Gambar Tidak Tersedia

Idul Adha

Idul Adha pada setiap tanggal 10 Dzulhijjah juga dikenal dengan sebuatan “Hari Raya Haji”, dimana kaum muslimin yang sedang menunaikan haji yang utama, yaitu wukuf di Arafah. Mereka semua memakai pakaian serba putih dan tidak berjahit, yang di sebut pakaian ihram, melambangkan persamaan akidah dan pandangan hidup, mempunyai tatanan nilai yaitu nilai persamaan dalam segala segi bidang kehidupan. Tidak dapat dibedakan antara mereka, semuanya merasa sederajat. Sama-sama mendekatkan diri kepada Allah Yang Maha Perkasa, sambil bersama-sama membaca kalimat talbiyah.

Disamping Idul Adha dinamakan hari raya haji, juga dinamakan “Idul Qurban”, karena pada hari itu Allah memberi kesempatan kepada kita untuk lebih mendekatkan diri kepada-Nya. Bagi umat muslim yang belum mampu mengerjakan perjalanan haji, maka ia diberi kesempatan untuk berkurban, yaitu dengan menyembelih hewan qurban sebagai simbol ketakwaan dan kecintaan kita kepada Allah SWT.

Jika kita menengok sisi historis dari perayaan Idul Adha ini, maka pikiran kita akan teringat kisah teladan Nabi Ibrahim, yaitu ketika Beliau diperintahkan oleh Allah SWT untuk menempatkan istrinya Hajar bersama Nabi Ismail putranya, yang saat itu masih menyusu. Mereka ditempatkan disuatu lembah yang tandus, gersang, tidak tumbuh sebatang pohon pun. Lembah itu demikian sunyi dan sepi tidak ada penghuni seorangpun. Nabi Ibrahim sendiri tidak tahu, apa maksud sebenarnya dari wahyu Allah yang menyuruh menempatkan istri dan putranya yang masih bayi itu, ditempatkan di suatu tempat paling asing, di sebelah utara kurang lebih 1600 KM dari negaranya sendiri palestina. Tapi baik Nabi Ibrahim, maupin istrinya Siti Hajar, menerima perintah itu dengan ikhlas dan penuh tawakkal.

Karena pentingnya peristiwa tersebut. Allah mengabadikannya dalam Al-Qur’an: 

ر�?�?ب�?�?�?�?ا إِ�?�?ِ�? أ�?س�?�?�?�?تُ �?ِ�? ذُر�?ِ�?�?�?تِ�? بِ�?�?ادٍ غ�?�?�?رِ ذِ�? ز�?ر�?عٍ عِ�?د�? ب�?�?�?تِ�?�? ا�?�?�?ُح�?ر�?�?�?ِ ر�?ب�?�?�?�?ا �?ِ�?ُ�?ِ�?�?ُ�?ا�? ا�?ص�?�?�?ا�?ة�? ف�?اج�?ع�?�?�? أ�?ف�?ئِد�?ة�? �?�?ِ�?�? ا�?�?�?�?اسِ ت�?�?�?�?ِ�? إِ�?�?�?�?�?ِ�?�? �?�?ار�?زُ�?�?�?ُ�? �?�?ِ�?�? ا�?ث�?�?�?�?ر�?اتِ �?�?ع�?�?�?�?�?ُ�?�? �?�?ش�?�?ُرُ�?�?�?

Artinya: Ya Tuhan kami sesunggunnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di suatu lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumahmu (Baitullah) yang dimuliakan. Ya Tuhan kami (sedemikian itu) agar mereka mendirikan shalat. Maka jadikanlah gati sebagia manusia cenderung kepada mereka dan berizkilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur. (QS Ibrahim: 37)

Seperti yang diceritakan oleh Ibnu Abbas bahwa tatkala Siti Hajar kehabisan air minum hingga tidak biasa menyusui nabi Ismail, beliau mencari air kian kemari sambil lari-lari kecil (Sa’i) antara bukit Sofa dan Marwah sebanyak 7 kali. Tiba-tiba Allah mengutus malaikat jibril membuat mata air Zam Zam. Siti Hajar dan Nabi Ismail memperoleh sumber kehidupan.

Lembah yang dulunya gersang itu, mempunyai persediaan air yang melimpah-limpah. Datanglah manusia dari berbagai pelosok terutama para pedagang ke tempat siti hajar dan nabi ismail, untuk membeli air. Datang rejeki dari berbagai penjuru, dan makmurlah tempat sekitarnya. Akhirnya lembah itu hingga saat ini terkenal dengan kota mekkah, sebuah kota yang aman dan makmur, berkat do’a Nabi Ibrahim dan berkat kecakapan seorang ibu dalam mengelola kota dan masyarakat. Kota mekkah yang aman dan makmur dilukiskan oleh Allah kepada Nabi Muhammad dalam Al-Qur’an:

�?�?إِذ�? �?�?ا�?�? إِب�?ر�?ا�?ِ�?�?ُ ر�?ب�?ِ اج�?ع�?�?�? �?�?�?�?ذ�?ا ب�?�?�?دا�? آ�?ِ�?ا�? �?�?ار�?زُ�?�? أ�?�?�?�?�?�?ُ �?ِ�?�? ا�?ث�?�?�?�?ر�?اتِ �?�?�?�? آ�?�?�?�? �?ِ�?�?�?ُ�? بِا�?�?�?�?ِ �?�?ا�?�?�?�?�?�?�?ِ ا�?آخِرِ

Artinya: Dan ingatlah ketika Ibrahim berdo’a: “Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini, sebagai negeri yang aman sentosa dan berikanlah rizki dari buah-buahan kepada penduduknya yang beriman diantara mereka kepada Allah dan hari kiamat.” (QS Al-Baqarah: 126)

Dari ayat tersebut, kita memperoleh bukti yang jelas bahwa kota Makkah hingga saat ini memiliki kemakmuran yang melimpah. Jamaah haji dari seluruh penjuru dunia, memperoleh fasilitas yang cukup, selama melakukan ibadah haji maupun umrah.

Hal itu membuktikan tingkat kemakmuran modern, dalam tata pemerintahan dan ekonomi, serta kaemanan hukum, sebagai faktor utama kemakmuran rakyat yang mengagumkan. Yang semua itu menjadi dalil, bahwa do’a Nabi Ibrahim dikabulkan Allah SWT. Semua kemakmuran tidak hanya dinikmati oleh orang islam saja. Orang-orang yang tidak beragama Islam pun ikut menikmati.

Allah SWT berfirman:

�?�?ا�?�? �?�?�?�?�? �?�?ف�?ر�? ف�?أُ�?�?ت�?ِعُ�?ُ �?�?�?ِ�?�?ا�? ثُ�?�?�? أ�?ض�?ط�?ر�?ُ�?ُ إِ�?�?�? ع�?ذ�?ابِ ا�?�?�?�?ارِ �?�?بِئ�?س�? ا�?�?�?�?صِ�?رُ

Artinya: Allah berfirman: “Dan kepada orang kafirpun, aku beri kesenangan sementara, kemudian aku paksa ia menjalani siksa neraka. Dan itulah seburuk buruk tempat kembali.” (QS. Al-Baqarah: 126)

Idul Adha dinamai juga “Idul Nahr” artinya hari raya penyembelihan. Hal ini untuk memperingati ujian paling berat yang menimpa Nabi Ibrahim. Akibat dari kesabaran dan ketabahan Ibrahim dalam menghadapi berbagai ujian dan cobaan, Allah memberinya sebuah anugerah, sebuah kehormatan “Khalilullah” (kekasih Allah).

Setelah gelar Al-khalil disandangnya, Malaikat bertanya kepada Allah: “Ya Tuhanku, mengapa Engkau menjadikan Ibrahim sebagai kekasihmu. Padahal ia disibukkan oleh urusan kekayaannya dan keluarganya?” Allah berfirman: “Jangan menilai hambaku Ibrahim ini dengan ukuran lahiriyah, tengoklah isi hatinya dan amal baktinya!”

Sebagai realisasi dari firmannya ini, Allah SWT mengizinkan pada para malaikat menguji keimanan serta ketaqwaan Nabi Ibrahim. Ternyata, kekayaan dan keluarganya dan tidak membuatnya lalai dalam taatnya kepada Allah.

Dalam kitab “Misykatul Anwar” disebutkan bahwa konon, Nabi Ibrahim memiliki kekayaan 1000 ekor domba, 300 lembu, dan 100 ekor unta. Riwayat lain mengatakan, kekayaan Nabi Ibrahim mencapai 12.000 ekor ternak. Suatu jumlah yang menurut orang di zamannya adalah tergolong milliuner. Ketika pada suatu hari, Ibrahim ditanya oleh seseorang “milik siapa ternak sebanyak ini?” maka dijawabnya: “Kepunyaan Allah, tapi kini masih milikku. Sewaktu-waktu bila Allah menghendaki, aku serahkan semuanya. Jangankan cuma ternak, bila Allah meminta anak kesayanganku Ismail, niscaya akan aku serahkan juga.”

Ibnu Katsir dalam tafsir Al-Qur’anul ‘adzim mengemukakan bahwa, pernyataan Nabi Ibrahim yang akan mengorbankan anaknya jika dikehendaki oleh Allah itulah yang kemudian dijadikan bahan ujian, yaitu Allah menguji iman dan taqwa Nabi Ibrahim melalui mimpinya yang haq, agar ia mengorbankan putranya yang kala itu masih berusia 7 tahun. Anak yang elok rupawan, sehat lagi cekatan ini, supaya dikorbankan dan disembelih dengan menggunakan tangannya sendiri. Sungguh sangat mengerikan! Peristiwa spektakuler itu dinyatakan dalam Al-Qur’an:

�?�?ا�?�? �?�?ا بُ�?�?�?�?�? إِ�?�?ِ�? أ�?ر�?�? فِ�? ا�?�?�?�?�?�?ا�?ِ أ�?�?�?ِ�? أ�?ذ�?ب�?حُ�?�? ف�?ا�?ظُر�? �?�?اذ�?ا ت�?ر�?�? �?�?ا�?�? �?�?ا أ�?ب�?تِ اف�?ع�?�?�? �?�?ا تُؤ�?�?�?رُ س�?ت�?جِدُ�?ِ�? إِ�? ش�?اء ا�?�?�?�?�?ُ �?ِ�?�? ا�?ص�?�?ابِرِ�?�?�?

Artinya: Ibrahim berkata : “Hai anakkku sesungguhnay aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu “maka fikirkanlah apa pendapatmu? Ismail menjawab: Wahai bapakku kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu. InsyaAllah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar.” (QS Aa-saffat: 102)

Ketika keduanya siap untuk melaksanakan perintah Allah, datanglah setan sambil berkata, “Ibrahim, kamu orang tua macam apa kata orang nanti, anak saja disembelih?” “Apa kata orang nanti?” “Apa tidak malu? Tega sekali, anak satu-satunya disembeli!” “Coba lihat, anaknya lincah seperti itu!” “Anaknya pintar lagi, enak dipandang, anaknya patuh seperti itu kok dipotong!” “Tidak punya lagi nanti setelah itu, tidak punya lagi yang seperti itu! Belum tentu nanti ada lagi seperti dia.” Nabi Ibrahim sudah mempunya tekat. Ia mengambil batu lalu mengucapkan, “Bismillahi Allahu akbar.” Batu itu dilempar. Akhirnya seluruh jamaah haji sekarang mengikuti apa yang dulu dilakukan oleh Nabi Ibrahim ini di dalam mengusir setan dengan melempar batu sambil mengatakan, “Bismillahi Allahu akbar”. Dan hal ini kemudian menjadi salah satu rangkaian ibadah haji yakni melempar jumrah.

Ketika sang ayah belum juga mengayunkan pisau di leher putranya. Ismail mengira ayahnya ragu, seraya ia melepaskan tali pengikat tali dan tangannya, agar tidak muncul suatu kesan atau image dalam sejarah bahwa sang anak menurut untuk dibaringkan karena dipaksa ia meminta ayahnya mengayunkan pisau sambil berpaling, supaya tidak melihat wajahnya.

Nabi Ibrahim memantapkan niatnya. Nabi Ismail pasrah bulat-bulat, seperti ayahnya yang telah tawakkal. Sedetik setelah pisau nyaris digerakkan, tiba-tiba Allah berseru dengan firmannya, menyuruh menghentikan perbuatannya tidak usah diteruskan pengorbanan terhadap anaknya. Allah telah meridloi kedua ayah dan anak memasrahkan tawakkal mereka. Sebagai imbalan keikhlasan mereka, Allah mencukupkan dengan penyembelihan seekor kambing sebagai korban, sebagaimana diterangkan dalam Al-Qur’an surat As-Saffat ayat 107-110:

�?�?ف�?د�?�?�?�?�?ا�?ُ بِذِب�?حٍ ع�?ظِ�?�?ٍ

“Dan kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.”

�?�?ت�?ر�?�?�?�?�?ا ع�?�?�?�?�?�?ِ فِ�? ا�?�?آخِرِ�?�?�?

“Kami abadikan untuk Ibrahim (pujian yang baik) dikalangan orang-orang yang datang kemudian.”

س�?�?�?ا�?�? ع�?�?�?�? إِب�?ر�?ا�?ِ�?�?�?

“Yaitu kesejahteraan semoga dilimpahkan kepada Nabi Ibrahim.”

�?�?ذ�?�?ِ�?�? �?�?ج�?زِ�? ا�?�?�?ُح�?سِ�?ِ�?�?�?

“Demikianlah kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.”

Menyaksikan tragedi penyembelihan yang tidak ada bandingannya dalam sejarah umat manusia itu, Malaikat Jibril kagum, seraya terlontar darinya suatu ungkapan “Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar.” Nabi Ibrahim menjawab “Laailaha illahu Allahu Akbar.” Yang kemudian dismbung oleh Nabi Ismail “Allahu Akbar Walillahil Hamdu.’

Pengorbanan Nabi Ibrahim AS yang paling besar dalam sejarah umat umat manusia itu membuat Ibrahim menjadi seorang Nabi dan Rasul yang besar, dan mempunyai arti besar. Peristiwa yang dialami Nabi Ibrahim bersama Nabi Ismail diatas, bagi kita harus dimaknai sebagai pesan simbolik agama, yang mengandung pembelajaran paling tidak pada tiga hal;

Pertama, ketakwaan. Pengertian taqwa terkait dengan ketaatan seorang hamba pada Sang Khalik dalam menjalankan perintah dan menjauhi larangan Nya. Koridor agama (Islam) mengemas kehidupan secara harmoni seperti halnya kehidupan dunia-akherat. Bahwa mereaih kehidupan baik (hasanah) di akhierat kelak perlu melalui kehidupan di dunia yang merupakan ladang untuk memperbanyak kebajikan dan memohon ridho Nya agar tercapai kehidupan dunia dan akherat yang hasanah. Sehingga kehidupan di dunia tidak terpisah dari upaya meraih kehidupan hasanah di akherat nanti. Tingkat ketakwaan seseorang dengan demikian dapat diukur dari kepeduliannya terhadap sesamanya. Contoh seorang wakil rakyat yang memiliki tingkat ketakwaan yang tinggi tentu tidak akan memanfaatkan wewenang yang dimiliki untuk memperkaya dirinya sendiri bahkan orang seperti ini akan merasa malu jika kehiudpannya lebih mewah dari pada rakyat yang diwakilinya. Kesiapsediaan Ibrahim untuk menyembelih anak kesayangannya atas perintah Allah menandakan tingginya tingkat ketakwaan Nabi Ibrahim, sehingga tidak terjerumus dalam kehidupan hedonis sesaat yang sesat. Lalu dengan kuasa Allah ternyata yang disembelih bukan Ismail melainkan domba. Peristiwa ini pun mencerminkan Islam sangat menghargai nyawa dan kehidupan manusia, Islam menjunjung tinggi peradaban manusia.

Kedua, hubungan antar manusia. Ibadah-ibadah umat Islam yang diperintahkan Tuhan senantiasa mengandung dua aspek tak terpisahkan yakni kaitannya dengan hubungan kepada Allah (hablumminnalah) dan hubungan dengan sesama manusia atau hablumminannas. Ajaran Islam sangat memerhatikan solidaritas sosial dan mengejawantahkan sikap kepekaan sosialnya melalui media ritual tersebut. Saat kita berpuasa tentu merasakan bagaimana susahnya hidup seorang dhua’afa yang memenuhi kebutuhan poangannya sehari-hari saja sulit. Lalu dengan menyembelih hewan kurban dan membagikannya kepada kaum tak berpunya itu merupakan salah satu bentuk kepedualian sosial seoarng muslim kepada sesamanya yang tidak mampu. Kehidupan saling tolong menolong dan gotong royong dalam kebaikan merupakan ciri khas ajaran Islam. Hikmah yang dapat dipetik dalam konteks ini adalah seorang Muslim diingatkan untuk siap sedia berkurban demi kebahagiaan orang lain khususnya mereka yang kurang beruntung, waspada atas godaan dunia agar tidak terjerembab perilaku tidak terpuji seperti keserakahan, mementingkan diri sendiri, dan kelalaian dalam beribadah kepada sang Pencipta.

Ketiga, peningkatan kualitas diri. Hikmah ketiga dari ritual keagaamaan ini adalah memperkukuh empati, kesadaran diri, pengendalian dan pengelolaan diri yang merupakan cikal bakal akhlak terpuji seorang Muslim. Akhlak terpuji dicontohkan Nabi seperti membantu sesama manusia dalam kebaikan, kebajikan, memuliakan tamu, mementingkani orang lain (altruism) dan senantiasa sigap dalam menjalankan segala perintah agama dan menjauhi hal-hal yang dilarang. Dalam Al Quran disebutkan bahwa Nabi Muhammad memiliki akhlak yang agung (QS Al-Qalam: 4). Dalam Islam kedudukan akhlak sangat penting merupakan “buah” dari pohon Islam berakarkan akidah dan berdaun syari”ah. Segala aktivitas manusia tidak terlepas dari sikap yang melahirkan perbuatan dan tingkah laku manusia. Sebaliknya, akhlak tercela dipastikan berasal dari orang yang bermasalah dalam keimanan merupakan manisfestasi dari sifat-sifat syetan dan iblis.
Dari sejarahnya itu, maka lahirlah kota Makkah dan Ka’bah sebagai kiblat umat Islam seluruh dunia, dengan air zam-zam yang tidak pernah kering, sejak ribuan tahunan yang silam, sekalipun tiap harinya dikuras berjuta liter, sebagai tonggak jasa seorang wanita yang paling sabar dan tabah yaitu Siti Hajar dan putranya Nabi Ismail.

Hikmah yang dapat diambil dari pelaksanaan shalat Idul Adha, bahwa hakikat manusia adalah sama. Yang membedakan hanyalah taqwanya. Dan bagi yang menunaikan ibadah haji, pada waktu wukuf di Arafah memberi gambaran bahwa kelak manusia akan dikumpulkan dipadang mahsyar untuk dimintai pertanggung jawaban. (Baca juga: Membumikan Spritualitas Haji dan Qurban)

Suumber/Source : http://shofighter.blogspot.com/2013/10/sejarah-dan-makna-idul-adha.html

Gambar Tidak Tersedia

10 hari pertama bulan Dzulhijjah

Diriwayatkan oleh Al-Bukhari, rahimahullah, dari Ibnu ‘Abbas Radhiyallahu ‘anhuma bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : Tidak ada hari dimana amal shalih pada saat itu lebih dicintai oleh Allah daripada hari-hari ini, yaitu : Sepuluh hari dari bulan Dzulhijjah. Mereka bertanya : Ya Rasulullah, tidak juga jihad fi sabilillah ?. Beliau menjawab : Tidak juga jihad fi sabilillah, kecuali orang yang keluar (berjihad) dengan jiwa dan hartanya, kemudian tidak kembali dengan sesuatu apapun”.

�?ر�?�? ا�?إ�?ا�? أح�?د رح�?�? ا�?�?�? ع�? اب�? ع�?ر رض�? ا�?�?�? ع�?�?�?ا ع�? ا�?�?ب�? ص�?�? ا�?�?�? ع�?�?�? �?س�?�? �?ا�? : �?ا �?�? أ�?ا�? أعظ�? �?�?ا احب إ�?�? ا�?�?�? ا�?ع�?�? ف�?�?�? �?�? �?ذ�? ا�?أ�?ا�? ا�?عشر فأ�?ثر�?ا ف�?�?�? �?�? ا�?ت�?�?�?�? �?ا�?ت�?ب�?ر �?ا�?تح�?�?د

�?ر�?�? اب�? حبا�? رح�?�? ا�?�?�? ف�? صح�?ح�? ع�? جابر رض�? ا�?�?�? ع�?�? ع�? ا�?�?ب�? ص�?�? ا�?�?�? ع�?�?�? �?س�?�? �?ا�?: أفض�? ا�?أ�?ا�? �?�?�? عرفة.

“Imam Ahmad, rahimahullah, meriwayatkan dari Umar Radhiyallahu ‘anhuma, bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : Tidak ada hari yang paling agung dan amat dicintai Allah untuk berbuat kebajikan di dalamnya daripada sepuluh hari (Dzulhijjah) ini. Maka perbanyaklah pada saat itu tahlil, takbir dan tahmid”.

MACAM-MACAM AMALAN YANG DISYARIATKAN

1. Melaksanakan Ibadah Haji Dan Umrah
Amal ini adalah amal yang paling utama, berdasarkan berbagai hadits shahih yang menunjukkan keutamaannya, antara lain : sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:

ا�?ع�?رة إ�?�? ا�?ع�?رة �?فارة �?�?ا ب�?�?�?�?ا �?ا�?حج ا�?�?بر�?ر �?�?س �?�? جزاء إ�?ا ا�?ج�?ة

“Dari umrah ke umrah adalah tebusan (dosa-dosa yang dikerjakan) di antara keduanya, dan haji yang mabrur balasannya tiada lain adalah Surga”.

2. Berpuasa Selama Hari-Hari Tersebut, Atau Pada Sebagiannya, Terutama Pada Hari Arafah.
Tidak disangsikan lagi bahwa puasa adalah jenis amalan yang paling utama, dan yang dipilih Allah untuk diri-Nya. Disebutkan dalam hadist Qudsi :

ا�?ص�?�? �?�? �?أ�?ا أجز�? ب�? �? ا�?�? تر�? ش�?�?ت�? �?طعا�?�? �?شراب�? �?�? أج�?�?

“Puasa ini adalah untuk-Ku, dan Aku lah yang akan membalasnya. Sungguh dia telah meninggalkan syahwat, makanan dan minumannya semata-mata karena Aku”.

Diriwayatkan dari Abu Said Al-Khudri, Radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

�?ا �?�? عبد �?ص�?�? �?�?�?ا�? ف�? سب�?�? ا�?�?�? �? إ�?ا باعد ا�?�?�? بذ�?�? ا�?�?�?�? �?ج�?�? ع�? ا�?�?ار سبع�?�? خر�?ف

“Tidaklah seorang hamba berpuasa sehari di jalan Allah melainkan Allah pasti menjauhkan dirinya dengan puasanya itu dari api neraka selama tujuh puluh tahun”. [Hadits Muttafaqun ‘Alaih].

Diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abu Qatadah rahimahullah bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

ص�?ا�? �?�?�? عرفة أحتسب ع�?�? ا�?�?�? أ�? �?�?فر ا�?س�?ة ا�?ت�? �?ب�?�? �?ا�?ت�? بعد�? .

“Berpuasa pada hari Arafah karena mengharap pahala dari Allah melebur dosa-dosa setahun sebelum dan sesudahnya”.

3. Takbir Dan Dzikir Pada Hari-Hari Tersebut.
Sebagaimana firman Allah Ta’ala.

�?�?�?�?ذ�?�?ُرُ�?ا اس�?�?�? ا�?�?�?�?�?ِ فِ�? أ�?�?�?�?ا�?ٍ �?�?ع�?�?ُ�?�?�?اتٍ

“…. dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari-hari yang telah ditentukan …”. [al-Hajj/22 : 28].

Para ahli tafsir menafsirkannya dengan sepuluh hari dari bulan Dzulhijjah. Karena itu, para ulama menganjurkan untuk memperbanyak dzikir pada hari-hari tersebut, berdasarkan hadits dari Ibnu Umar Radhiyallahu ‘anhuma.

فأ�?ثر�?ا ف�?�?�? �?�? ا�?ت�?�?�?�? �?ا�?ت�?ب�?ر �?ا�?تح�?�?د

“Maka perbanyaklah pada hari-hari itu tahlil, takbir dan tahmid”. [Hadits Riwayat Ahmad].

Imam Bukhari rahimahullah menuturkan bahwa Ibnu Umar dan Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhuma keluar ke pasar pada sepuluh hari tersebut seraya mengumandangkan takbir lalu orang-orangpun mengikuti takbirnya. Dan Ishaq, Rahimahullah, meriwayatkan dari fuqaha’, tabiin bahwa pada hari-hari ini mengucapkan :

ا�?�?�? أ�?بر ا�?�?�? أ�?بر �?ا إ�?�? إ�?ا ا�?�?�? �?ا�?�?�? أ�?بر �?�?�?�? ا�?ح�?د

Allahu Akbar, Allahu Akbar, Laa Ilaha Ilallah, wa-Allahu Akbar, Allahu Akbar wa Lillahil Hamdu

“Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, Tidak ada Ilah (Sembahan) Yang Haq selain Allah. Dan Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, segala puji hanya bagi Allah”.

Dianjurkan untuk mengeraskan suara dalam bertakbir ketika berada di pasar, rumah, jalan, masjid dan lain-lainnya. Sebagaimana firman Allah.

�?�?�?ِتُ�?�?ب�?ِرُ�?ا ا�?�?�?�?�?�? ع�?�?�?�? �?�?ا �?�?د�?ا�?ُ�?�?

“Dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu …”. [al-Baqarah/2 : 185].

Tidak dibolehkan mengumandangkan takbir bersama-sama, yaitu dengan berkumpul pada suatu majlis dan mengucapkannya dengan satu suara (koor). Hal ini tidak pernah dilakukan oleh para Salaf. Yang menurut sunnah adalah masing-masing orang bertakbir sendiri-sendiri. Ini berlaku pada semua dzikir dan do’a, kecuali karena tidak mengerti sehingga ia harus belajar dengan mengikuti orang lain.

Dan diperbolehkan berdzikir dengan yang mudah-mudah. Seperti : takbir, tasbih dan do’a-do’a lainnya yang disyariatkan.

4. Taubat Serta Meninggalkan Segala Maksiat Dan Dosa.
Sehingga akan mendapatkan ampunan dan rahmat. Maksiat adalah penyebab terjauhkan dan terusirnya hamba dari Allah, dan keta’atan adalah penyebab dekat dan cinta kasih Allah kepadanya.

Disebutkan dalam hadits dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

ا�? ا�?�?�? �?غار �?غ�?رة ا�?�?�? أ�? �?أت�? ا�?�?رء �?ا حر�? ا�?�?�? ع�?�?

“Sesungguhnya Allah itu cemburu, dan kecemburuan Allah itu manakala seorang hamba melakukan apa yang diharamkan Allah terhadapnya” [Hadits Muttafaqun ‘Alaihi].

5. Banyak Beramal Shalih.
Berupa ibadah sunat seperti : shalat, sedekah, jihad, membaca Al-Qur’an, amar ma’ruf nahi munkar dan lain sebagainya. Sebab amalan-amalan tersebut pada hari itu dilipat gandakan pahalanya. Bahkan amal ibadah yang tidak utama bila dilakukan pada hari itu akan menjadi lebih utama dan dicintai Allah daripada amal ibadah pada hari lainnya meskipun merupakan amal ibadah yang utama, sekalipun jihad yang merupakan amal ibadah yang amat utama, kecuali jihad orang yang tidak kembali dengan harta dan jiwanya.

6. Disyariatkan Pada Hari-Hari Itu Takbir Muthlaq
Yaitu pada setiap saat, siang ataupun malam sampai shalat Ied. Dan disyariatkan pula takbir muqayyad, yaitu yang dilakukan setiap selesai shalat fardhu yang dilaksanakan dengan berjama’ah ; bagi selain jama’ah haji dimulai dari sejak Fajar Hari Arafah dan bagi Jama’ah Haji dimulai sejak Dzhuhur hari raya Qurban terus berlangsung hingga shalat Ashar pada hari Tasyriq.

7. Berkurban Pada Hari Raya Qurban Dan Hari-Hari Tasyriq.
Hal ini adalah sunnah Nabi Ibrahim ‘Alaihissalam, yakni ketika Allah Ta’ala menebus putranya dengan sembelihan yang agung. Diriwayatkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

�?�?د ثبت أ�? ا�?�?ب�? ص�?�? ا�?�?�? ع�?�?�? �?س�?�? ضح�? ب�?بش�?�? أ�?�?ح�?�? أ�?ر�?�?�? ذبح�?�?ا ب�?د�? �?س�?�? �?�?ب�?ر �?�?ضع رج�?�? ع�?�? صفاح�?�?ا

“Berkurban dengan menyembelih dua ekor domba jantan berwarna putih dan bertanduk. Beliau sendiri yang menyembelihnya dengan menyebut nama Allah dan bertakbir, serta meletakkan kaki beliau di sisi tubuh domba itu”. [Muttafaqun ‘Alaihi].

8. Dilarang Mencabut Atau Memotong Rambut Dan Kuku Bagi Orang Yang Hendak Berkurban.
Diriwayatkan oleh Muslim dan lainnya, dari Ummu Salamah Radhiyallhu ‘anha bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.

إذا رأ�?ت�? �?�?ا�? ذ�? ا�?حجة �?أراد أحد�?�? أ�? �?ض�?ح�? ف�?�?�?س�? ع�? شعر�? �?أظفار�?

“Jika kamu melihat hilal bulan Dzul Hijjah dan salah seorang di antara kamu ingin berkurban, maka hendaklah ia menahan diri dari (memotong) rambut dan kukunya”.

Dalam riwayat lain :

ف�?ا �?أخذ �?�? شعر�? �?�?ا �?�? أظفار�? حت�? �?ضح�?

“Maka janganlah ia mengambil sesuatu dari rambut atau kukunya sehingga ia berkurban”.

Hal ini, mungkin, untuk menyerupai orang yang menunaikan ibadah haji yang menuntun hewan kurbannya. Firman Allah.

�?�?�?ا ت�?ح�?�?ِ�?ُ�?ا رُءُ�?س�?�?ُ�?�? ح�?ت�?�?�? �?�?ب�?�?ُغ�? ا�?�?�?�?د�?�?ُ �?�?حِ�?�?�?�?

“….. dan jangan kamu mencukur (rambut) kepalamu, sebelum kurban sampai di tempat penyembelihan…”. [al-Baqarah/2 : 196].

Larangan ini, menurut zhahirnya, hanya dikhususkan bagi orang yang berkurban saja, tidak termasuk istri dan anak-anaknya, kecuali jika masing-masing dari mereka berkurban. Dan diperbolehkan membasahi rambut serta menggosoknya, meskipun terdapat beberapa rambutnya yang rontok.

9. Melaksanakan Shalat Iedul Adha Dan Mendengarkan Khutbahnya.
Setiap muslim hendaknya memahami hikmah disyariatkannya hari raya ini. Hari ini adalah hari bersyukur dan beramal kebajikan. Maka janganlah dijadikan sebagai hari keangkuhan dan kesombongan ; janganlah dijadikan kesempatan bermaksiat dan bergelimang dalam kemungkaran seperti ; nyanyi-nyanyian, main judi, mabuk-mabukan dan sejenisnya. Hal mana akan menyebabkan terhapusnya amal kebajikan yang dilakukan selama sepuluh hari.

10. Selain Hal-Hal Yang Telah Disebutkan Diatas.
Hendaknya setiap muslim dan muslimah mengisi hari-hari ini dengan melakukan ketaatan, dzikir dan syukur kepada Allah, melaksanakan segala kewajiban dan menjauhi segala larangan ; memanfaatkan kesempatan ini dan berusaha memperoleh kemurahan Allah agar mendapat ridha-Nya.

Semoga Allah melimpahkan taufik-Nya dan menunjuki kita kepada jalan yang lurus. Dan shalawat serta salam semoga tetap tercurah kepada Nabi Muhammad, kepada keluarga dan para sahabatnya.



Read more https://almanhaj.or.id/2888-keutamaan-10-hari-pertama-bulan-dzulhijjah-dan-amalan-yang-disyariatkan.html

Gambar Tidak Tersedia

Keberkahan bulan Dzulhijjah

“Ketahuilah bahwasanya di hari-hari tahunmu ada pemberian-pemberian dari Allah, maka hadanglah (sambutlah) pemberian-pemberian tersebut (dengan melakukan amal kebaikan).”

Allah Ta’ala telah menganugerahkan kepada kita musim-musim yang penuh dengan rahmat agar kita bisa memperbanyak amalan-amalan saleh di dalamnya. Hal tersebut sebagai bonus bagi kita sebagai umat Nabi Muhammad yang berumur lebih muda dan lebih pendek jika di bandingkan dengan umur umat-umat sebelumnya.

Umur merupakan modal utama bagi manusia dalam menjalankan ibadah. Ketika umur telah habis maka selesai pula waktu untuk beribadah dalam rangka mengumpulkan bekal yang dipergunakan dalam perjalanan panjang yang tiada akhir yaitu kehidupan akhirat.

Salah satu diantara musim-musim tersebut adalah bahwa dalam satu tahun ada dua bulan (musim) yang didalam bulan tersebut amalan-amalan shaleh yang kita kerjakan lebih utama dibandingkan pada bulan-bulan lainnya, yaitu 10 hari pertama di bulan Dzulhijjah.

Ayat-ayat Al Qur’an dan Hadits-hadits Nabi SAW banyak sekali yang menjelaskan tentang keutamaan amal ibadah yanh dikerjakan pada 10 hari pertama di bulan Dzulhijjah, antara lain Allah Ta’ala berfirman yang artinya:

“Demi fajar dam demi malam yang sepuluh.”

Dikatakan oleh Imam Ibnu Katsir malam sepuluh adalah 10 hari pertama dari bulan Dzulhijjah.

“Supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan atas rezki yang Allah telah berikan kepada mereka berupa binatang ternak. Maka makanlah sebagian dari padanya dan (sebahagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara dan fakir.” (Al-Hajj: 28)

Kedua ayat diatas dengan sangat jelas menerangkan keistimewaan 10 hari pertama pada bulan Dzulhijjah. Dan Nabi Muhammad SAW juga telah menjelaskan dalam sabdanya yang artinya:

Di riwayatkan oleh imam bukhori dari Ibn Abbas RA bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda: “Tidak ada hari yang mana amalan shaleh di dalamnya lebih dicintai oleh Allah SWT daripada 10 hari pertama di bulan Dzulhijjah. Lalu sahabat bertanya, walaupun jihad di sabilillah? Rasul Allah SAW menjawab, walaupun berperang di jalan Allah kecuali orang yang keluar berperang dengan (mengorbankan) dirinya dan hartanya kemudian tidak kembali sama sekali (meninggal).”

Dan masih banyak lagi ayat-ayat Al-Qur’an maupun Hadits-Hadits Nabi SAW yang menjelaskan tentang keutamaan 10 hari pertama di bulan Dzulhijjah. Para Ulama mengatakan bahwasanya paling mulianya hari dalam satu tahun adalah 10 hari pertama dari bulan Dzulhijjah dan paling mulianya malam dalam satu tahun adalah 10 malam terakhir dari bulan Ramadhan.

Ulama mengatakan, “Barangsiapa memuliakan atau menghidupkan 10 hari pertama dari bulan Dzulhijjah dengan amalan-amalan ibadah maka Allah Ta’ala akan memberinya 10 keistimewaan, yaitu:

– Allah memberikan berkah pada umurnya;
– Allah menambah rizqinya;
– Allah menjaga diri dan keluarganya;
– Allah mengampuni dosa-dosanya;
– Allah melipatgandakan pahalanya;
– Di mudahkan keluarnya nyawa ketika dalam keadaan sakaratul maut; – Allah menerangi kehidupannya;
– Di beratkan timbangan kebajikannya;
– Terselamatkan dari semua kesusahannya;
– Di tinggikan derajatnya di sisi Allah Ta’ala.

Oleh karena itulah, bila kita mau menggunakan akal sehat untuk berfikir, alangkah rugi bila kita melewatkan saat-saat tersebut. Andaikan seorang pedagang pada 10 hari tersebut tokonya ramai dipenuhi pembeli, kemudian dia tidak akan menutup tokonya hingga larut malam bahkan akan menambah barang dagangannya dengan asumsi keuntungan yang besar di depan mata, padahal hal itu hanyalah keuntungan duniayang bernilai sangat kecil, bagaimana jika keuntungan yang akan di peroleh jauh amat besar yang dijanjikan oleh Dzat Yang Maha Besar, akankah kita lepaskan begitu saja?

Bisa kita bayangkan jika umur kita di beri keberkahan oleh Allah Ta’ala maka kehidupan kita sehari-hari akan di penuhi dengan amalan-amalan shaleh yang mempunyai nilai pahala besar, tidak berlalu satu waktu terkecuali terisi dengan proses pendekatan kepada Allah. Mata, telinga, mulut dan semua anggota tubuh kita berjalan dalam jalur ridha Allah. Semua hal tersebut karena keberkahan umur dan masih banyak lagi cerita-cerita tentang Salaf kita yang mana mereka telah mendapatkan karunia yang sangat besar yaitu barakah pada umurnya.

Dari mereka ada yang mengkhatamkan Al-Qur’an dalam waktu satu hari 8 khataman (4 di siang hari dan 4 di malam hari). Ini hanya satu uraian keistimewaan yang di peroleh bagi siapa yang menggunakan atau memaksimalkan waktu dan musim-musimnya untuk ibadah, padahal masih terdapat sembilan keistimewaan yang lain, renungkanlah !

Adapun amalan-amalan shaleh yang sangat di anjurkan oleh ulama untuk kita kerjakan pada 10 hari pertama pada bulan Dzulhijjah sangat banyak sekali di antaranya adalah shalat, puasa terutama puasa Tarwiyah dan Arafah serta banyak dzikir kepada Allah SWT.

Maka marilah wahai saudara-saudaraku, kita bersama-sama dengan penuh semangat untuk mengisi waktu-waktu kita dengan amalan-amalan shaleh yang telah di contohkan oleh pendahulu kita, Kaum Shalihin, orang yang sukses dalam kehidupan dunia dan akhiratnya dengan sebab menjalani perintah-perintah Allah SWT dan Rasul-Nya.

Sumber: Majalah Cahaya Nabawiy, No 67 Dzulhijjah 1429 H / Desember 2008 M

Gambar Tidak Tersedia

Inilah yg menjadi awal bulan Dzulhijjah menjadi mulia

Tidak terasa saat ini kita sudah berada di hari kedua bulan Dzulhijjah. Artinya, kita sedang menjalani hari-hari yang memiliki keutamaan di sisi Allah Ta’ala. Amal ibadah pada hari itu lebih dicintai Allah Ta’ala daripada ibadah para hari yang lain. Ada banyak rahasia mengapa hari-hari di awal bulan Dzulhijjah tampak begitu agung dalam penilaian Allah,  di antara alasannya adalah:

Pertama: Allah Ta’ala bersumpah menggunakan sepuluh hari bulan dzulhijjah. sebagaimana diketahui, tidaklah Allah bersumpah dengan sesuatu melainkan karena agungnya makhluk atau waktu tersebut. Firman-Nya:

�?�?ا�?�?ف�?ج�?رِ* �?�?�?�?�?�?ا�?ٍ ع�?ش�?رٍ

“Demi fajar, dan malam yang sepuluh,” (QS. Al-fajr: 2)

Makna sepuluh di sini, sebagaimana yang disepakati ahli tafsir, adalah sepuluh hari awal bulan dzulhijjah.

Kedua: Di dalamnya ada hari yang disebut dengan ayyam ma’lumat (hari yang telah ditentukan) padda hari itu Allah Ta’ala perintahkan kita untuk memperbanyak dzikir kepada-Nya.

�?�?�?�?ذ�?�?ُرُ�?ا اس�?�?�? ا�?�?�?�?�?ِ فِ�? أ�?�?�?�?ا�?ٍ �?�?ع�?�?ُ�?�?�?ا

“Supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan (ayyam ma’lumat),” (QS. Al-Hajj: 28)

Ibnu Abbas berkata, makna ayyam ma’lumat adalah sepuluh hari awal bulan dzulhijjah.

Ketiga: Tidak seperti hari-hari yang lain, pada awal bulan Dzulhijjah Allah Ta’ala kumpulkan semua bentuk ibadah di dalamnya. Shalat, zakat mal bagi yang sudah mencapai nishab dan haul, puasa bagi siapa saja yang ingin menambahkan amalan sunnahnya atau jamaah haji yang wajib membayar dam (denda) atau al-hadyu tapi tidak memperoleh hewan sesembelihan. Di hari-hari itu Allah Ta’ala juga memerintahkan syariat haji, talbiah dan doa. Semua itu menujukkan keagungan awal bulan Dzulhijjah.

Keempat: Pada bulan ini terdapat juga hari Arafah, yaitu hari ke-sembilan bulan Dzulhijjah. Hari Arafah ini adalah hari pengampunan dosa dan dibebaskan dari neraka. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,“Tidak ada hari yang Allah lebih banyak membebaskan hambaNya dari neraka selain hari Arafah. Sesungguhnya (pada hari itu) Allah mendekat dan membanggakan mereka kepada para malaikat, seraya berfirman, ‘Apa yang diinginkan mereka.” (HR. Muslim, no. 1348)

Kelima: Di dalamnya ada hari nahr  (penyembelihan), yaitu hari kesepuluh bulan dzulhijjah. Ia merupakan hari yang paling mulia dibandingkan hari-hari yang lain. Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

أ�?ف�?ض�?�?ُ أ�?�?�?�?ا�?ِ ا�?د�?ُ�?�?�?�?ا أ�?�?�?ا�?ُ ا�?ع�?ش�?رِ

Hari-hari dunia yang paling utama adalah 10 hari pertama bulan Dzulhijjah,” (HR. Al-Bazzar)

Pada hari nahr ini terkumpul sejumlah manasik haji yang paling agung pula; lempar jumrah, mencukur rambut, menyembelih al-hadyu, Thawaf dan Sa’i, shalat ‘id dan menyembelih udhiyah.

Keenam: Pada hari-hari itu umat Islam dari seluruh penjuru dunia bersatu di baitullah melantunkan lafadh talbiah kepada Allah, labbaikallahumma labbaik (Aku penuhi panggilan-Mu, wahai Rabbku)

Ketujuh: Amal ibadah pada hari-hari itu lebih dicintai Allah dari pada hari-hari yang lain. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

�?�?ا �?ِ�?�? ع�?�?�?�?ٍ أ�?ز�?�?�?�? عِ�?�?د�? ا�?�?�?ِ ع�?ز�?�? �?�?ج�?�?�?�? �?�?�?ا�? أ�?ع�?ظ�?�?ُ أ�?ج�?ر�?ا �?ِ�?�? خ�?�?�?رٍ �?�?ع�?�?�?�?�?�?ُ فِ�? ع�?ش�?رِ ا�?أ�?ض�?ح�?�?

“Tidak ada amalan yang lebih suci di sisi Allah Azza wa Jalla dan lebih agung  pahalanya dari pada kebaikan yang dikerjakan pada 10 hari bulan qurban,” (HR. Al-Bukhari)

Kedelapan: Siapa saja yang beramal pada hari-hari itu pahalanya sama seperti pahala mujahidin. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:

�?�?ا �?ِ�?�? أ�?�?�?�?ا�?ٍ ا�?�?ع�?�?�?�?ُ ا�?ص�?�?ا�?ِحُ فِ�?�?�?�?ا أ�?ح�?ب�?ُ إِ�?�?�? ا�?�?�?ِ �?ِ�?�? �?�?ذِ�?ِ ا�?�?أ�?�?�?�?ا�?ِ �?�?ع�?�?�?ِ أ�?�?�?�?ا�?�? ا�?�?ع�?ش�?رِ �?�?ا�?ُ�?�?ا: �?�?ار�?سُ�?�?�?�? ا�?�?�?ِ �?�?�?�?ا ا�?�?جِ�?�?ادُ فِ�?�? س�?بِ�?�?�?ِ ا�?�?�?ِ �? �?�?ا�?�?: �?�?�?�?ا ا�?�?جِ�?�?ادُ فِ�?�? س�?بِ�?�?�?ِ ا�?�?�?ِ إِ�?ا�?�? ر�?جُ�?�? خ�?ر�?ج�? بِ�?�?ف�?سِ�?ِ �?�?�?�?ا�?ِ�?ِ ثُ�?�?�? �?�?�?�? �?�?ر�?جِع�? �?ِ�?�? ذ�?�?ِ�?�? بِش�?�?�?ءٍ

Tiada hari yang lebih di cintai Allah ta’ala untuk berbuat suatu amalan yang baik dari pada hari-hari ini yaitu sepuluh hari Dzul Hijjah, para sahabat bertanya,” wahai Rasulullah, tidak pula dengan jihad fii sabilillah? Rasulullah menjawab,” tidak, tidak pula jihad fii sabilillah, kecuali jika ia keluar dengan jiwa dan hartanya, kemudian ia tak kembali lagi.”  (HR. Bukhari)

Kesembilan:  layaknya bulan Ramadhan, Awal bulan ini menjadi kesempatan besar bagi kita untuk bertaubat kepada Allah. Bertaubat pada awal bulan tersebut merupakan momen yang tepat untuk mendapatkan ampunan dan rahmat Allah Ta’ala. Memperbanyak amal dan menyempurnakan amalan yang luput di bulan Ramadhan. Kadar cinta yang Allah berikan kepada hamba-Nya bisa terlihat dari seberapa besar peluang amal dibukakan baginya.

Kesepuluh: Para salaf mengagungkan hari-hari ini sebagaimana mengagungkan bulan amadhan. Abu Utsman al-Hindi berkata, “Bahwa para salaf mengagungkan sepuluh hari itu ada tiga, yaitu; sepuluh hari akhir Bulan Ramadhan, sepuluh hari awal Bulan Dzulhijjah dan sepuluh hari awal Bulan Muharram.” (Ibnu Rajab, Lathaif Al-Ma’arif, hal; 35)

Dalam sebuah riwayat yang dituliskan oleh Al-Baihaqi menyebutkan bahwa Anas bin Malik berkata, “Sehari di awal bulan dzulhijjah menyamai seribu hari, dan hari arafah itu meyamai sepuluh ribu hari.”

Itulah hari-hari yang diagungkan Allah Ta’ala. Maka ketika disebut paling agung dibandingkan hari-hari yang lain, itu bermakna bahwa shalat sunnah pada hari-hari itu memiliki nilai lebih dibandingkan shalat sunnah di hari yang lain. Demikian juga dengan amalan sunnah lainnya, seperti tilawah al-Quran, dzikir, puasa sunnah, sedekah dan sebagainya.

Demikian beberapa rahasia mengapa sepuluh hari di awal bulan Dzulhijjah menjadi begitu mulia. Allah tidak mengaruniakan kemampuan untuk beramal kecuali hanya kepada hamba yang dicintai-Nya saja. Maknanya, jika kita ingin mengukur apakah Allah Cinta kepada kita, maka lihat saja apakah kita dimudahkan beramal pada hari-hari tersebut atau tidak? Seberapa besar peluang kita untuk beramal maka sebesar itu pula kadar cinta yang Allah berikan kepada kita.

Sumber: Saaid.net

Gambar Tidak Tersedia

Amalan selama bulan Dzulhijjah

Adapun keutamaan beramal di sepuluh hari pertama Dzulhijah diterangkan dalam hadits Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma berikut,

« �?�?ا �?ِ�?�? أ�?�?�?�?ا�?ٍ ا�?�?ع�?�?�?�?ُ ا�?ص�?�?ا�?ِحُ فِ�?�?�?ا أ�?ح�?ب�?ُ إِ�?�?�? ا�?�?�?�?�?ِ �?ِ�?�? �?�?ذِ�?ِ ا�?أ�?�?�?�?ا�?ِ ». �?�?ع�?�?ِ�? أ�?�?�?�?ا�?�? ا�?�?ع�?ش�?رِ. �?�?ا�?ُ�?ا �?�?ا ر�?سُ�?�?�? ا�?�?�?�?�?ِ �?�?�?ا�? ا�?�?جِ�?�?ادُ فِ�? س�?بِ�?�?ِ ا�?�?�?�?�?ِ �?�?ا�?�? « �?�?�?ا�? ا�?�?جِ�?�?ادُ فِ�? س�?بِ�?�?ِ ا�?�?�?�?�?ِ إِ�?ا�?�? ر�?جُ�?�? خ�?ر�?ج�? بِ�?�?ف�?سِ�?ِ �?�?�?�?ا�?ِ�?ِ ف�?�?�?�?�? �?�?ر�?جِع�? �?ِ�?�? ذ�?�?ِ�?�? بِش�?�?�?ءٍ ».

Tidak ada satu amal sholeh yang lebih dicintai oleh Allah melebihi amal sholeh yang dilakukan pada hari-hari ini (yaitu 10 hari pertama bulan Dzul Hijjah).” Para sahabat bertanya: “Tidak pula jihad di jalan Allah?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Tidak pula jihad di jalan Allah, kecuali orang yang berangkat jihad dengan jiwa dan hartanya namun tidak ada yang kembali satupun.

Dalil lain yang menunjukkan keutamaan 10 hari pertama Dzulhijah adalah firman Allah Ta’ala,

�?�?�?�?�?�?ا�?ٍ ع�?ش�?رٍ

Dan demi malam yang sepuluh.” (QS. Al Fajr: 2). Di sini Allah menggunakan kalimat sumpah. Ini menunjukkan keutamaan sesuatu yang disebutkan dalam sumpah. Makna ayat ini, ada empat tafsiran dari para ulama yaitu: sepuluh hari pertama bulan Dzulhijah, sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan, sepuluh hari pertama bulan Ramadhan dan sepuluh hari pertama bulan Muharram. Malam (lail) kadang juga digunakan untuk menyebut hari (yaum), sehingga ayat tersebut bisa dimaknakan sepuluh hari Dzulhijah.Ibnu Rajab Al Hambali mengatakan bahwa tafsiran yang menyebut sepuluh hari Dzulhijah, itulah yang lebih tepat. Pendapat ini dipilih oleh mayoritas pakar tafsir dari para salaf dan selain mereka, juga menjadi pendapat Ibnu ‘Abbas.

Lantas manakah yang lebih utama, apakah 10 hari pertama Dzulhijah ataukah 10 malam terakhir bulan Ramadhan?

Ibnul Qayyim rahimahullah dalam Zaadul Ma’ad memberikan penjelasan yang bagus tentang masalah ini. Beliau rahimahullah berkata, “Sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan lebih utama dari sepuluh malam pertama dari bulan Dzulhijjah. Dan sepuluh hari pertama Dzulhijah lebih utama dari sepuluh hari terakhir Ramadhan. Dari penjelasan keutamaan seperti ini, hilanglah kerancuan yang ada. Jelaslah bahwa sepuluh hari terakhir Ramadhan lebih utama ditinjau dari malamnya. Sedangkan sepuluh hari pertama Dzulhijah lebih utama ditinjau dari hari (siangnya) karena di dalamnya terdapat hari nahr (qurban), hari ‘Arofah dan terdapat hari tarwiyah (8 Dzulhijjah).”

Sebagian ulama mengatakan bahwa amalan pada setiap hari di awal Dzulhijah sama dengan amalan satu tahun. Bahkan ada yang mengatakan sama dengan 1000 hari, sedangkan hari Arofah sama dengan 10.000 hari. Keutamaan ini semua berlandaskan pada riwayat fadho’il yang lemah (dho’if). Namun hal ini tetap menunjukkan keutamaan beramal pada awal Dzulhijah berdasarkan hadits shohih seperti hadits Ibnu ‘Abbas yang disebutkan di atas. Mujahid mengatakan, “Amalan di sepuluh hari pada awal bulan Dzulhijah akan dilipatgandakan.”

6 Amalan Utama di Awal Dzulhijah

Ada 6 amalan yang kami akan jelaskan dengan singkat berikut ini.

Pertama: Puasa

Disunnahkan untuk memperbanyak puasa dari tanggal 1 hingga 9 Dzulhijah karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mendorong kita untuk beramal sholeh ketika itu dan puasa adalah sebaik-baiknya amalan sholeh.

Dari Hunaidah bin Kholid, dari istrinya, beberapa istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan,

ع�?�?�? ب�?ع�?ضِ أ�?ز�?�?�?اجِ ا�?�?�?�?بِ�?�?ِ -ص�?�? ا�?�?�? ع�?�?�? �?س�?�?- �?�?ا�?�?ت�? �?�?ا�?�? ر�?سُ�?�?ُ ا�?�?�?�?�?ِ -ص�?�? ا�?�?�? ع�?�?�? �?س�?�?- �?�?صُ�?�?ُ تِس�?ع�? ذِ�? ا�?�?حِج�?�?ةِ �?�?�?�?�?�?�?�? ع�?اشُ�?ر�?اء�? �?�?ث�?�?ا�?ث�?ة�? أ�?�?�?�?ا�?ٍ �?ِ�?�? �?ُ�?�?ِ ش�?�?�?رٍ أ�?�?�?�?�?�? اث�?�?�?�?�?�?ِ �?ِ�?�? ا�?ش�?�?�?�?رِ �?�?ا�?�?خ�?�?ِ�?س�?.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berpuasa pada sembilan hari awal Dzulhijah, pada hari ‘Asyura’ (10 Muharram), berpuasa tiga hari setiap bulannya, …”

Di antara sahabat yang mempraktekkan puasa selama sembilan hari awal Dzulhijah adalah Ibnu ‘Umar. Ulama lain seperti Al Hasan Al Bashri, Ibnu Sirin dan Qotadah juga menyebutkan keutamaan berpuasa pada hari-hari tersebut. Inilah yang menjadi pendapat mayoritas ulama.

Kedua: Takbir dan Dzikir

Yang termasuk amalan sholeh juga adalah bertakbir, bertahlil, bertasbih, bertahmid, beristighfar, dan memperbanyak do’a. Disunnahkan untuk mengangkat (mengeraskan) suara ketika bertakbir di pasar, jalan-jalan, masjid dan tempat-tempat lainnya.

Imam Bukhari rahimahullah menyebutkan,

�?�?�?�?ا�?�? اب�?�?ُ ع�?ب�?�?اسٍ �?�?اذ�?�?ُرُ�?ا ا�?�?�?�?�?�? فِ�? أ�?�?�?�?ا�?ٍ �?�?ع�?�?ُ�?�?�?اتٍ أ�?�?�?�?ا�?ُ ا�?�?ع�?ش�?رِ �? �?�?ا�?أ�?�?�?�?ا�?ُ ا�?�?�?�?ع�?دُ�?د�?اتُ أ�?�?�?�?ا�?ُ ا�?ت�?�?ش�?رِ�?�?ِ . �?�?�?�?ا�?�? اب�?�?ُ عُ�?�?ر�? �?�?أ�?بُ�? �?ُر�?�?�?ر�?ة�? �?�?خ�?رُج�?ا�?ِ إِ�?�?�? ا�?س�?ُ�?�?ِ فِ�? أ�?�?�?�?ا�?ِ ا�?�?ع�?ش�?رِ �?ُ�?�?ب�?ِر�?ا�?ِ �? �?�?�?ُ�?�?ب�?ِرُ ا�?�?�?�?اسُ بِت�?�?�?بِ�?رِ�?ِ�?�?ا . �?�?�?�?ب�?�?ر�? �?ُح�?�?�?�?دُ ب�?�?ُ ع�?�?ِ�?�?ٍ خ�?�?�?ف�? ا�?�?�?�?افِ�?�?ةِ .

Ibnu ‘Abbas berkata, “Berdzikirlah kalian pada Allah di hari-hari yang ditentukan yaitu 10  hari pertama Dzulhijah dan juga pada hari-hari tasyriq.” Ibnu ‘Umar dan Abu Hurairah pernah keluar ke pasar pada sepuluh hari pertama Dzulhijah, lalu mereka bertakbir, lantas manusia pun ikut bertakbir. Muhammad bin ‘Ali pun bertakbir setelah shalat sunnah.
 Catatan:

Perlu diketahui bahwa takbir itu ada dua macam, yaitu takbir muthlaq (tanpa dikaitkan dengan waktu tertentu) dan takbir muqoyyad (dikaitkan dengan waktu tertentu).

Takbir yang dimaksudkan dalam penjelasan di atas adalah sifatnya muthlaq, artinya tidak dikaitkan pada waktu dan tempat tertentu. Jadi boleh dilakukan di pasar, masjid, dan saat berjalan. Takbir tersebut dilakukan dengan mengeraskan suara khusus bagi laki-laki.

Sedangkan ada juga takbir yang sifatnya muqoyyad, artinya dikaitkan dengan waktu tertentu yaitu dilakukan setelah shalat wajib berjama’ah.

Takbir muqoyyad bagi orang yang tidak berhaji dilakukan mulai dari shalat Shubuh pada hari ‘Arofah (9 Dzulhijah) hingga waktu ‘Ashar pada hari tasyriq yang terakhir. Adapun bagi orang yang berhaji dimulai dari shalat Zhuhur hari Nahr (10 Dzulhijah) hingga hari tasyriq yang terakhir.

Cara bertakbir adalah dengan ucapan: Allahu Akbar, Allahu Akbar, Laa ilaha illallah, Wallahu Akbar, Allahu Akbar, Walillahil Hamd.

Ketiga: Menunaikan Haji dan Umroh

Yang paling afdhol ditunaikan di sepuluh hari pertama Dzulhijah adalah menunaikan haji ke Baitullah. Silakan baca tentang keutamaan amalan ini di sini.

Keempat: Memperbanyak Amalan Sholeh

Sebagaimana keutamaan hadits Ibnu ‘Abbas yang kami sebutkan di awal tulisan, dari situ menunjukkan dianjurkannya memperbanyak amalan sunnah seperti shalat, sedekah, membaca Al Qur’an, dan beramar ma’ruf nahi mungkar.

Kelima: Berqurban

Di hari Nahr (10 Dzulhijah) dan hari tasyriq disunnahkan untuk berqurban sebagaimana ini adalah ajaran Nabi Ibrahim ‘alaihis salam. Silakan baca tentang keutamaan qurban di sini.

Keenam: Bertaubat

Termasuk yang ditekankan pula di awal Dzulhijah adalah bertaubat dari berbagai dosa dan maksiat serta meninggalkan tindak zholim terhadap sesama. Silakan baca tentang taubat di sini.

Intinya, keutamaan sepuluh hari awal Dzulhijah berlaku untuk amalan apa saja, tidak terbatas pada amalan tertentu, sehingga amalan tersebut bisa shalat, sedekah, membaca Al Qur’an, dan amalan sholih lainnya.

Sudah seharusnya setiap muslim menyibukkan diri di hari tersebut (sepuluh hari pertama Dzulhijah) dengan melakukan ketaatan pada Allah, dengan melakukan amalan wajib, dan menjauhi larangan Allah.



Sumber : https://rumaysho.com/1372-6-amalan-utama-di-awal-dzulhijah.html

Gambar Tidak Tersedia

Antara Hutang dan Qurban, mana dahulu ?

Sebagian ulama menganjurkan untuk berkurban, meskipun harus melaksanakannya dengan berutang. Di antaranya adalah Imam Abu Hatim sebagaimana dinukil oleh Ibn Katsir dari Sufyan At Tsauri (Tafsir Ibn Katsir, surat Al Hajj:36) Demikian pula Imam Ahmad dalam masalah aqiqah. Beliau menyarankan agar orang yang tidak memiliki biaya aqiqah agar berhutang dalam rangka menghidupkan sunnah aqiqah di hari ketujuh setelah kelahiran. Sufyan At Tsauri rahimahullah mengatakan: Dulu Abu Hatim pernah ber-utang untuk membeli unta kurban. Beliau ditanya: �??Kamu berutang untuk beli unta kurban?�?� beliau menjawab: �??Saya mendengar Allah berfirman yang artinya, 'kamu memperoleh kebaikan yang banyak' (pada unta-unta qurban tersebut)." (QS: Al Hajj:36).�?� Namun sebagian ulama lain menyarankan untuk mendahulukan pelunasan utang dari pada berkurban. Berkurban atau Bayar Utang, Mana yang Utama? Di antaranya adalah Syaikh Ibn Utsaimin. Syaikh Ibn Utsaimin mengatakan: �??Jika orang punya utang maka selayaknya mendahulukan pelunasan utang dari pada berkurban.�?� Bahkan Beliau pernah ditanya tentang hukum orang yang tidak jadi kurban karena uangnya diserahkan kepada temannya yang sedang terlilit utang, dan beliau jawab: �??Jika dihadapkan dua permasalahan antara berkurban atau melunaskan utang orang faqir maka lebih utama melunasi utang, lebih-lebih jika orang yang sedang terlilit hutang tersebut adalah kerabat dekat.�?� Namun pernyataan-pernyataan ulama di atas tidaklah saling bertentangan. Karena perbedaan ini didasari oleh perbedaan dalam memandang keadaan orang yang berutang. Sikap ulama yang menyarankan untuk berutang ketika kurban dipahami untuk kasus orang yang keadaanya mudah dalam melunasi utang atau kasus utang yang jatuh temponya masih panjang. Sedangkan anjuran sebagian ulama untuk mendahulukan pelunasan utang daripada kurban, adalah untuk kasus orang yang kesulitan melunasi utang atau utang yang menuntut segera dilunasi. Berkurban Secara Urunan Terdapat satu tradisi di lembaga pendidikan di Indonesia, ketika Idul Adha tiba, sebagian sekolah menggalakkan kegiatan latihan kurban bagi siswa. Masing-masing siswa dibebani iuran sejumlah uang tertentu. Hasilnya digunakan untuk membeli kambing atau sapi, sesuai dengan cukupnya uang. Perlu dipahami bahwa kurban adalah salah satu ibadah dalam Islam yang memiliki aturan tertentu sebagaimana yang digariskan oleh syari�??at. Keluar dari aturan ini maka tidak bisa dinilai sebagai ibadah kurban alias kurbannya tidak sah. Di antara aturan tersebut adalah masalah pembiayaan. Sebagaimana dipahami, biaya pengadaan untuk seekor kambing hanya boleh diambilkan dari satu orang. Sedangkan pembelian seekor sapi, pembayarannya bisa ditanggung oleh 7 orang. Oleh karena itu kasus tradisi �??kurban�?? dengan urunan seperti di atas tidak dapat dinilai sebagai kurban.
Gambar Tidak Tersedia

Kisah Nabi Ibrahim Menyembelih Ismail

Dan Ibrahim berkata: “Sesungguhnya aku pergi menghadap kepada Rabbku, dan Dia akan memberi petunjuk kepadaku. Ya Rabbku, anugerahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang shalih. Maka Kami beri dia kabar gembira dengan seorang anak yang amat sabar. Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu?” Ia menjawab: “Wahai ayahku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar. Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya di atas pelipisnya, (nyatalah kesabaran keduanya). Dan Kami memanggilnya: “Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu, sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar. Kami abadikan untuk Ibrahim itu (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang kemudian, (yaitu) “Kesejahteraan dilimpahkan atas Ibrahim.” Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ia termasuk hamba-hamba Kami yang beriman.” (QS. Ash-Shaaffaat: 99-111)

 

Tafsiran Ayat Secara Global

Yang dibicarakan dalam ayat ini adalah Nabi Isma’il ‘alaihis salam, putera dari Nabi Ibrahim ‘alaihis salam, bukan Ishaq. Karena Ishaq baru disebut setelah itu, pada ayat 112-113. Isma’il lebih tua daripada Ishaq. Isma’il dilahirkan ketika Nabi Ibrahim berusia 86 tahun. Sedangkan Ishaq itu lahir ketika Nabi Ibrahim berusia 99 tahun.

Ketika Isma’il berada dalam usia gulam dan ia telah sampai pada usia sa’ya, yaitu usia di mana anak tersebut sudah mampu bekerja yaitu usia tujuh tahun ke atas. Pada usia tersebut benar-benar Ibrahim sangat mencintainya dan orang tuanya merasa putranya benar-benar sudah bisa mendatangkan banyak manfaat.

Ibrahim ‘alaihis salam berkata pada putranya, “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu.”

Perlu dipahami bahwa mimpi para Nabi itu wahyu yang mesti dipenuhi. Dalam hadits mawquf –hanya sampai pada perkataan sahabat Ibnu ‘Abbas- disebutkan,

رُؤ�?�?�?ا ا�?أ�?�?�?بِ�?�?اءِ فِ�? ا�?�?�?�?ا�?ِ �?�?ح�?�?�?

Penglihatan para nabi dalam mimpi itu wahyu.” (HR. Al-Hakim dalam Al-Mustadrak 2: 431. Hadits ini kalau dikatakan marfu’ –sabda Nabi- itu dha’if. Yang benar, hanyalah perkataan sahabat atau hadits mawquf. Lihat tahqiq Tafsir Ibnu Katsir, 6: 386 oleh Syaikh Abu Ishaq Al-Huwaini hafizhahullah)

Isma’il ingin bersabar, ingin harap pahala dengan menjalankan perintah tersebut, mengharap ridha Rabbnya serta ingin berbakti pada orang tuanya. Isma’il pun meminta pada bapaknya untuk melaksanakan apa yang telah diperintahkan oleh Allah Ta’ala. Niscaya akan didapati Isma’il termasuk orang-orang yang sabar atas kehendak Allah. Kesabaran tersebut dikaitkan dengan kehendak Allah karena memang tanpa kehendak Allah, kesabaran tersebut tak bisa dicapai.

Ketika Ibrahim dan Isma’il telah berserah diri, Ibrahim sudah akan menyembelih anaknya putranya sendiri, buah hatinya. Hal itu dilakukan untuk menjalankan perintah Allah dan takut akan siksa-Nya. Isma’il pun telah mempersiapkan dirinya untuk sabar. Ia merendahkan diri untuk taat kepada Allah dan ridha pada orang tuanya. Ibrahim lantas membaringkan Isma’il di atas pelipisnya. Ia dibaringkan pada lambungnya lalu siap disembelih. Kemudian Ibrahim memandang wajah Isma’il ketika akan menyembelihnya.

Ketika dalam keadaan gelisah dan cemas, Ibrahim diseru dan dikatakan bahwa benar sekali ia telah membenarkan mimpi tersebut. Ia telah mempersiapkan diri juga untuk hal itu. Yang terjadi ketika itu pisau sudah dilekatkan di leher.

Peristiwa ini adalah ujian Allah pada Nabi Ibrahim ‘alaihis salam, menunjukkan akan kecintaan Ibrahim pada Rabbnya. Allah menguji Ibrahim lewat anak yang benar-benar ia cintai, diperintahkan untuk disembelih. Akhirnya, Allah mengganti dengan domba yang besar sebagai tebusan. Ibrahim bukan menyembelih Isma’il, namun menyembelih seekor domba. Itulah balasan bagi orang yang berbuat ihsan. Itulah Ibrahim yang merupakan bagian dari orang beriman. Orang yang berbuat ihsan di sini yang dimaksud adalah orang yang berbuat ihsan dalam ibadah, yang mendahulukan ridha Allah daripada syahwat.

 

Faedah dari Kisah

1- Kisah ini terjadi setelah Nabi Ibrahim diuji akan dilemparkan dalam api. Kemudian ia diperintahkan berhijrah. Kisah Ibrahim ini menunjukkan keutamaan hijrah. Hijrah pertama di muka bumi adalah hijrahnya Nabi Ibrahim dari Irak ke Syam.

2- Yang ingin disembelih adalah Nabi Isma’il ‘alaihis salam, bukan Ishaq seperti pernyataan sebagian ulama.

3- Kecintaan pada Allah mesti dikedepankan daripada kecintaan pada istri dan anak.

4- Orang beriman mesti diujin keimanannya.

Ibnu Taimiyah berkata, “Maksud dari perintah menyembelih di sini adalah Allah memerintah kekasihnya (khalilullah) untuk menyembelih putranya di mana perintah ini amatlah berat. Itulah ujian bagi Ibrahim untuk membuktikan kalau ia murni mencintai Allah dan menjadikan ia khalilullah atau kekasih Allah seutuhnya. Itulah tanda kecintaan yang sempurna pada Allah.” (Ar-Radd ‘ala Al-Mantiqin, hlm. 517-518)

5- Wajibnya taat dan berbakti pada orang tua selama dalam kebaikan.

6- Mimpi para Nabi itu wahyu.

7- Disyari’atkannya ibadah qurban.

8- Orang yang dalam puncak kesulitan akan dibukakan jalan keluar.

Ibnu Katsir mengambil pelajaran dari kisah Ibrahim ini dengan mengatakan, “Itulah balasan bagi orang yang mentaati kami ketika berada dalam kesulitan dan kesempitan, maka dijadikan dalam urusan mereka jalan keluar. Dalilnya adalah firman Allah,

�?�?�?�?�?�? �?�?ت�?�?�?ِ ا�?�?�?�?�?�? �?�?ج�?ع�?�?�? �?�?�?ُ �?�?خ�?ر�?ج�?ا (2) �?�?�?�?ر�?زُ�?�?�?ُ �?ِ�?�? ح�?�?�?ثُ �?�?ا �?�?ح�?ت�?سِبُ �?�?�?�?�?�? �?�?ت�?�?�?�?�?�?�?�? ع�?�?�?�? ا�?�?�?�?�?ِ ف�?�?ُ�?�? ح�?س�?بُ�?ُ إِ�?�?�? ا�?�?�?�?�?�? ب�?ا�?ِغُ أ�?�?�?رِ�?ِ �?�?د�? ج�?ع�?�?�? ا�?�?�?�?�?ُ �?ِ�?ُ�?�?ِ ش�?�?�?ءٍ �?�?د�?ر�?ا (3)

Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)-Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.” (QS. Ath-Thalaq: 2-3)

9- Ada balasan besar bagi orang yang berbuat ihsan, sabar dan taat pada Allah.

Hanya Allah yang memberi taufik dan hidayah.

Sumber : https://rumaysho.com/11623-pelajaran-dari-kisah-nabi-ibrahim-menyembelih-ismail.html

Gambar Tidak Tersedia

Larangan bagi orang yang berkurban

Jika seorang muslim ingin berkurban untuk diri dan keluarganya atau menyumbang kurban untuk orang yang hidup atau yang telah wafat dan masuk bulan Dzulhijjah, baik masuknya dengan melihat hilal atau menyempurnakan bulan Dzulqa’dah tiga puluh hari, maka diharamkan baginya mengambil sebagian dari rambut, kuku dan kulitnya sampai ia menyembelih kurbannya.

Dasarnya adalah hadits yang diriwayatkan dari Ummu Salamah Radhiyallahu anhuma bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِذ�?ا ر�?أ�?�?�?تُ�?�? �?ِ�?ا�?�?�? ذِ�? ا�?�?حِج�?�?ةِ �?�?أ�?ر�?اد�? أ�?ح�?دُ�?ُ�?�? أ�?�?�? �?ُض�?حِ�?�?�? ف�?�?ا�? �?�?أ�?خُذ�? �?ِ�?�? ش�?ع�?رِ�?ِ �?�?أ�?ظ�?ف�?ارِ�?ِ ش�?�?�?ئ�?ا ح�?ت�?�?�? �?ُض�?حِ�?�?�?

“Jika kalian melihat hilal Dzulhijjah dan salah seorang dari kalian ingin berkurban, maka janganlah mengambil (memotong) rambut dan kukunya sedikit pun sampai ia menyembelih kurbannya.”

HIKMAH TIDAK MEMOTONG RAMBUT, KUKU DAN BULU KULIT
Para ulama menjelaskan sedikit hikmah larangan memotong rambut dan kuku serta bulu, Di antaranya:

1. Ada yang mengatakan bahwa ketika orang yang berkurban berserikat dengan muhrim (orang yang berihram haji) dalam sebagian amalan hajinya, yaitu mendekatkan diri kepada Allah dengan menyembelih kurban, maka sesuailah sebagian hukumnya dalam larangan memotong rambut dan kuku.

2. Ada yang mengatakan bahwa hikmahnya agar seluruh anggota tubuh orang yang berkurban tetap lengkap untuk dibebaskan dari api Neraka.

3. Ada yang mengatakan bahwa hikmahnya membiarkan rambut dan kuku sempurna agar diambilnya bersama sembelihan kurban, sehingga menjadi bagian kurban disisi Allah dan kesempurnaan ibadah dengannya.

Tampaknya itu semua dan selainnya yang dimaksudkan sebagai hikmah. Wallaahu a’lam.

PERKARA YANG PERLU DIINGAT
1. Banyak terlontar pertanyaan dari orang-orang pada malam tanggal tigapuluh Dzulqa’dah, apakah mereka boleh memotong rambut dan kuku mereka? Kita katakan, “Jika belum pasti masuk bulan Dzulhijjah pada malam tiga puluh tersebut, maka mereka diperbolehkan untuk itu dan tidak mengapa, sebab permasalahan ini berhubungan dengan masuknya bulan Dzulhijjah. Bulan Dzulhijjah itu dapat ditetapkan dengan melihat hilal atau menyempurnakan Dzulqa’dah tigapuluh hari. Namun siapa yang ingin berhati-hati pun dibolehkan.

2. Jika telah masuk sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah dan seorang muslim belum berniat menyembelih kurban lalu memotong rambut dan kukunya, kemudian setelah lewat dua atau tiga hari atau lebih ia ingin menyembelih kurban, maka wajib baginya untuk tidak memotong semenjak ia berniat, dan tidak mengapa baginya perkara yang telah berlalu. Walillaahil Hamd.

3. Para ulama berbeda pendapat, apakah memotong rambut dan kuku hukumnya haram, adalah makruh atau mubah bagi orang yang ingin berkurban? Yang rajih, hukumnya adalah haram, karena asal dari larangan adalah untuk pengharaman dan tidak ada yang memalingkan hukum tersebut dari asalnya. Namun bila seorang muslim telah memotong rambut dan kukunya, maka tidak dikenakan fidyah, hanya saja wajib baginya bertaubat dan beristighfar dari pelanggaran larangan tersebut.

4. Orang yang ingin menyembelih kurban kemudian telah memotong rambut dan kukunya masih diperbolehkan menyembelih kurbannya, dan memotong rambut dan kukunya tersebut tidak menghalanginya berkurban, sebab hal itu adalah satu perkara dan hal lainnya adalah perkara berbeda. Namun, orang tersebut berdosa dengan sebab melanggar larangan tersebut. Sedangkan apa yang diduga oleh orang umum bahwa itu menyebabkan kurbannya tidak diterima, maka tidak berdasar sama sekali secara syari’at.

5. Orang yang memiliki hajat di bolehkan memotong rambut, kuku dan sedikit bulunya, seperti jika kukunya sobek lalu butuh di potong atau kulitnya terkelupas sehingga mengganggunya, maka ia dibolehkan untuk menghilangkannya atau terkena luka sehingga butuh memotong bulu atau rambutnya dibolehkan.

6. Larangan memotong rambut, kuku dan kulit ditujukan khusus bagi orang yang ingin berkurban untuk dirinya dan keluarganya, atau menyumbang kurban untuk orang hidup atau yang telah wafat. Sedangkan orang yang dimasukkan dalam pahala kurban seperti isteri dan anak, maka tidak terkena larangan ini, karena larangan ini khusus bagi yang ingin berkurban saja. Sebagian ulama berpendapat bahwa larangan tersebut juga mengenai mereka, karena mereka berserikat dengan orang yang berkurban dalam masalah pahala, sehingga berserikat juga dalam hukum. Namun yang rajih adalah pendapat pertama. Wallaahu a’lam.

7. Perwakilan tidak ada pengarunya dalam larangan memotong rambut dan kuku serta kulit ini, karena yang dilarang memotongnya hanyalah orang yang ingin berkurban. Adapun wakil dan orang yang diwasiati maka tidak dilarang. Sedangkan dugaan banyak orang bahwa jika ia (orang yang berkurban) telah diwakilkan orang lain (penyembelihannya), maka, ia di bolehkan memotong rambut, kuku dan kulitnya, maka ini tidaklah benar. Hal ini harus diingat!

8. Orang yang ingin berkurban dan telah ber-tekad melaksanakan haji atau umroh, janganlah memotong rambut dan kukunya ketika ihram, sedangkan mencukur atau mengambil sebagian rambutnya karena haji dan umroh, maka itu adalah wajib walaupun orang yang berhaji atau umroh tersebut akan menyembelih kurban, ka-rena mengambil rambut atau mencukur ini adalah nusuk (bagian dari haji atau umroh), sehingga tidak dikenai larangan memotong rambut dan kuku ini.

9. Seorang wanita dibolehkan menyembelih kurbannya langsung. Adapun dugaan orang umum (awam) tentang ketidakbolehan wanita menyembelih tidak ada dasarnya dalam syari’at. Ibnu Qudamah berkata dalam kitab al-Mughni, “Ibnul Mundzir berkata, ‘Semua ulama -yang telah aku hafal- sepakat membolehkan sembelihan oleh wanita dan anak-anak.’”

Imam al-Bukhari meriwayatkan satu hadits dengan sanadnya dari Ka’ab bin Malik, beliau berkata:

أ�?�?�?�? ج�?ارِ�?�?ة�? �?�?�?ُ�?�? �?�?ا�?�?ت�? ت�?ر�?ع�?�? غ�?�?�?�?�?ا بِس�?�?�?عٍ ف�?أ�?ب�?ص�?ر�?ت�? بِش�?اةٍ �?ِ�?�? غ�?�?�?�?ِ�?�?ا �?�?�?�?ت�?ا ف�?�?�?س�?ر�?ت�? ح�?ج�?ر�?ا ف�?ذ�?ب�?ح�?ت�?�?�?ا ف�?�?�?�?ا�?�? ِ�?أ�?�?�?�?ِ�?ِ �?ا�? ت�?أ�?�?ُ�?�?ُ�?ا ح�?ت�?�?�? آتِ�?�? ا�?�?�?�?بِ�?�?�? ص�?�?�?�?�? ا�?�?�?ُ ع�?�?�?�?�?�?ِ �?�?س�?�?�?�?�?�? �? ف�?أ�?س�?أ�?�?�?�?ُ أ�?�?�? ح�?ت�?�?�? أُر�?سِ�?�? إِ�?�?�?�?�?ِ �?�?�?�? �?�?س�?أ�?�?ُ�?ُ ف�?أ�?ت�?�? ا�?�?�?�?بِ�?�?�? ص�?�?�?�?�? ا�?�?�?ُ ع�?�?�?�?�?�?ِ �?�?س�?�?�?�?�?�? أ�?�?�? ب�?ع�?ث�? إِ�?�?�?�?�?ِ�? ف�?أ�?�?�?ر�? ا�?�?�?�?بِ�?ُ�? ص�?�?�?�?�? ا�?�?�?ُ ع�?�?�?�?�?�?ِ �?�?س�?�?�?�?�?�? بِأ�?�?�?�?ِ�?�?ا

“Seorang jariyah (budak perempuan) milik mereka menggembalakan kambing di daerah Sil’a, lalu ia melihat seekor kambingnya akan mati. Kemudian ia memecah batu dan menyembelih kambing tersebut. Maka Ka’ab berkata kepada keluarganya: Jangan kalian makan dulu sampai aku mendatangi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk bertanya atau sampai diutus orang yang menanyakannya. Lalu sampailah beliau ke Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam atau mengutus seseorang kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkannya untuk memakannya.”

10. Ada juga orang yang tidak memperhatikan wasiat kedua orang tuanya atau salah satu dari keduanya, lalu menyumbang kurban untuk kerabatnya yang telah meninggal dan tidak menunaikan wasiat mereka. Ini adalah tidak boleh, karena melaksanakan wasiat hukumnya wajib, apabila menambah dan menyumbang dari dirinya, maka tidak mengapa. Kami telah melihat orang yang memiliki tanggung jawab atas wasiat kedua orang tuanya atau salah seorang darinya memenuhi wasiat mereka tersebut dengan berdalih mereka menyumbangkan untuk orang tua-nya tersebut setiap tahun seekor kurban atau lebih. Hukum ini juga mencakup wasiat kerabat atau yang lainnya. Maka ingatlah hal tersebut.

11. Sebagian orang yang menyembelih kurban, mereka sengaja mengambil sedikit darahnya dan melumurkannya ke tembok dengan anggapan bahwa tembok ini akan menjadi saksi baginya di hari Kiamat dan membiarkan darah tersebut sampai hilang dengan sendirinya. Perbuatan ini tidak ada dalilnya dalam syari’at, bahkan pelakunya dikhawatirkan (menjadi sesat) kalau saja tidak bodoh.

12. Dewasa ini muncul satu perkembangan baik yang timbul dari solidaritas dan kerjasama kaum muslimin, yaitu pengiriman hewan kurban kepada para pengungsi dan muhajirin kaum muslimin di beberapa negara-negara Islam. Sebagian ulama melarangnya dan sebagian lain membolehkannya dan yang rajih menurut saya, di sana ada perbedaaan antara kurban seorang muslim untuk diri dan keluarganya serta yang telah diwasiatkan kepadanya dengan kurban tabarru.

Adapun sembelihan muslim untuk diri dan keluarganya, dan demikian juga yang diwasiatkan dengan ketentuan tempat dan orang yang dibagi yang telah ditentukan, maka menurut saya yang utama adalah tidak dikirimkan dan harus disembelih ditempat orang yang berkurban tersebut. Sedangkan hewan kurban tabarru’, maka perkaranya mudah saja -insya Allah-.

Seandainya perkara ini diserahkan kepada tinjauan mufti sesuai kebutuhan manusia dan yang lebih kuat menurutnya dari prioritas yang ada, maka tentunya hal itu benar.

13. Seandainya waktu penyembelihan kurban yang sah telah lewat, padahal seorang muslim tersebut memiliki udzur atau udzurnya selalu ada sampai lewat waktu penyembelihan kurban yang sah tersebut, contohnya hewan kurbannya kabur dan tidak ditemukan kecuali setelah lewat waktu penyembelihan atau ia mewakilkan kepada orang lain untuk menyembelihnya, lalu sang wakil tersebut lupa, kemudian orang yang mewakilkan tersebut mengetahui bahwa wakilnya tersebut belum menyembelihnya, maka apakah ia boleh menyembelih (setelah waktu tersebut) dan menjadikan udzur tersebut sebagai pembenar keabsahan kurbannya? Hal ini masih menjadi perselisihan para ulama. Namun, Allah -Ta’ala- telah menghilangkan kesulitan umat ini dan tidak membebankan mereka dengan sesuatu di luar kemampuannya serta mensyari’atkan orang yang tertidur dari shalat atau lupa darinya untuk melaksanakan shalat ketika ingat tanpa ada kaffarat baginya.

14. Jika hewan kurbannya telah ditentukan, maka wajib menunaikannya dan tidak boleh menggagalkannya, serta tidak boleh menggantinya kecuali dengan yang lebih baik. Sedangkan apa yang dilakukan sebagian orang yang membeli hewan kurbannya lalu menjualnya serta meremehkan hal tersebut, maka ini adalah kesalahan yang perlu diperingatkan. Apabila hewan tersebut melahirkan setelah penentuan tersebut, maka hukum anaknya sama dengan hukum induknya. Apabila mati sebelum disembelih, jika disebabkan kecerobohan dari orang yang berkurban, maka ia harus menggantinya, dan jika disebabkan perlakuan orang lain, maka orang tersebut wajib menggantinya. Namun apabila hilang setelah disembelih atau dicuri, jika disebabkan karena kecerobohannya, maka hendaklah dia mengganti apa yang dishadaqahkan dari hewan tersebut saja, dan bila tidak maka tidak ada kewajiban menggantinya sama sekali.

15. Orang yang mendapatkan pemberian bagian dari hewan kurban atau mendapat shadaqah darinya, maka diperbolehkan menggunakannya sesukanya, baik dijual, dihadiahkan atau dishadaqahkan kembali. Tapi jangan menjualnya kepada orang yang memberinya atau bershadaqah kepadanya.

sumber  https://almanhaj.or.id/1722-perkara-yang-perlu-diingat-dalam-berkurban.html

Gambar Tidak Tersedia

Qurban dan Aqiqah dalam Islam

“Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berqur­banlah.” (QS Al Kautsar : 1-2)

Qurban dan Aqiqah adalah ibadah yang memiliki kesamaan walaupun secara tujuan memiliki perbedaan. Perintah berkurban tentunya sangat disarankan bagi umat muslim sebagai bentuk latihan keikhlasan dan pengorbanan serta mendekatkan diri kepada Allah SWT. Tentunya ini adalah bentuk pengamalan umat islam dari rukun iman dan rukun islam, serta fungsi agama islam.

Ibadah Qurban memiliki aspek pendidikan yaitu melangsungkan keikhlasan dan kemurnian ibadan hanya kepada Allah SWT. Orang yang beriman dan akanmengamalkan ibadah qurban tentu harus memiliki keikhlasan dalam mengorbankan sebagian hartanya untuk amaliah. Hal ini sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Nabi Ibrahim dan juga Ismail. Merekalah sosok Ayah dan Anak yang memiliki ketaqwaan yang sangat tinggi kepada Allah SWT.

Begitupun dengan Aqiqah yang memiliki teknis ibadah sama seperti qurban, yaitu menyembelih hewan qurban. Berikut adalah penjelasan mengenai Ibadah Qurban dan Aqiqah.

Pelaksanaan Ibadah Qurban

Ibadah qurban memiliki hukun sunnah muakad yang artinya sunnah yang sangat dianjurkan. Untuk itu bagi mereka yang mampu sangat dianjurkan untuk berqurban dan memberikan sebagian hartanya untuk ibadah qurban. Namun bagi mereka yang tidak mampu dan belum bisa untuk berqurban tentu tidak lah menjadi berdosa.

Di sisi lain menurut ulama mahzab Imam Hanafi, Ibadah Qurban bisa berhukum wajib bagi mereka yang mampu. Hal ini didasari dengan hadist berikut, “Siapa yang memiliki kelapangan tapi tidak menyembelih qurban, janganlah mendekati tempat shalat kami.” (HR  Ahmad, Ibnu Majah dan Al Hakim).

Selain itu, pahala bagi yang berkurban juga tentunya sangat besar, apalagi merupakan ibadah yang dianjurkan oleh Rasulullah SAW. “Zaid bin Arqam bertanya kepada Rasulullah saw.“Apakah yang kita peroleh dari berqurban? “Rasulullah menjawab, “Sesungguhnya pada setiap bulu yang menempel di kulitnya terdapat kebaikan.”(HR Ahmad dan Ibnu Majah)ibadha

Adapun fungsi dari Ibadah Qurban adalah:

  • Menjadikan bentuk bukti dan realisasi dari Ketaqwaan kita terhadap Allah
  • Mendekatkan kepada Allah SWT dengan ibadah
  • Mengenang dan kilas balik sejarah Nabi Ibrahim dan Putranya, Nabi Ismail

Untuk Ibadah yang dikurbankan tentu bisa bermacam-macam seperti unta, sapi,dan kambing. Hewan yang berkelamin jantan lebih diutamakan ketimbang hewan betina. Selain itu juga lebih utama dari hewan yang tidak dikebiri dibanidngkan hewan yang dikebiri.

Syarat-Syarat Penyembelihan Hewan Qurban

Hewan qurban maka hendaknya dilpilih dengan binatang yang baik. Rasulullah mengutamakan hewan jika kambing, adalah yang besar, gemuk, dan bertanduk. Sedangkan pemilihan hewan tidaklah boleh hewan yang cacat misalnya hewan yang buta, hewan yang sakit, pincang, kurus atau tidak  berdaging. Tentu hewan seperti itu tidak layak nantinya untuk dikonsumsi bagi manusia. Terkait usia hewan yang akan disembelih minimal 5 tahun untuk Unta, 1 tahun untuk kambing, dan 2 tahun untuk sapi.

Untuk hewan kambing maka ia telah merepresentasikan satu orang peng-qurban, dan jika untuk sapi atau kerbau maka untuk 7 orang peng-qurban. Seangkan untuk unta bisa untuk 10 orang. Tekait waktu penyembelihan maka dilakukan pada saat Idul Adha selepas shalat ied dilaksanakan, sampai tanggal 13 djulhidjah yaitu saat hari-hari tasyrik.

Adapun syarat orang yang akan menyembelih, adalah:

  • Diutamakan disembelih oleh orang yang berqurban (shahibul qurban)
  • Boleh juga shahibul qurban menyaksikan saja tanpa harus ikut menyembelih
  • Pelaksanaan penyembelihan diutamakan oleh seorang laki-laki ataupun perempuan, namun yang muslim dan sudah baligh

Terkait adab penyembelihannya adalah sebagai berikut:

  • Penyembelihan menggunakan alat yang tajam dan dapat langsung mengalirkan darah
  • Penyembelihan tidak boleh menggunakan gigi atau kuku
  • Pemotongan dilakukan pada urat nadi yang berada di leher, tenggorokan, atau kerongkorongan agar hewan cepat mati, tidak tersiksa
  • Penyembelihan hewan hendaknya dihadapkankepada kiblat sambil membaca basmalah dan takbir
  • Pada situasi terent yang membuat hewan menjadi liar atau bersembunyi dipebrolehkan untuk menggunakan benda tajam yan langsung mematikan

Setelah pelaksanaan penyembelihan maka dapat dilakukan pembagian qurban. Daging kurban dapat dibagikan untuk penyembelih qurban atau pengqurban atau shahibul qurban, fakir miskin, sahabat atau kolega dari shahibul qurban. Daging kurban hasil penyembelihan tidak boleh digunakan untuk upah baik untuk pemotong ataupun amil-nya. Bagian kulit, kepala, atau apapun dari tubuh hewan tidak boleh dijadikan sebagai upah, maka lebih baik diberikan upah dari harta yang lain di luar hal tersebut.

Pembagian hewan qurban juga lebih baik dibagikan dalam keadaan mentah atau belum dimasak, dan pembagian ini tidak dilarang untuk dibagikan kepada non muslim.

Pelaksanaan Aqiqah

Aqiqah hampir sama pelaksanaannya sebagaimana kurban. Yang menjadi perbedaan aqiqah adalah sembelihan untuk bayi yang baru dilahirkan sebagai bentuk kesyukuran akan nikmat dan karunia dari Allah SWT. Aqiqah sendiri menurut Imam Syafii dan Hambali adalah sunnah muakad, yaitu yang dianjurkan. Hal ini sebagaimana dalam hadist Rasul,

“Anak tergadai dengan aqiqahnya. Disembelihkan untuknya pada hari ketujuh (dari kelahirannya)”. (HR Tirmidzi)

Pelaksanaan aqiqah menurut Imam Malik adalah, “Pada dzohirnya bahwa keterikatannya pada hari ke 7 (tujuh) atas dasar anjuran, maka sekiranya menyembelih pada hari ke 4 (empat) ke 8 (delapan), ke 10 (sepuluh) atau setelahnya Aqiqah itu telah cukup. Karena prinsip ajaran Islam adalah memudahkan bukan menyulitkan sebagaimana firman Allah Swt.: “Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki kesukaran bagimu”. (QS Al Baqarah : 185)

Untuk pelaksanaan aqiqah berbeda dengan qurban, bahwa lebih baik daging aqiqah dibagikan dalam kondisi yang sudah dimasak, sebagaimana hadist Rasulullah SAW.

“Sunahnya dua ekor kambing untuk anak laki-laki dan satu ekor kambing untuk anak perempuan. Ia dimasak tanpa mematahkan tulangnya. Lalu dimakan (oleh keluarganya), dan disedekahkan pada hari ketujuh.” (HR  Baihaqi)

Untuk bayi laki-laki maka disunnahkan sebanyak dua ekor kambing sedangkan untuk perempuan adalah satu ekor kambing. Hal ini juga disampaikan Rasulullah SAW, “Bagi anak laki-laki dua ekor kambing yang sama, sedangkan bagi anak perempuan satu ekor kambing.” (HR Tirmidzi dan Ahmad)

Doa ketika menyembelih hewan aqiqah adalah sebagai berikut:

Bismillah, Allahumma taqobbal min muhammadin, wa aali muhammadin, wa min ummati muhammadin. Dengan nama Allah, ya Allah terimalah (kurban) dari Muhammad dan keluarga Muhammad serta dari umat Muhammad.”(HR Ahmad, Muslim, dan Abu Dawud)

Gambar Tidak Tersedia

Orang yang Disyariatkan untuk Berqurban

Para ‘Ulama’ telah bersepakat bahwa ibadah qurban disyariatkan untuk mereka yang memenuhi beberapa kriteria berikut ini:

  1. Muslim,
  2. Merdeka,
  3. Baligh & berakal,
  4. Dan mampu.

(Mughnil Muhtaj, 4/283).

Pertama: Muslim

Berqurban adalah salah satu ibadah yang disyariatkan dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala, dan hal ini hanyalah khusus untuk mereka yang beriman.

{ ف�?ص�?�?�?ِ �?ِر�?ب�?ِ�?�? �?�?ا�?�?ح�?ر�?}

” Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah” (QS. Al Kautsar: 2).

Perintah untuk berqurban disandingkan dengan perintah untuk shalat, ini secara tidak langsung memberikan isyarat bahwa berqurban adalah ibadah, maka ketentuan umumnya sama seperti ibadah lainnya, yaitu pelakunya harus beragama Islam.

Kedua: Merdeka

Seorang budak tidaklah memiliki hak kepemilikan harta, semua harta yang dia peroleh adalah milik tuannya, kecuali dengan izin tuannya.

Budak saat ini sudah tidak ada, dan “perbudakan” manusia pada zaman saat ini bukanlah karakter “perbudakan” yang ada dipembahasan Fikih Islam.Perbudakan yang ada disaat ini tidak lebih dari eksploitasi manusia, kedzoliman terhadap mereka.

Dan sebagai catatan, adanya tema tentang budak di Fikih Islam bukan berarti Syariat Islam melegalkan adanya perbudakan, justru malah sebaliknya Islam berupaya secara maksimal untuk menghapuskannya.

Ketiga: Baligh dan Berakal

Mereka yang belum baligh atau tidak berakal belum dituntuk untuk menjalankan Syaria Islam secara umum, dan juga ibadah qurban secara khusus.Hal ini berlaku sampai mereka baligh atau sudah sadar (akalnya sudah berfungsi dengan baik).

�?�?ع�?�?�? ع�?ائِش�?ة�? ر�?ضِ�?�? ا�?�?�?�?�?ُ ع�?�?�?�?�?ا, ع�?�?�? ا�?�?�?�?بِ�?�?ِ – ص�?�? ا�?�?�? ع�?�?�? �?س�?�? – �?�?ا�?�?: “رُفِع�? ا�?�?�?�?�?�?�?ُ ع�?�?�? ث�?�?�?اث�?ةٍ: ع�?�?ِ ا�?�?�?�?ائِ�?ِ ح�?ت�?�?�? �?�?س�?ت�?�?�?�?ِظ�?, �?�?ع�?�?ِ ا�?ص�?�?غِ�?رِ ح�?ت�?�?�? �?�?�?�?بُر�?, �?�?ع�?�?ِ ا�?�?�?�?ج�?�?ُ�?�?ِ ح�?ت�?�?�? �?�?ع�?�?ِ�?�?, أ�?�?�? �?�?فِ�?�?�?

Dari Aisyah RA, dari Nabi SAW bersabda: “Pena diangkat dari tiga orang (malaikat tidak mencatat apapun dari tiga orang ini), yaitu orang tidur hingga ia bangun, anak kecil hingga ia dewasa, dan orang gila hingga ia berakal normal atau sembuh” (HR. Ahmad, 3/272, No. 1183).

Keempat: Mampu

Ini diukur dengan adanya uang ditangan untuk biaya berqurban, setelah terpenuhinya tangungan-tanggungan wajib, misalnya nafkah untuk diri sendiri atau orang-orang dibawah tanggungannya dihari Raya Qurban dan 3 hari Tasyriq. Nafkah itu berupa: makanan, pakaian, dan tempat tinggal.

(Al Fiqh Al Manhaji, 1/228).

Prof. DR. Wahbah Az Zuhaili menyebutkan bahwa para ‘Ulama berbeda pendapat tentang orang yang sedang musafir, apakah disyariatkan juga untuk berqurban.

Jumhur Ulama’ selain Al Hanafiyah menegaskan bahwa baik orang yang muqim ataupun yang musafir tetap bisa untuk berqurban; hal ini dikarenakan Rasulullah SAW pernah berqurban dan beliau sedang safar.

“… �?ضح�? رس�?�? ا�?�?�? ص�?�? ا�?�?�? ع�?�?�? �?س�?�? ع�? �?سائ�? با�?ب�?ر”

“…Rasulullah SAW berqurban (di Mina) dengan sapi untuk istri-istrinya”.

Gambar Tidak Tersedia

Puasa Arafah

Dalam Hadis Riwayat Muslim, Rasulullah SAW mengungkapkan kalau puasa Arafah itu bisa menghapuskan dosa satu tahun yang lalu dan satu tahun yang akan datang lho!

Selain diampuni dosa, referensi dari buku The Miracle of Fast halaman 52, karya H. Amirulloh Syarbini, M.Ag, puasa Arafah juga mendatangkan 10 kebaikan buat kamu yang mau menjalankannya dengan ikhlas.

1. Memperoleh keberkahan umur

Allah SWT akan memberi keberkahan pada hidup buat kamu yang berpuasa Arafah dengan niat semata karena Allah dan dalam rangka memuliakan bulan Dzulhijjah. Usiamu makin berkah!

2. Bakal bertambah rezekinya

Dengan berpuasa Arafah, Allah SWT akan membukakan pintu rezeki lebih luas. Terlebih berpuasa itu bikin tubuh jadi sehat, dengan begitu kamu bisa menjemput rezeki dengan lebih semangat.

3. Lebih bahagia kehidupan rumah tangganya

Puasa sunah tentunya bikin kamu lebih dekat dengan Allah SWT, dan gak ada ketenangan jiwa yang lebih baik dari kedekatan seorang hamba dengan Tuhannya. Hati yang tenang dan keimanan yang kian bertambahlah yang membuat rumah tangga semakin sakinah.

4. Diampuni segala dosa-dosanya

Inilah salah satu keutamaan yang sangat besar dari puasa Arafah sebagaimana diterangkan dalam hadis berikut: "Dari Abu Qatadah, ia berkata: Rasulullah saw telah bersabda, "Puasa pada hari Arafah itu dapat menghapuskan dosa selama dua tahun, satu tahun yang lalu dan satu tahun yang akan datang." (HR. Muslim)

5. Mendapatkan pahala berlipat ganda

Untuk itu, Rasulullah SAW sangat menganjurkan umat muslim untuk memperbanyak amal saleh di bulan ini karena keutamaan pahalanya yang berlimpah.

6. Dimudahkan dalam kematian atau sakaratul maut

Siapa pun pasti mengharapkan jalan kematian yang dimudahkan. Ternyata inilah salah satu kemuliaan dari puasa Arafah bagi siapa pun yang menjalankannya dengan mengharap rida Allah SWT.

7. Diterangi alam kuburnya

Puasa Arafah juga bisa menjadi penerang selama berada di alam Barzah.

8. Berat timbangan amalnya saat hari penghisaban

Limpahan pahala dari menunaikan puasa Arafah, kelak juga bisa menjadi pemberat timbangan amal di padang Mahsyar.

9. Selamat dari jatuhnya kedudukan di dunia

Allah SWT akan menjagamu dari terpuruknya kedudukan, baik dengan cara menyelamatkanmu dari langkah yang salah atau pun memberi ilham untuk mencapai kesuksesan.

10. Naik martabatnya di sisi Allah SWT

Siapa pun yang gak mau melewatkan keistimewaan berpuasa Arafah, pasti akan Allah naikkan derajatnya di akhirat. Untuk itu, sayang banget kalau puasa sunah ini dilewatkan begitu aja.

Gambar Tidak Tersedia

Hari yang dilarang untuk berPuasa senin kamis

Hari-hari yg dilarang puasa meliputi sebagai berikut.

  1. Dua Hari Raya Para ulama telah sepakat atas haramnya berpuasa pada kedua hari raya baik puasa fardu maupun puasa sunnah berdasakan hadis Umar ra “Sesungguhnya Rasulullah saw melarang puasa pada kedua hari ini. Adapun hari raya Idul fitri ia merupakan hari berbuka dari puasamu sedang hari raya Idul adha maka makanlah hasil kurbanmu.”
  2. Hari-Hari Tasyriq Haram berpuasa pada hari-hari tasyriq yaitu tiga hari berturut-turut setelah hari raya Idul adha berdasakan riwayat Abu Hurairah ra bahwa Rasulullah mengutus Abdullah bin Hudzaifah berkeliling kota Mina utk menyampaikan Janganlah kamu berpuasa pada hari ini krn ia merupakan hari makan minum dan berzikir kepada Allah.” .
  3. Berpuasa pada Hari Jumat secara Khusus Hari Jumat merupakan hari raya mingguan bagi umat Islam. Oleh sebab itu agama melarang berpuasa pada hari itu. Akan tetapi jumhur berpendapat bahwa larangan itu berarti makruhbukan menunjukkan haram kecuali jika seseorang berpuasa sehari sebelum atau sesudahnya atau sesuai dgn kebiasaannya atau secara kebetulan bertepatan pada hari Arafah atau hari Asyura maka tidaklah makruh berpuasa pada hari Jumat itu. Dari Abdullah bin Amr bahwa Rasulullah saw masuk ke rumah Juwairiyah binti Harits pada hari Jumat sedang ia sedang berpuasa. Lalu Nabi bertanya kepadanya “Apakah engkau berpuasa kemarin?” Dia menjawab “Tidak” dan besok apakah engkau bermaksud ingin berpuasa? “Tidak” jawabnya. Kemudian Nabi bertanya lagi dia menjawab tidak pula. “Kalau begitu berbukalah sekarang!” . Diriwayatkan pula dai Amir al-Asy’ari dia berkata Aku mendengar Rasulullah saw bersabda “Sesungguhnya hari Jumat itu merupakan hari rayamu krn itu janganlah kamu berpuasa pada hari itu kecuali jika kamu berpuasa sebelum atau sesudahnya!” . Ali ra berpesan “Siapa yg hendak melakukan perbuatan sunnah di antaramu hendaklah ia berpuasa pada hari Kamis dan jangan berpuasa pada hari Jumat krn ia merupakan hari makan dan minum serta zikir.” HR Ibnu Abi Syaibah dgn sanad yg hasan. Menurut riwayat Bukhari dan Muslim yg diterima dari Jabir ra bahwa Nabi saw bersabda “Janganlah kamu berpuasa pada hari Jumat kecuali jika disertai oleh satu hari sebelumnya atau satu hari sesudahnya.” Dan menurut lafal Muslim “Janganlah kamu mengkhususkan malam Jumat di antara malam-malam itu buat bangun beribadah dan jangan kamu khususkan hari Jumat itu di antara hari-hari lain utk berpuasa kecuali bila bertepatan dgn puasa yg dilakukan oleh salah seorang di antaramu!”
  4. Berpuasa pada Hari Sabtu secara Khusus Larangan berpuasa pada hari ini didasarkan pada dalil yg telah dipadukan dari dalil-dalil yg membolehkan puasa pada hari Sabtu dan dalil-dalil yg melarang puasa pada hari itu. Di antara dalil itu adl hadis Busr seperti di bawah ini Dari Busr as-Sulami dari saudara perempuannya ash-Shamma’ bahwa Rasulullah saw bersabda “Janganlah kamu berpuasa pada hari Sabtu kecuali krn diwajibkan kepada kamu. Dan seandainya seseorang di antaramu tidak menemukan kecuali kulit anggur atau bungkal kayu hendaklah dimamahnya makanan itu!” . Turmudzi mengatakan hadis tersebut Hasan seraya berkata “Dimakruhkan di sini maksudnya ialah jika seseorang mengkhususkan hari Sabtu utk berpuasa krn orang-orang Yahudi membesarkan hari Sabtu.” Dari Ummu Salamah dia berkata “Nabi saw lbh banyak melakukan puasa pada hari-hari Sabtu dan Minggu daripada hari-hari yg lainnya dan beliau bersabda ‘Kedua hari itu merupakan hari besar orang-orang musyrik maka saya ingin berbeda dgn mereka‘.” {HR Ahmad Baihaqi Hakim dan Ibnu Khuzaimah seraya keduanya yg terakhir ini menyatakan sah. Berdasarkan bermacam-macam hadis ini Syekh Albani berpendapat “Dari sini maka tampaklah dgn jelas bahwa kedua macam ini membolehkan . Maka jika dilakukan kompromi antara hadis-hadis yg membolehkan dgn hadis ini bisa ditarik kesimpulan bahwa hadis ini lbh didahulukan daripada hadis-hadis yg membolehkan. Demikian juga sabda Nabi saw kepada Juwairiyah “Apakah kamu akan berpuasa besok?” dan yg semakna dgn sabda ini adl dalil yg membolehkan juga maka tetap lbh mendahulukan hadis yg melarang daripada Sabda Nabi saw kepada Juwairiyah ini.”
  5. Berpuasa pada Hari yg Diragukan Dari Ammar bin Yasir ra berkata “Barangsiapa yg berpuasa pada hari yg diragukannya berarti ia telah durhaka kepada Abul Qasim .” . Menurut Turmudzi hadis ini hasan lagi shahih dan menjadi amalan bagi kebanyakan ulama. Hadis itu juga merupakan pendapat Sufyan Tsauri Malik bin Anas Abdullah ibnu Mubarok Syafi’i Ahmad serta Ishak. Kebanyakan mereka berpendapat jika hari yg dipuasakannya itu termasuk bulan Ramadhan hendaklah ia mengqadha satu hari sebagai gantinya. Dan jika ia berpuasa pada hari itu krn kebetulan bertepatan dgn kebiasaannya maka hukumnya boleh tanpa dimakruhkan. Dari Abu Hurairah ra Nabi saw bersabda “Janganlah kamu mendahului puasa Ramadhan itu dgn sehari dua hari kecuali jika bertepatan dgn hari yg biasa dipuasakan maka bolehlah kamu berpuasa pada hari itu.”.
  6. Berpuasa Sepanjang Masa Hal ini berdasarkan hadis “Tidaklah berpuasa orang yg berpuasa sepanjang masa.” . Solusi dari larangan ini adl hendaknya seseorang berpuasa dgn puasa Daud as yaitu sehari puasa dan sehari berbuka.