yang sepaham dengannya, bahwa shalat malam lebih baik dari shalat sunnah rawatib. Sebagian ulama Syafi’iyah yang lain berpendapat bahwa shalat sunnah rawatib lebih afdhol (lebih utama) dari shalat malam karena kemiripannya dengan shalat wajib. Namun pendapat pertama tetap lebih kuat dan sesuai dengan hadits. Wallahu a’lam.
Ibnu Rajab Al Hambali mengatakan, “Waktu tahajud di malam hari adalah sebaik-baik waktu pelaksanaan shalat sunnah. Ketika itu hamba semakin dekat dengan Rabbnya. Waktu tersebut adalah saat dibukakannya pintu langit dan terijabahinya (terkabulnya) do’a. Saat itu adalah waktu untuk mengemukakan berbagai macam hajat kepada Allah.”
‘Amr bin Al ‘Ash mengatakan, “Satu raka’at shalat sunnah di malam hari lebih baik dari 10 raka’at shalat sunnah di siang hari.” Dikeluarkan oleh Ibnu Abi Dunya.
Ibnu Rajab mengatakan, “Di sini ‘Amr bin Al ‘Ash membedakan antara shalat malam dan shalat di siang hari. Shalat malam lebih mudah dilakukan sembunyi-sembunyi dan lebih mudah mengantarkan pada keikhlasan.” Inilah sebabnya para ulama lebih menyukai shalat malam karena amalannya yang jarang diketahui orang lain.
Keempat: Shalat tahajud adalah kebiasaan orang sholih.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
عَلَيْكÙمْ بÙÙ‚Ùيَام٠اللَّيْل٠ÙÙŽØ¥ÙÙ†Ù‘ÙŽÙ‡Ù Ø¯ÙŽØ£Ù’Ø¨Ù Ø§Ù„ØµÙ‘ÙŽØ§Ù„ÙØÙيْنَ قَبْلَكÙمْ ÙˆÙŽÙ‡ÙÙˆÙŽ Ù‚ÙØ±Ù’بَةٌ Ø¥ÙÙ„ÙŽÙ‰ رَبّÙÙƒÙمْ ÙˆÙŽÙ…ÙÙƒÙŽÙÙ‘ÙØ±ÙŽØ©ÙŒ Ù„ÙÙ„Ø³Ù‘ÙŽÙŠÙ‘ÙØ¦ÙŽØ§ØªÙ وَمَنْهَاةٌ Ø¹ÙŽÙ†Ù Ø§Ù„Ø¥ÙØ«Ù’Ù…Ù
“Hendaklah kalian melaksanakan qiyamul lail (shalat malam) karena shalat malam adalah kebiasaan orang sholih sebelum kalian dan membuat kalian lebih dekat pada Allah. Shalat malam dapat menghapuskan kesalahan dan dosa. ”
Kelima: Sebaik-baik orang adalah yang melaksanakan shalat tahajud.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengatakan mengenai ‘Abdullah bin ‘Umar,
« Ù†ÙØ¹Ù’Ù…ÙŽ الرَّجÙل٠عَبْد٠اللَّه٠، لَوْ كَانَ ÙŠÙØµÙŽÙ„Ù‘ÙÙ‰ Ø¨ÙØ§Ù„لَّيْل٠» . قَالَ سَالÙÙ…ÙŒ Ùَكَانَ عَبْد٠اللَّه٠لاَ يَنَام٠مÙÙ†ÙŽ اللَّيْل٠إÙلاَّ Ù‚ÙŽÙ„Ùيلاً .
“Sebaik-baik orang adalah ‘Abdullah (maksudnya Ibnu ‘Umar) seandainya ia mau melaksanakan shalat malam.” Salim mengatakan, “Setelah dikatakan seperti ini, Abdullah bin ‘Umar tidak pernah lagi tidur di waktu malam kecuali sedikit.”
Waktu Shalat Tahajud
Shalat tahajud boleh dikerjakan di awal, pertengahan atau akhir malam. Ini semua pernah dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sebagaimana Anas bin Malik -pembantu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam– mengatakan,
مَا ÙƒÙنَّا نَشَاء٠أَنْ نَرَى رَسÙولَ اللَّه٠صَلَّى اللَّه٠عَلَيْه٠وَسَلَّمَ ÙÙÙŠ Ø§Ù„Ù„Ù‘ÙŽÙŠÙ’Ù„Ù Ù…ÙØµÙŽÙ„Ù‘Ùيًا Ø¥Ùلَّا رَأَيْنَاه٠وَلَا نَشَاء٠أَنْ نَرَاه٠نَائÙمًا Ø¥Ùلَّا رَأَيْنَاهÙ
“Tidaklah kami bangun agar ingin melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di malam hari mengerjakan shalat kecuali pasti kami melihatnya. Dan tidaklah kami bangun melihat beliau dalam keadaan tidur kecuali pasti kami melihatnya pula.”
Ibnu Hajar menjelaskan,
Ø¥Ùنَّ صَلَاته وَنَوْمه كَانَ يَخْتَلÙÙ Ø¨ÙØ§Ù„لَّيْل٠وَلَا ÙŠÙØ±ÙŽØªÙ‘ÙØ¨ وَقْتًا Ù…ÙØ¹ÙŽÙŠÙ‘َنًا بَلْ Ø¨ÙØÙŽØ³ÙŽØ¨Ù Ù…ÙŽØ§ تَيَسَّرَ لَه٠الْقÙيَام
“Sesungguhnya waktu shalat malam dan tidur yang dilakukan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berbeda-beda setiap malamnya. Beliau tidak menetapkan waktu tertentu untuk shalat. Namun beliau mengerjakannya sesuai keadaan yang mudah bagi beliau.”
Waktu Utama untuk Shalat Tahajud
Waktu utama untuk shalat malam adalah di akhir malam. Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
يَنْزÙل٠رَبّÙنَا تَبَارَكَ وَتَعَالَى ÙƒÙلَّ لَيْلَة٠إÙÙ„ÙŽÙ‰ السَّمَاء٠الدّÙنْيَا ØÙينَ يَبْقَى Ø«ÙÙ„ÙØ«Ù Ø§Ù„Ù„Ù‘ÙŽÙŠÙ’Ù„Ù Ø§Ù„Ø¢Ø®ÙØ±Ù ÙÙŽÙŠÙŽÙ‚Ùول٠مَنْ يَدْعÙونÙÙ‰ ÙَأَسْتَجÙيبَ لَه٠وَمَنْ يَسْأَلÙÙ†ÙÙ‰ ÙÙŽØ£ÙØ¹Ù’Ø·Ùيَه٠وَمَنْ يَسْتَغْÙÙØ±ÙÙ†ÙÙ‰ ÙَأَغْÙÙØ±ÙŽ Ù„ÙŽÙ‡Ù
“Rabb kami -Tabaroka wa Ta’ala- akan turun setiap malamnya ke langit dunia ketika tersisa sepertiga malam terakhir. Lalu Allah berfirman, “Siapa yang memanjatkan do’a pada-Ku, maka Aku akan mengabulkannya. Siapa yang memohon kepada-Ku, maka Aku akan memberinya. Siapa yang meminta ampun pada-Ku, Aku akan memberikan ampunan untuknya”.”
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Ø¥Ùنَّ Ø£ÙŽØÙŽØ¨Ù‘ÙŽ الصّÙيَام٠إÙÙ„ÙŽÙ‰ اللَّه٠صÙÙŠÙŽØ§Ù…Ù Ø¯ÙŽØ§ÙˆÙØ¯ÙŽ ÙˆÙŽØ£ÙŽØÙŽØ¨Ù‘ÙŽ الصَّلاَة٠إÙÙ„ÙŽÙ‰ Ø§Ù„Ù„Ù‘ÙŽÙ‡Ù ØµÙŽÙ„Ø§ÙŽØ©Ù Ø¯ÙŽØ§ÙˆÙØ¯ÙŽ Ø¹ÙŽÙ„ÙŽÙŠÙ’Ù‡Ù Ø§Ù„Ø³Ù‘ÙŽÙ„Ø§ÙŽÙ…Ù ÙƒÙŽØ§Ù†ÙŽ ÙŠÙŽÙ†ÙŽØ§Ù…Ù Ù†ÙØµÙ’ÙÙŽ اللَّيْل٠وَيَقÙوم٠ثÙÙ„ÙØ«ÙŽÙ‡Ù ÙˆÙŽÙŠÙŽÙ†ÙŽØ§Ù…Ù Ø³ÙØ¯Ùسَه٠وَكَانَ يَصÙوم٠يَوْمًا ÙˆÙŽÙŠÙÙÙ’Ø·ÙØ±Ù يَوْمًا
“Sesungguhnya puasa yang paling dicintai di sisi Allah adalah puasa Daud15 dan shalat yang dicintai Allah adalah shalatnya Nabi Daud ‘alaihis salam. Beliau biasa tidur di separuh malam dan bangun tidur pada sepertiga malam terakhir. Lalu beliau tidur kembali pada seperenam malam terakhir. Nabi Daud biasa sehari berpuasa dan keesokan harinya tidak berpuasa.”
‘Aisyah pernah ditanyakan mengenai shalat malam yang dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. ‘Aisyah menjawab,
كَانَ يَنَام٠أَوَّلَه٠وَيَقÙÙˆÙ…Ù Ø¢Ø®ÙØ±ÙŽÙ‡Ù ØŒ ÙÙŽÙŠÙØµÙŽÙ„Ù‘ÙÙ‰ Ø«Ùمَّ ÙŠÙŽØ±Ù’Ø¬ÙØ¹Ù Ø¥ÙÙ„ÙŽÙ‰ ÙÙØ±ÙŽØ§Ø´ÙÙ‡Ù ØŒ ÙÙŽØ¥ÙØ°ÙŽØ§ أَذَّنَ Ø§Ù„Ù’Ù…ÙØ¤ÙŽØ°Ù‘Ùن٠وَثَبَ ØŒ ÙÙŽØ¥Ùنْ كَانَ بÙÙ‡Ù ØÙŽØ§Ø¬ÙŽØ©ÙŒ اغْتَسَلَ ØŒ ÙˆÙŽØ¥Ùلاَّ تَوَضَّأَ وَخَرَجَ
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa tidur di awal malam, lalu beliau bangun di akhir malam. Kemudian beliau melaksanakan shalat, lalu beliau kembali lagi ke tempat tidurnya. Jika terdengar suara muadzin, barulah beliau bangun kembali. Jika memiliki hajat, beliau mandi. Dan jika tidak, beliau berwudhu lalu segera keluar (ke masjid).”
Shalat Tahajud Ketika Kondisi Sulit
Bermunajatlah pada Allah di akhir malam ketika kondisi begitu sulit.
‘Ali bin Abi Tholib pernah menceritakan,
رَأَيْتÙنَا لَيْلَةَ بَدْر٠وَمَا Ù…Ùنَّا Ø¥Ùنْسَانٌ Ø¥Ùلاَّ نَائÙÙ…ÙŒ Ø¥Ùلاَّ رَسÙولَ اللَّه٠-صلى الله عليه وسلم- ÙÙŽØ¥Ùنَّه٠كَانَ ÙŠÙØµÙŽÙ„Ù‘ÙÙ‰ Ø¥ÙÙ„ÙŽÙ‰ شَجَرَة٠وَيَدْعÙÙˆ ØÙŽØªÙ‘ÙŽÙ‰ أَصْبَØÙŽ ÙˆÙŽÙ…ÙŽØ§ كَانَ Ù…Ùنَّا ÙÙŽØ§Ø±ÙØ³ÙŒ يَوْمَ بَدْر٠غَيْرَ الْمÙقْدَاد٠بْن٠الأَسْوَدÙ
“Kami pernah memperhatikan pada malam Badar dan ketika itu semua orang pada terlelap tidur kecuali Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa sallam. Beliau melaksanakan shalat di bawah pohon. Beliau memanjatkan do’a pada Allah hingga waktu Shubuh. Dan tidak ada di antara kami tidak ada yang mahir menunggang kuda selain Al Miqdad bin Al Aswad.” Dalam riwayat lain disebutkan,
ÙŠÙØµÙŽÙ„Ù‘ÙÙ‰ وَيَبْكÙÙ‰ ØÙŽØªÙ‘ÙŽÙ‰ أَصْبَØÙŽ
“Beliau melaksanakan shalat sambil menangis hingga waktu shubuh.”
Jumlah Raka’at Shalat Tahajud yang Dianjurkan (Disunnahkan)
Jumlah raka’at shalat tahajud yang dianjurkan adalah tidak lebih dari 11 atau 13 raka’at. Dan inilah yang menjadi pilihan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
‘Aisyah mengatakan,
مَا كَانَ يَزÙيد٠ÙÙÙ‰ رَمَضَانَ وَلاَ غَيْرÙه٠عَلَى Ø¥ÙØÙ’Ø¯ÙŽÙ‰ عَشْرَةَ رَكْعَةً ØŒ ÙŠÙØµÙŽÙ„Ù‘ÙÙ‰ أَرْبَعَ رَكَعَات٠Ùَلاَ تَسْأَلْ عَنْ ØÙسْنÙÙ‡Ùنَّ ÙˆÙŽØ·ÙولÙÙ‡Ùنَّ ØŒ Ø«Ùمَّ ÙŠÙØµÙŽÙ„Ù‘ÙÙ‰ أَرْبَعًا Ùَلاَ تَسْأَلْ عَنْ ØÙسْنÙÙ‡Ùنَّ ÙˆÙŽØ·ÙولÙÙ‡Ùنَّ ØŒ Ø«Ùمَّ ÙŠÙØµÙŽÙ„Ù‘ÙÙ‰ ثَلاَثًا
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah menambah shalat malam di bulan Ramadhan dan bulan lainnya lebih dari 11 raka’at. Beliau melakukan shalat empat raka’at, maka jangan tanyakan mengenai bagus dan panjangnya. Kemudian beliau melakukan shalat empat raka’at lagi dan jangan tanyakan mengenai bagus dan panjangnya. Kemudian beliau melakukan shalat tiga raka’at.”
Ibnu ‘Abbas mengatakan,
كَانَ صَلاَة٠النَّبÙىّ٠– صلى الله عليه وسلم – ثَلاَثَ عَشْرَةَ رَكْعَةً . يَعْنÙÙ‰ Ø¨ÙØ§Ù„لَّيْلÙ
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa melaksanakan shalat malam 13 raka’at. ”
Zaid bin Kholid Al Juhani mengatakan,
لأَرْمÙقَنَّ صَلاَةَ رَسÙول٠اللَّه٠-صلى الله عليه وسلم- اللَّيْلَةَ Ùَصَلَّى. رَكْعَتَيْن٠خَÙÙÙŠÙَتَيْن٠ثÙمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْن٠طَوÙيلَتَيْن٠طَوÙيلَتَيْن٠طَوÙيلَتَيْن٠ثÙمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْن٠وَهÙمَا دÙونَ اللَّتَيْن٠قَبْلَهÙمَا Ø«Ùمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْن٠وَهÙمَا دÙونَ اللَّتَيْن٠قَبْلَهÙمَا Ø«Ùمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْن٠وَهÙمَا دÙونَ اللَّتَيْن٠قَبْلَهÙمَا Ø«Ùمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْن٠وَهÙمَا دÙونَ اللَّتَيْن٠قَبْلَهÙمَا Ø«Ùمَّ أَوْتَرَ ÙَذَلÙÙƒÙŽ ثَلاَثَ عَشْرَةَ رَكْعَةً.
“Aku pernah memperhatikan shalat malam yang dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau pun melaksanakan 2 raka’at ringan. Kemudian setelah itu beliau laksanakan 2 raka’at yang panjang-panjang. Kemudian beliau lakukan shalat 2 raka’at yang lebih ringan dari sebelumnya. Kemudian beliau lakukan shalat 2 raka’at lagi yang lebih ringan dari sebelumnya. Beliau pun lakukan shalat 2 raka’at yang lebih ringan dari sebelumnya. Kemudian beliau lakukan shalat 2 raka’at lagi yang lebih ringan dari sebelumnya. Lalu terakhir beliau berwitir sehingga jadilah beliau laksanakan shalat malam ketika itu 13 raka’at.” Ini berarti Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melaksanakan witir dengan 1 raka’at.
Dari sini menunjukkan bahwa disunnahkan sebelum shalat malam, dibuka dengan 2 raka’at ringan terlebih dahulu. ‘Aisyah mengatakan,
كَانَ رَسÙول٠اللَّه٠-صلى الله عليه وسلم- Ø¥ÙØ°ÙŽØ§ قَامَ Ù…ÙÙ†ÙŽ اللَّيْل٠لÙÙŠÙØµÙŽÙ„Ù‘ÙÙ‰ÙŽ اÙْتَتَØÙŽ ØµÙŽÙ„Ø§ÙŽØªÙŽÙ‡Ù Ø¨ÙØ±ÙŽÙƒÙ’عَتَيْن٠خَÙÙÙŠÙَتَيْنÙ.
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam jika hendak melaksanakan shalat malam, beliau buka terlebih dahulu dengan melaksanakan shalat dua rak’at yang ringan.”
Bolehkah Menambahkan Raka’at Shalat Malam Lebih Dari 11 Raka’at?
Al Qodhi ‘Iyadh mengatakan,
وَلَا Ø®Ùلَا٠أَنَّه٠لَيْسَ ÙÙÙŠ ذَلÙÙƒÙŽ ØÙŽØ¯Ù‘ لَا ÙŠÙØ²ÙŽØ§Ø¯ عَلَيْه٠وَلَا ÙŠÙŽÙ†Ù’Ù‚ÙØµ Ù…Ùنْه٠، وَأَنَّ صَلَاة اللَّيْل Ù…Ùنْ الطَّاعَات الَّتÙÙŠ ÙƒÙلَّمَا زَادَ ÙÙيهَا زَادَ الْأَجْر ØŒ ÙˆÙŽØ¥Ùنَّمَا الْخÙلَا٠ÙÙÙŠ ÙÙØ¹Ù’Ù„ النَّبÙيّ صَلَّى اللَّه عَلَيْه٠وَسَلَّمَ وَمَا Ø§ÙØ®Ù’تَارَه٠لÙÙ†ÙŽÙْسÙÙ‡Ù
“Tidak ada khilaf bahwa tidak ada batasan jumlah raka’at dalam shalat malam, tidak mengapa ditambah atau dikurang. Alasannya, shalat malam adalah bagian dari ketaatan yang apabila seseorang menambah jumlah raka’atnya maka bertambah pula pahalanya. Jika dilakukan seperti ini, maka itu hanya menyelisihi perbuatan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menyelisihi pilihan yang beliau pilih untuk dirinya sendiri.”
Ibnu ‘Abdil Barr mengatakan,
Ùلا خلا٠بين المسلمين أن صلاة الليل ليس Ùيها ØØ¯ Ù…ØØ¯ÙˆØ¯ وأنها ناÙلة ÙˆÙØ¹Ù„ خير وعمل بر Ùمن شاء استقل ومن شاء استكثر
“Tidak ada khilaf di antara kaum muslimin bahwa shalat malam tidak ada batasan raka’atnya. Shalat malam adalah shalat nafilah (shalat sunnah) dan termasuk amalan kebaikan. Seseorang boleh semaunya mengerjakan dengan jumlah raka’at yang sedikit atau pun banyak.”
Adapun dalil yang menunjukkan bolehnya menambah lebih dari 11 raka’at, di antaranya:
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya mengenai shalat malam, beliau menjawab,
صَلاَة٠اللَّيْل٠مَثْنَى مَثْنَى ØŒ ÙÙŽØ¥ÙØ°ÙŽØ§ خَشÙÙ‰ÙŽ Ø£ÙŽØÙŽØ¯ÙÙƒÙÙ…Ù Ø§Ù„ØµÙ‘ÙØ¨Ù’ØÙŽ ØµÙŽÙ„Ù‘ÙŽÙ‰ رَكْعَةً وَاØÙدَةً ØŒ تÙÙˆØªÙØ±Ù لَه٠مَا قَدْ صَلَّى
“Shalat malam itu dua raka’at-dua raka’at. Jika salah seorang di antara kalian takut masuk waktu shubuh, maka kerjakanlah satu raka’at. Dengan itu berarti kalian menutup shalat tadi dengan witir.” Padahal ini dalam konteks pertanyaan. Seandainya shalat malam itu ada batasannya, tentu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam akan menjelaskannya.
Lalu bagaimana dengan hadits ‘Aisyah,
مَا كَانَ يَزÙيد٠ÙÙÙ‰ رَمَضَانَ وَلاَ غَيْرÙه٠عَلَى Ø¥ÙØÙ’Ø¯ÙŽÙ‰ عَشْرَةَ رَكْعَةً
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah menambah shalat malam di bulan Ramadhan dan bulan lainnya lebih dari 11 raka’at. ”
Jawabannya adalah sebagai berikut:
Jika ingin mengikuti sunnah (ajaran) Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka mestinya mencocoki beliau dalam jumlah raka’at shalat juga dengan tata cara shalatnya.
Sedangkan shalat yang paling bagus, kata Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah,
Ø£ÙŽÙْضَل٠الصَّلاَة٠طÙول٠الْقÙÙ†Ùوت
“Shalat yang paling baik adalah yang paling lama berdirinya.”
Namun sekarang yang melakukan 11 raka’at demi mencontoh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak melakukan lama seperti beliau. Padahal jika kita ingin mencontoh jumlah raka’at yang dilakukan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam seharusnya juga lama shalatnya pun sama.
Sekarang pertanyaannya, manakah yang lebih utama melakukan shalat malam 11 raka’at dalam waktu 1 jam ataukah shalat malam 23 raka’at yang dilakukan dalam waktu dua jam atau tiga jam?
Yang satu mendekati perbuatan Nabi shallalahu ‘alaihi wa sallam dari segi jumlah raka’at. Namun yang satu mendekati ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dari segi lamanya. Manakah di antara kedua cara ini yang lebih baik?
Jawabannya, tentu yang kedua yaitu yang shalatnya lebih lama dengan raka’at yang lebih banyak. Alasannya, karena pujian Allah terhadap orang yang waktu malamnya digunakan untuk shalat malam dan sedikit tidurnya. Allah Ta’ala berfirman,
كَانÙوا Ù‚ÙŽÙ„Ùيلًا Ù…ÙÙ†ÙŽ اللَّيْل٠مَا يَهْجَعÙونَ
“Di dunia mereka sedikit sekali tidur diwaktu malam.” (QS. Adz Dzariyat: 17)
ÙˆÙŽÙ…ÙÙ†ÙŽ اللَّيْل٠ÙÙŽØ§Ø³Ù’Ø¬ÙØ¯Ù’ Ù„ÙŽÙ‡Ù ÙˆÙŽØ³ÙŽØ¨Ù‘ÙØÙ’Ù‡Ù Ù„ÙŽÙŠÙ’Ù„Ù‹Ø§ Ø·ÙŽÙˆÙيلًا
“Dan pada sebagian dari malam, maka sujudlah kepada-Nya dan bertasbihlah kepada-Nya pada bagian yang panjang dimalam hari.” (QS. Al Insan: 26)
Oleh karena itu, para ulama ada yang melakukan shalat malam hanya dengan 11 raka’at namun dengan raka’at yang panjang. Ada pula yang melakukannya dengan 20 raka’at atau 36 raka’at. Ada pula yang kurang atau lebih dari itu. Mereka di sini bukan bermaksud menyelisihi ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Namun yang mereka inginkan adalah mengikuti maksud Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yaitu dengan mengerjakan shalat malam dengan thulul qunut (berdiri yang lama).
Sampai-sampai sebagian ulama memiliki perkataan yang bagus, “Barangsiapa yang ingin memperlama berdiri dan membaca surat dalam shalat malam, maka ia boleh mengerjakannya dengan raka’at yang sedikit. Namun jika ia ingin tidak terlalu berdiri dan membaca surat, hendaklah ia menambah raka’atnya.”
Mengapa ulama ini bisa mengatakan demikian? Karena yang jadi patokan adalah lama berdiri di hadapan Allah ketika shalat malam. -Demikianlah faedah yang kami dapatkan dari penjelasan Syaikh Musthofa Al ‘Adawi dalam At Tarsyid–
Qodho’ bagi yang Luput dari Shalat Tahajud karena Udzur
Bagi yang luput dari shalat tahajud karena udzur seperti ketiduran atau sakit, maka ia boleh mengqodho’nya di siang hari sebelum Zhuhur.
‘Aisyah mengatakan,
أَنَّ رَسÙولَ اللَّه٠-صلى الله عليه وسلم- كَانَ Ø¥ÙØ°ÙŽØ§ Ùَاتَتْه٠الصَّلاَة٠مÙÙ†ÙŽ اللَّيْل٠مÙنْ وَجَع٠أَوْ غَيْرÙه٠صَلَّى Ù…ÙÙ†ÙŽ النَّهَار٠ثÙنْتَىْ عَشْرَةَ رَكْعَةً.
“Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, jika beliau luput dari shalat malam karena tidur atau udzur lainnya, beliau mengqodho’nya di siang hari dengan mengerjakan 12 raka’at.”
‘Umar bin Khottob mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ نَامَ عَنْ ØÙزْبÙه٠أَوْ عَنْ شَىْء٠مÙنْه٠Ùَقَرَأَه٠ÙÙيمَا بَيْنَ صَلاَة٠الْÙَجْر٠وَصَلاَة٠الظّÙÙ‡Ù’Ø±Ù ÙƒÙØªÙبَ لَه٠كَأَنَّمَا قَرَأَه٠مÙÙ†ÙŽ اللَّيْلÙ
“Barangsiapa yang tertidur dari penjagaannya atau dari yang lainnya, lalu ia membaca apa yang biasa ia baca di shalat malam antara shalat shubuh dan shalat zhuhur, maka ia dicatat seperti membacanya di malam hari.”
sumber : https://rumaysho.com/762-panduan-shalat-tahajud.html