News

Gambar Tidak Tersedia

Alur Melihat Laporan di Web Care

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Sobat Zakat yang di Rahmati Allah, sebelumnya kami mengucapkan terimakasih atas kepercayaannya mendonasikan Zakat,infaq,shadaqah dan program lainnya kepada RZ. Berikut kami sampaikan langkah – langkah yang dapat sobat zakat lakukan untuk mengakses Laporan yang terdapat di web ini.

1. Laporan Beasiswa


2. Laporan Donasi


3. Laporan SQ

 

Gambar Tidak Tersedia

Hati-Hati Penipuan Mengatasnamakan Rumah Zakat (RZ)

Bapak/ Ibu yang dirahmati, kami menghimbau untuk berhati-hati dengan penipuan melalui email, media sosial, ataupun kanal media lainnya untuk menarik donasi dengan mengatasnamakan RZ (Rumah Zakat).

 

Semua informasi yang sah terkait program RZ hanya diinformasikan melalui:

- Website www.rumahzakat.org

- Website www.sharinghapiness.org

- Akun resmi social media RZ (Twitter/instagram : @rumahzakat, Fanspage facebook : rumahzakatfans, Channel youtube : https://www.youtube.com/user/Rumahzakatfull)

- Email [email protected]

- Petugas Official yang ditunjuk dan menggunakan akun resmi @rumahzakat.org

- SMS/WA Center : 081573001555

 

Untuk laporan atau informasi lebih lanjut, hubungi contact center RZ:

Call Centre : 0804 100 1000

WA/SMS Centre : 0815 7300 1555

BBM Center : 5D4F850C

Twitter/Instagram : @rumahzakat

Fanspage Facebook : rumahzakatfans

Gambar Tidak Tersedia

Saat Terbaik Untuk Bersedekah Menurut Rasulullah

Rasulullah shallallahu ’alaih wa sallam menjelaskan dalam sebuah hadist beliau mengenai saat-saat terbaik bagi seseorang untuk bersedekah.

Sedekah selain bermanfaat bagi penerima sedekah, juga sebenarnya lebih bermanfaat lagi bagi pemberi sedekah, lho kok bisa? ya begitulah yang menjadi ketetapan Tuhan bahwa memberi lebih baik daripada menerima, disaat kita memberi sebenarnya disaat itu juga kita telah menerima dari Allah, tentu tidak semua sedekah dibalas dengan uang atau harta benda, bisa jadi Allah membalas sedekah kita dengan kesehatan, terhindar dari mara bahaya, panjang umur dan lain sebagainya. Bagi orang yang berusia muda dan sedang energik tentunya bersedekah memiliki nilai lebih tinggi di sisi Allah daripada bersedekahnya seorang yang telah lanjut usia, sakit-sakitan, dan sudah menjelang meninggal dunia.

 


Untuk itulah Nabi shallallahu ’alaih wa sallam memberikan gambaran kepada ummatnya mengenai sedekah yang paling afdhal.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَجُلٌ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيُّ الصَّدَقَةِ أَفْضَلُ قَالَ أَنْ تَصَدَّقَ وَأَنْتَ صَحِيحٌ حَرِيصٌ

تَأْمُلُ الْغِنَى وَتَخْشَى الْفَقْرَ وَلَا تُمْهِلْ حَتَّى إِذَا بَلَغَتْ الْحُلْقُومَ

قُلْتَ لِفُلَانٍ كَذَا وَلِفُلَانٍ كَذَا وَقَدْ كَانَ لِفُلَانٍ


“Seseorang bertanya kepada Nabi shallallahu ’alaih wa sallam: “Wahai Rasulullah, sedekah apakah yang paling afdhal?” Beliau menjawab: “Kau bersedekah ketika kau masih dalam keadaan sehat lagi loba, kau sangat ingin menjadi kaya, dan khawatir miskin. Jangan kau tunda hingga ruh sudah sampai di kerongkongan, kau baru berpesan :”Untuk si fulan sekian, dan untuk si fulan sekian.” Padahal harta itu sudah menjadi hak si fulan (ahli waris).” (HR Bukhary)

Nah.. betapa detilnya Rasulullah shallallahu ’alaih wa sallam menggambarkan saat terbaik bagi orang yang yang ingin bersedekah. Sekurangnya kita temukan ada empat kriteria yaitu:

  1. Disaat keadaan sehat lagi loba alias berambisi mengejar keuntungan duniawi; 
  2. saat keadaan sangat ingin menjadi kaya; 
  3. saat keadaan sangat khawatir menjadi miskin dan 
  4. saat dalam keadaan sudah menjelang meninggal dunia dan bersiap-siap membuat aneka wasiat soal harta yang bakal terpaksa ditinggalkannya.


Pertama, saat orang yang terbaik dalam bersedekah ialah orang yang dalam keadaan sehat lagi loba alias tamak alias berambisi sangat mengejar keuntungan duniawi.

Artinya, ia masih muda lagi masa depan hidupnya masih dihiasi aneka ambisi dan perencanaan untuk menjadi seorang yang sukses, mungkin dalam karirnya atau bisinisnya.

Dalam keadaan seperti ini biasanya seseorang akan merasakan kesulitan dan keengganan bersedekah karena segenap potensi harta yang ia miliki pastinya ingin ia pusatkan dan curahkan untuk modal menyukseskan berbagai perencanaan dan proyeknya.

Dengan dalih masih dalam tahap investasi, maka ia akan selalu menunda dan menunda niat bersedekahnya dari sebagian harta yang ia miliki. Karena setiap ia memiliki kelebihan harta sedikit saja, ia akan segera menyalurkannya ke pos investasinya.

Setiap uang yang ia miliki segera ia tanam ke dalam bisnisnya dan ia katakan ke dalam dirinya bahwa jika ia bersedekah dalam tahap tersebut maka sedekahnya akan terlalu sedikit, lebih baik ditunda bersedekah ketika nanti sudah sukses sehingga bisa bersedekah dalam jumlah ”signifikan” alias berjumlah banyak. Akhirnya ia tidak kunjung pernah mengeluarkan sedekah selama masih dalam masa investasi tersebut.

Kedua, bersedekah saat keadaan sedang sangat ingin menjadi kaya. Nabi shallallahu ’alaih wa sallam seolah ingin menggambarkan bahwa orang yang dalam keadaan tidak ingin menjadi kaya berarti bersedekahnya kurang bernilai dibandingkan orang yang dalam keadaan berambisi menjadi kaya. Sebab bila seorang yang sedang berambisi menjadi kaya bersedekah berarti ia bukanlah tipe orang yang hanya ingin menikmati kekayaan untuk dirinya sendiri.

Ia sejak masih bercita-cita menjadi kaya sudah mengembangkan sifat dan karakter dermawan. Hal ini menunjukkan bahwa jika Allah izinkan dirinya benar-benar menjadi orang kaya, maka dalam kekayaan itu dia bakal selalu sadar ada hak kaum yang kurang bernasib baik yang perlu diperhatikan.

Sekaligus kebiasaan bersedekah yang dikembangkan sejak seseorang baru pada tahap awal merintis bisnisnya, maka hal itu mengindikasikan bahwa si pelaku bisnis itu sadar sekali bahwa rezeki yang ia peroleh seluruhnya berasal dari Yang Maha Pemberi Rezeki, Allah Ar-Razzaq.

Hal ini sangat berbeda dengan orang kaya dari kaum kafir seperti Qarun, misalnya. Qarun adalah tokoh kaya di zaman dahulu yang di dalam meraih keberhasilan bisnisnya menyangka bahwa kekayaan yang ia peroleh merupakan buah dari kepiawaiannya dalam berbisnis semata.

Ia tidak pernah mengkaitkan kesuksesan dirinya dengan Yang Maha Pemberi Rezeki, Allah swt.

قَالَ إِنَّمَا أُوتِيتُهُ عَلَى عِلْمٍ عِنْدِ


“Qarun berkata: "Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu, karena ilmu yang ada padaku".(QS Al-Qshshash ayat 78)

Ketiga, sedekah menjadi afdhal saat si pemberi sedekah berada dalam keadaan khawatir menjadi miskin. Walaupun ia dalam keadaan khawatir menjadi miskin, namun hal ini tidak mempengaruhi dirinya. Ia tetap berkeyakinan bahwa bersedekah dalam keadaan seperti itu merupakan bukti ke-tawakkal-annya kepada Allah.

Ia sadar bahwa jika Allah kehendaki, maka mungkin sekali dirinya menjadi kaya atau menjadi miskin. Itu terserah Allah. Yang pasti keadaan apapun yang dialaminya tidak mempengaruhi sedikitpun kebiasaannya bersedekah.

Ia sudah menjadikan bersedekah sebagai salah satu karakter penting di dalam keseluruhan sifat dirinya. Persis gambarannya seperti orang bertaqwa di dalam Al-Qur’an:

 

أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ الَّذِينَ يُنْفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ


”… yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa, (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit.” (QS Ali Imran ayat 133-134)

Keempat, Nabi shallallahu ’alaih wa sallam sangat mewanti-wanti agar jangan sampai seseorang baru berfikir untuk bersedekah ketika ajal sudah menjelang. Sehingga digambarkan oleh beliau bahwa orang itu kemudian baru menyuruh seorang pencatat menginventarisasi siapa-siapa saja fihak yang berhak menerima harta miliknya yang hendak disedekahkan alias diwasiatkan.

Ini bukanlah bentuk bersedekah yang afdhal. Sebab pada hakikatnya, seorang yang bersedekah ketika ajal sudah menjelang, berarti ia melakukannya dalam keadaan sudah dipaksa oleh keadaan dirinya yang sudah tidak punya pilihan lain.

Saat seseorang bersedekah dalam keadaan ia bebas memilih antara mengeluarkan sedekah atau tidak, berarti ia lebih bermakna daripada seseorang yang bersedekah ketika tidak ada pilihan lainnya kecuali harus bersedekah.

Itulah sebabnya Nabi shallallahu’alaih wa sallam lebih menghargai orang yang masih muda lagi sehat bersedekah daripada orang yang sudah tua dan menjelang ajal baru berfikir untuk bersedekah.

Ya Allah, masukkanlah kami ke dalam golongan orang-orang yang senantiasa bersedekah yang paling afdhal. Terimalah, ya Allah, segenap infaq dan sedekah kami di jalanMu. Amin.-

Referensi: http://www.eramuslim.com/suara-langit/ringan-berbobot/sedekah-yang-paling-afdhol.htm

Rasulullah shallallahu ’alaih wa sallam menjelaskan dalam sebuah hadist beliau mengenai saat-saat terbaik bagi seseorang untuk bersedekah.

Sedekah selain bermanfaat bagi penerima sedekah, juga sebenarnya lebih bermanfaat lagi bagi pemberi sedekah, lho kok bisa? ya begitulah yang menjadi ketetapan Tuhan bahwa memberi lebih baik daripada menerima, disaat kita memberi sebenarnya disaat itu juga kita telah menerima dari Allah, tentu tidak semua sedekah dibalas dengan uang atau harta benda, bisa jadi Allah membalas sedekah kita dengan kesehatan, terhindar dari mara bahaya, panjang umur dan lain sebagainya. Bagi orang yang berusia muda dan sedang energik tentunya bersedekah memiliki nilai lebih tinggi di sisi Allah daripada bersedekahnya seorang yang telah lanjut usia, sakit-sakitan, dan sudah menjelang meninggal dunia.

 


Untuk itulah Nabi shallallahu ’alaih wa sallam memberikan gambaran kepada ummatnya mengenai sedekah yang paling afdhal.

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَجُلٌ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيُّ الصَّدَقَةِ أَفْضَلُ قَالَ أَنْ تَصَدَّقَ وَأَنْتَ صَحِيحٌ حَرِيصٌ

تَأْمُلُ الْغِنَى وَتَخْشَى الْفَقْرَ وَلَا تُمْهِلْ حَتَّى إِذَا بَلَغَتْ الْحُلْقُومَ

قُلْتَ لِفُلَانٍ كَذَا وَلِفُلَانٍ كَذَا وَقَدْ كَانَ لِفُلَانٍ


“Seseorang bertanya kepada Nabi shallallahu ’alaih wa sallam: “Wahai Rasulullah, sedekah apakah yang paling afdhal?” Beliau menjawab: “Kau bersedekah ketika kau masih dalam keadaan sehat lagi loba, kau sangat ingin menjadi kaya, dan khawatir miskin. Jangan kau tunda hingga ruh sudah sampai di kerongkongan, kau baru berpesan :”Untuk si fulan sekian, dan untuk si fulan sekian.” Padahal harta itu sudah menjadi hak si fulan (ahli waris).” (HR Bukhary)

Nah.. betapa detailnya Rasulullah shallallahu ’alaih wa sallam menggambarkan saat terbaik bagi orang yang yang ingin bersedekah. Sekurangnya kita temukan ada empat kriteria yaitu:

  1. Disaat keadaan sehat alias berambisi mengejar keuntungan duniawi; 
  2. saat keadaan sangat ingin menjadi kaya; 
  3. saat keadaan sangat khawatir menjadi miskin dan 
  4. saat dalam keadaan sudah menjelang meninggal dunia dan bersiap-siap membuat aneka wasiat soal harta yang bakal terpaksa ditinggalkannya.


Pertama, saat orang yang terbaik dalam bersedekah ialah orang yang dalam keadaan sehat lagi loba alias tamak alias berambisi sangat mengejar keuntungan duniawi.

Artinya, ia masih muda lagi masa depan hidupnya masih dihiasi aneka ambisi dan perencanaan untuk menjadi seorang yang sukses, mungkin dalam karirnya atau bisinisnya.

Dalam keadaan seperti ini biasanya seseorang akan merasakan kesulitan dan keengganan bersedekah karena segenap potensi harta yang ia miliki pastinya ingin ia pusatkan dan curahkan untuk modal menyukseskan berbagai perencanaan dan proyeknya.

Dengan dalih masih dalam tahap investasi, maka ia akan selalu menunda dan menunda niat bersedekahnya dari sebagian harta yang ia miliki. Karena setiap ia memiliki kelebihan harta sedikit saja, ia akan segera menyalurkannya ke pos investasinya.

Setiap uang yang ia miliki segera ia tanam ke dalam bisnisnya dan ia katakan ke dalam dirinya bahwa jika ia bersedekah dalam tahap tersebut maka sedekahnya akan terlalu sedikit, lebih baik ditunda bersedekah ketika nanti sudah sukses sehingga bisa bersedekah dalam jumlah ”signifikan” alias berjumlah banyak. Akhirnya ia tidak kunjung pernah mengeluarkan sedekah selama masih dalam masa investasi tersebut.

Kedua, bersedekah saat keadaan sedang sangat ingin menjadi kaya. Nabi shallallahu ’alaih wa sallam seolah ingin menggambarkan bahwa orang yang dalam keadaan tidak ingin menjadi kaya berarti bersedekahnya kurang bernilai dibandingkan orang yang dalam keadaan berambisi menjadi kaya. Sebab bila seorang yang sedang berambisi menjadi kaya bersedekah berarti ia bukanlah tipe orang yang hanya ingin menikmati kekayaan untuk dirinya sendiri.

Ia sejak masih bercita-cita menjadi kaya sudah mengembangkan sifat dan karakter dermawan. Hal ini menunjukkan bahwa jika Allah izinkan dirinya benar-benar menjadi orang kaya, maka dalam kekayaan itu dia bakal selalu sadar ada hak kaum yang kurang bernasib baik yang perlu diperhatikan.

Sekaligus kebiasaan bersedekah yang dikembangkan sejak seseorang baru pada tahap awal merintis bisnisnya, maka hal itu mengindikasikan bahwa si pelaku bisnis itu sadar sekali bahwa rezeki yang ia peroleh seluruhnya berasal dari Yang Maha Pemberi Rezeki, Allah Ar-Razzaq.

Hal ini sangat berbeda dengan orang kaya dari kaum kafir seperti Qarun, misalnya. Qarun adalah tokoh kaya di zaman dahulu yang di dalam meraih keberhasilan bisnisnya menyangka bahwa kekayaan yang ia peroleh merupakan buah dari kepiawaiannya dalam berbisnis semata.

Ia tidak pernah mengkaitkan kesuksesan dirinya dengan Yang Maha Pemberi Rezeki, Allah swt.

قَالَ إِنَّمَا أُوتِيتُهُ عَلَى عِلْمٍ عِنْدِ


“Qarun berkata: "Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu, karena ilmu yang ada padaku".(QS Al-Qshshash ayat 78)

Ketiga, sedekah menjadi afdhal saat si pemberi sedekah berada dalam keadaan khawatir menjadi miskin. Walaupun ia dalam keadaan khawatir menjadi miskin, namun hal ini tidak mempengaruhi dirinya. Ia tetap berkeyakinan bahwa bersedekah dalam keadaan seperti itu merupakan bukti ke-tawakkal-annya kepada Allah.

Ia sadar bahwa jika Allah kehendaki, maka mungkin sekali dirinya menjadi kaya atau menjadi miskin. Itu terserah Allah. Yang pasti keadaan apapun yang dialaminya tidak mempengaruhi sedikitpun kebiasaannya bersedekah.

Ia sudah menjadikan bersedekah sebagai salah satu karakter penting di dalam keseluruhan sifat dirinya. Persis gambarannya seperti orang bertaqwa di dalam Al-Qur’an:

 

أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ الَّذِينَ يُنْفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ


”… yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa, (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit.” (QS Ali Imran ayat 133-134)

Keempat, Nabi shallallahu ’alaih wa sallam sangat mewanti-wanti agar jangan sampai seseorang baru berfikir untuk bersedekah ketika ajal sudah menjelang. Sehingga digambarkan oleh beliau bahwa orang itu kemudian baru menyuruh seorang pencatat menginventarisasi siapa-siapa saja fihak yang berhak menerima harta miliknya yang hendak disedekahkan alias diwasiatkan.

Ini bukanlah bentuk bersedekah yang afdhal. Sebab pada hakikatnya, seorang yang bersedekah ketika ajal sudah menjelang, berarti ia melakukannya dalam keadaan sudah dipaksa oleh keadaan dirinya yang sudah tidak punya pilihan lain.

Saat seseorang bersedekah dalam keadaan ia bebas memilih antara mengeluarkan sedekah atau tidak, berarti ia lebih bermakna daripada seseorang yang bersedekah ketika tidak ada pilihan lainnya kecuali harus bersedekah.

Itulah sebabnya Nabi shallallahu’alaih wa sallam lebih menghargai orang yang masih muda lagi sehat bersedekah daripada orang yang sudah tua dan menjelang ajal baru berfikir untuk bersedekah.

Ya Allah, masukkanlah kami ke dalam golongan orang-orang yang senantiasa bersedekah yang paling afdhal. Terimalah, ya Allah, segenap infaq dan sedekah kami di jalanMu. Amin.-

Referensi: http://www.eramuslim.com/suara-langit/ringan-berbobot/sedekah-yang-paling-afdhol.htm

Gambar Tidak Tersedia

Dasar Hukum dan Mekanisme Zakat Sebagai Pengurang Pajak *Bagian 3-Akhir*

3. Bagaimana cara mekanismenya?

Jawab:

Mekanisme pengurangan zakat dari penghasilan bruto ini dapat kita temui dalam Peraturan Dirjen Pajak No. PER-6/PJ/2011 Tahun 2011 tentang Pelaksanaan Pembayaran dan Pembuatan Bukti Pembayaran atas Zakat atau Sumbangan Keagamaan yang Sifatnya Wajib yang Dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto sebagai berikut:

Pasal 2

(1).    Wajib Pajak yang melakukan pengurangan zakat atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1, wajib melampirkan fotokopi bukti pembayaran pada Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan Tahun Pajak dilakukannya pengurangan zakat atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib.

(2).    Bukti pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) :

a        dapat berupa bukti pembayaran secara langsung atau melalui transfer rekening bank, atau pembayaran melalui Anjungan Tunai Mandiri (ATM), dan

b        paling sedikit memuat:

1)    Nama lengkap Wajib Pajak dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) pembayar;

2)    Jumlah pembayaran;

3)    Tanggal pembayaran;

4)    Nama badan amil zakat; lembaga amil zakat; atau lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan Pemerintah; dan

5)    Tanda tangan petugas badan amil zakat; lembaga amil zakat; atau lembaga keagamaan, yang dibentuk atau disahkan Pemerintah, di bukti pembayaran, apabila pembayaran secara langsung; atau

6)    Validasi petugas bank pada bukti pembayaran apabila pembayaran melalui transfer rekening bank.

 

Pasal 3

Zakat atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto apabila :

a    tidak dibayarkan oleh Wajib Pajak kepada badan amil zakat; lembaga amil zakat; atau lembaga keagamaan, yang dibentuk atau disahkan Pemerintah; dan/atau

b    bukti pembayarannya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2).

 

Pasal 4

(1).    Pengurangan zakat atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak yang bersangkutan dalam Tahun Pajak dibayarkan zakat atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib tersebut.

(2).    Dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan, zakat atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib sebagaimana ayat (1) dilaporkan untuk menentukan penghasilan neto.

 

 

Lebih jauh mengenai pelaporan pengurangan zakat atas penghasilan bisa Anda simak dalam salah satu artikel dari Kanwil DJP Jakarta Khusus.

Jadi, sesuai uraian di atas, pemberian zakat memang dapat mengurangi pajak, karena zakat dikecualikan dari objek pajak. Pengurangan pajak ini juga berlaku atas sumbangan wajib keagamaan bagi pemeluk agama lain yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang berhak, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah. Dan peraturan perundang-undangan yang telah disebutkan di atas telah berlaku efektif di Indonesia, demikian pula dengan mekanisme yang telah diaturnya.

Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

Gambar Tidak Tersedia

Dasar Hukum dan Mekanisme Zakat Sebagai Pengurang Pajak *Bagian 2*

Ketentuan serupa ditegaskan pula dalam Pasal 9 ayat (1) UU Pajak Penghasilan.

Selain itu, Pasal 1 ayat (1) PP No. 60 Tahun 2010 tentang Zakat atau Sumbangan Keagamaan yang Sifatnya Wajib yang Boleh Dikurangkan dari Penghasilan Bruto juga menentukan:

“Zakat atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto meliputi:

  1. a)zakat atas penghasilan yang dibayarkan oleh Wajib Pajak orang pribadi pemeluk agama Islam dan/atau oleh Wajib Pajak badan dalam negeri yang dimiliki oleh pemeluk agama Islam kepada badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah; atau
  2. b)sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi Wajib Pajak orang pribadi pemeluk agama selain agama Islam dan/atau oleh Wajib Pajak badan dalam negeri yang dimiliki oleh pemeluk agama selain agama Islam, yang diakui di Indonesia yang dibayarkan kepada lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah.”

Sedangkan, badan/Lembaga yang ditetapkan sebagai penerima zakat atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-15/PJ/2012 yang berlaku sejak tanggal 11 Juni 2012 yang sebelumnya diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. PER- 33/PJ/2011, yang di antaranya adalah: Badan Amil Zakat Nasional, LAZ Dompet Dhuafa Republika, LAZ Yayasan Rumah Zakat Indonesia, Lembaga Sumbangan Agama Kristen Indonesia (LEMSAKTI), dan Badan Dharma Dana Nasional Yayasan Adikara Dharma Parisad (BDDN YADP) - yang keseluruhannya saat ini berjumlah 21 badan/lembaga.

 

2. Apakah peraturan ini sudah berlaku efektif di Indonesia?

Jawab :

 Karena semua peraturan yang telah disebutkan di atas telah berlaku efektif, maka ketentuan pengecualian zakat atau sumbangan wajib keagamaan dari objek pajak sudah berlaku efektif di Indonesia.

Gambar Tidak Tersedia

Dasar Hukum dan Mekanisme Zakat Sebagai Pengurang Pajak *Bagian 1*

Assalamualaikum Warahmatullah Wabarakatuh

Bapak dan Ibu Donatur yang di Muliakan Allah, kami ingin berbagi/sharing informasi terkait dengan Dasar Hukum dan Mekanisme Zakat Sebagai Pengurang Pajak. Berikut ulasannya:

  1. Bagaimana prosesnya sampai zakat dapat mengurangi PPh? Apa pertimbangannya? Dasar hukumnya? Apa tidak menimbulkan kecemburuan bagi umat lain?

Jawab:

  1. Dalam setiap agama yang ada di Indonesia memang berlaku berbagai ketentuan berbeda terkait kewajiban keagamaan. Dalam agama Islam misalnya, ada kewajiban mengeluarkan zakat sebesar 2,5%, dan dalam agama Kristen ada kewajiban pembayaran persepuluhan sebesar 10%.

Kewajiban mengeluarkan zakat ini didasarkan pada Al-Quran surat Al Baqarah: 267 yang menentukan bahwa setiap pekerjaan yang halal yang mendatangkan penghasilan, setelah dihitung selama satu tahun hasilnya mencapai nisab (senilai 85 gram emas) maka wajib dikeluarkan zakatnya sebesar 2,5% (sumber: Badan Amil Zakat Nasional).

Mengenai proses hingga zakat mengurangi pembayaran pajak (dalam hal ini pajak penghasilan), hal ini sudah diatur sejak adanya UU No. 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat (“UU 38/1999”), dan kemudian lebih dipertegas oleh UU Zakat yang terbaru yang menggantikan UU 38/1999 yaituUU No. 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat (“UU 23/2011”).

 

Latar belakang dari pengurangan ini dijelaskan dalam penjelasan Pasal 14 ayat (3) UU 38/1999bahwa pengurangan zakat dari laba/pendapatan sisa kena pajak adalah dimaksudkan agar wajib pajak tidak terkena beban ganda, yakni kewajiban membayar zakat dan pajak. Ketentuan ini masih diatur dalam UU yang terbaru yakni dalam Pasal 22 UU 23/2011:

 

“Zakat yang dibayarkan oleh muzaki kepada BAZNAS atau LAZ dikurangkan dari penghasilan kena pajak.”

 

Hal ini ditegaskan pula dalam ketentuan perpajakan sejak adanya UU No. 17 Tahun 2000 tentang Perubahan Ketiga atas UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan yakni diatur dalamPasal 4 ayat (3) huruf a nomor 1 yang berbunyi:

 

“Yang tidak termasuk sebagai Objek Pajak adalah: bantuan sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah dan para penerima zakat yang berhak.”

 

Dalam ketentuan pasal tersebut baru diatur secara eksplisit bahwa yang tidak termasuk objek pajak adalah zakat. Sedangkan, pengurangan pajak atas kewajiban pembayaran sumbangan untuk agama lain belum diatur ketika itu. Hal ini memang berpotensi menimbulkan kecemburuan dari agama lain yang juga diakui di Indonesia.

 

Dengan dikeluarkannya UU No. 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (“UU Pajak Penghasilan”) pasal tersebut mengalami perubahan sehingga berbunyi:

 

“Yang dikecualikan dari objek pajak adalah:

bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima zakat yang berhak atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang berhak, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.”

Gambar Tidak Tersedia

Pengajuan Cetak Ulang untuk kartu ICard yang hilang atau rusak

Assalamualaikum Warahmatullah Wabarakatuh

Bapak dan Ibu donatur yang kami hormati, kami informasikan Setiap donatur yang mengikuti program ICard harus memiliki kartu ICard dan sebagai Salah satu syarat dalam proses  pengklaiman ICard donatur harus dapat menunjukan kartu ICard

Alur pengajuan cetak ulang untuk Kartu ICard yang hilang atau rusak adalah sebagai berikut:

  1. Bapak/Ibu donatur mengajukan mencetak ulang kartu Icardnya dengan mengirimkan pengajuan cetak ulang ke email centre RZ [email protected]
  2. Petugas RZ akan memproses ajuan cetak kartu dan akan mengirimkan kartu ICard ke ekspedisi sesuai dengan alamat pengaju
  3. Via email centre RZ akan mengirimkan email pemberitahuan informasi  waktu pengiriman kartu ICard yang sudah di cetak dengan melampirkan bukti pengiriman. Dan menginformasikan kepada bapak/ibu donatur No Rek Danamon Syariah 789 588 08 an Yayasan Rumah Zakat Indonesia untuk penggantian biaya kirim.
  4. Bapak/Ibu donatur melakukan konfirmasi ke [email protected] dengan melampirkan bukti transfer atau dengan format : Penggantian biaya kirim kartu (cetak ulang_nama donatur_alamat tujuan_jumlah transfer_tgl transfer)
Gambar Tidak Tersedia

Informasi Perpindahan Kantor Layanan Samarinda

Assalamualaikum Warahmatullah Wabarakatuh

Bapak dan Ibu donatur yang kami hormati,

Kami sampaikan informasi perpindahan kantor cabang Samarinda. Berikut informasi selengkapnya :

Alamat Kantor Sebelumnya :  Jl. Agus Salim No. 7

                                  Telp:  0541 – 2000478

Alamat Kantor Sekarang     :  Jl. Sawo, Komplek Vorvo No.14 A

                                 Telp :  0541 – 2000478

Demikian informasi yang dapat kami sampaikan, semoga bermanfaat.

Wassalamualaikum Warahmatullah Wabarakatuh

 

Asriyanti Octaviana

SQM Dept.

Gambar Tidak Tersedia

Informasi Layanan Kantor Cabang Jayapura

Assalamualaikum Warahmatullah Wabarakatuh

Bapak dan Ibu donatur yang kami hormati,

Kami informasikan bahwa sedang ada gangguan pada telephone Kantor Cabang Jayapura.

Untuk kebutuhan konsultasi dan jemput donasi dapat menghubungi Contact Center RZ, sbb :

Email                     : [email protected]

SMS/WA              : 0815 7300 1555

Call Center          : 0804 100 1000

Demikian informasi yang dapat kami sampaikan, semoga bermanfaat.

Wassalamualaikum Warahmatullah Wabarakatuh

 

Customer Care Dept.

Asriyanti Octaviana

Gambar Tidak Tersedia

Kemudahan Donasi Paypal Rumah Zakat

Assalamualaikum Warahmatullah Wabarakatuh

Bapak dan Ibu donatur yang di Rahmati Allah,

Kami informasikan bahwa ada perubahan akun pada pembayaran Paypal RZ.

Untuk layanan kemudahan donasi RZ dapat di klik di link ini https://www.rumahzakat.org/paypal.html  dengan alamat email [email protected]

Demikian informasi yang dapat kami sampaikan, semoga bermanfaat.

Wassalamualaikum Warahmatullah Wabarakatuh

Gambar Tidak Tersedia

Persiapan Menghadapi Ramadhan Al Mubaraq

Bulan Ramadhan sebentar lagi tiba, tamu yang kita tunggu-tunggu selama 11 bulan lamanya. Bulan yang penuh dengan berkah, bulan yang sangat diistimewakan oleh Allah. Di dalamnya terdapat malam yang lebih baik dari seribu bulan, di dalamnya penuh dengan rahmah, ampunan, dan pembebasan dari api neraka. Bulan yang dirindukan kedatangannya dan ditangisi kepergiannya oleh orang-orang yang sholeh.

Pada bulan inilah kaum muslimin seharusnya melakukan pengembaraan rohani dengan mengekang nafsu syahwat dan mengisi dengan amal-amal yang mulia. Semua itu merupakan momen dan sekaligus sarana yang baik untuk mencapai puncak ketaqwaan. Dosa dan kekhilafan juga merupakan sasaran yang akan kita hapuskan dalam bulan Ramadhan ini.

Ternyata, tak sedikit juga orang yang kalang kabut menyambut bulan suci ini dengan berbagai alasan klasik, contohnya; harga sembako yang cenderung naik menjelang atau selama Ramadhan, padahal ini hanyalah pengulangan sejarah yang dari dulu juga setiap menjelang Ramadhan atau Lebaran maka harga akan naik dan ini pun sesuai dengan hukum pasar yang berlaku.
Bukankah kebutuhan keluarga selama Ramadhan cenderung meningkat dibandingkan dengan bulan-bulan yang lain, belum lagi dana yang harus kita persiapkan untuk pulang kampung untuk bertemu sanak keluarga kita.
Nah Sobat Zakat, disini kami akan mencoba memberikan beberapa tips yang berguna untuk menghadapi bulan yang mulia ini

Untuk mendekatkan sasaran tersebut, kiranya perlu menyambut tamu Allah yang agung ini dengan mengadakan pembekalan ruhani dan pengetahuan tentang bulan Ramadhan dengan sebaik-baiknya. Pada umumnya ada 2 macam persiapan yang harus kita lakukan untuk menghadapi bulan Ramadhan, yaitu:

A. Persiapan Mental dan Spiritual
B. Persiapan Fisik dan materi

Di antara bekal-bekal yang harus dimiliki dalam menyongsong bulan mulia ini adalah sebagai berikut:

A. Persiapan Mental dan Spiritual

1. Mempersiapkan pemahaman yang benar tentang bulan Ramadhan

Untuk memberikan motivasi agar beribadah dalam bulan Ramadhan ini bisa dilaksanakan dengan maksimal, sebelum Ramadhan datang Rasulullah SAW mengumpulkan para sahabatnya guna memberikan persepsi yang benar dan mengingatkan betapa mulia bulan Ramadhan. Dalam sebuah hadits yang panjang Rasulullah bersabda:

“Dari Salman Ra., beliau berkata, “Rasulullah berkhutbah di tengah-tengah kami pada akhir Sya’ban, Rasulullah bersabda: “Hai manusia, telah menjelang kepada kalian bulan yang sangat agung yang penuh dengan barokah, yang di dalamnya ada malam yang lebih baik dari seribu bulan, bulan di mana yang Allah telah menjadikan puasa di dalamnya sebagai puasa wajib, qiyamullailnya sunnah, barangsiapa yang pada bulan itu mendekatkan diri kepada Allah dengan suatu kebaikan, nilainya seperti orang yang melakukan amalan wajib tujuh puluh kali pada bulan lainnya... dst.” (HR. Ibnu Hujaimah, beliau berkata: hadits ini adalah hadits shahih).


2. Membekali diri dengan ilmu yang cukup

Sasaran dan ibadah puasa adalah untuk meningkatkan kualitas iman dan taqwa kita. Untuk itu, ibadah puasa harus dilakukan dengan tatacara yang benar. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW:

“Banyak orang berpuasa yang tidak mendapat apa-apa dari puasanya kecuali lapar. Dan banyak orang shalat malam, tidak mendapat apa-apa dari shalatnya kecuali bergadang.” (HW. Abu Dawud, Ibnu Majah)

Dalam hadits lain, Rasulullah bersabda:

“Barangsiapa tidak meninggalkan kata-kata dusta (dalam berpuasa) dan tetap melakukannya, maka Allah tidak butuh ia meninggalkan makan dan minumnya.” (HR. Bukhari).

Dari dua hadits di atas bisa disimpulkan bahwa membekali diri dengan segala ilmu yang berkaitan dengan puasa memang akan sangat berpengaruh terhadap kemampuan kita untuk menigkatkan kualitas ketaqwaan kita melalui bulan Ramadhan yang mulia ini.


3. Melakukan persiapan jasmani dan ruhani.

Sebelum masuk bulan Ramadhan, Rasulullah SAW mengajarkan kepada kita agar banyak melakukan ibadah puasa di bulan Sya’ban. Dengan banyak berpuasa di bulan Sya’ban berarti kita telah mengkondisikan diri, baik dari sisi ruhiyah atau jasadiyah. Kondisi ini akan sangat positif pengaruhnya dan akan mengantarkan kita untuk menyambut Ramadhan dengan berbagai ibadah dan amalan yang di sunnahkan. Di sisi lain, tidak akan terjadi lagi gejolak fisik dan proses penyesuaian terlalu lama seperti banyak terjadi pada orang yang pertama kali berpuasa. Misalnya lemas, badan terasa panas, tidak bersemangat, banyak mengeluh, dan sebaginya.

“Aisyah ra. Berkata: “Saya tidak melihat Rasulullah SAW menyempurnakan puasanya, kecuali di bulan Ramadhan. Dan saya tidak melihat dalam satu bulan yang lebih banyak puasanya kecuali pada bulan Sya’ban.”(HR Muslim).

Bulan Sya’ban adalah bulan dimana amal shalih diangkat ke langit.

Dari Usamah bin Zaid berkata: “Saya bertanya: “Wahai Rasulullah saw, saya tidak melihat engkau puasa disuatu bulan lebih banyak melebihi bulan Sya’ban”. Rasul saw bersabda:” Bulan tersebut banyak dilalaikan manusia, antara Rajab dan Ramadhan, yaitu bulan diangkat amal-amal kepada Rabb alam semesta, maka saya suka amal saya diangkat sedang saya dalam kondisi puasa.” (Ahmad, Abu Dawud, An-Nasa’i dan Ibnu Huzaimah)


4. Memahami keutamaan-keutamaan bulan Ramadhan

Bulan Ramadhan diciptakan Allah penuh dengan kutamaan-keutamaan dan kemuliaan. Maka mempelajari dan memahami keutamaan tersebut akan memotivasi kita untuk lebih meningkatkan amal ibadah kita. Di antara keutamaan dan kemuliaan bulan Ramadhan adalah:

a. Bulan kaderisasi taqwa dan bulan di turunkannya Al Qur’an

Allah SWT berfirman,

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu, agar kamu bertaqwa.” (QS. Al Baqarah: 183)

“Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu....” (QS. Al Baqarah: 185).

b. Bulan paling utama, bulan penuh berkah

Rasulullah SAW bersabda,

“Bulan yang paling utama adalah bulan Ramadhan, dan hari yang paling mulia adalah hari Jum’at.”

Dalam hadits lain,

“Dari Ubaidah bin Shomit, bahwa ketika Ramadhan tiba, Rasulullah bersabda: “Ramadhan telah datang kepada kalian, bulan penuh berkah, pada bulan itu Alah akan memberikan naungan-Nya kepada kalian. Dia turunkan rahmat-Nya, Dia hapuskan kesalahan-kesalahan dan Dia kabulkan do’a pada bulan itu. Allah Ta’ala akan melihat kalian berlomba melakukan kebaikan. Allah akan membanggakan kalian di depan Malaika. Maka pelihatkanlah kebaikan diri kaliah kepada Allah, sesungguhnya orang yang celaka adalah orang yang pada bulan itu tidak mendapat rahmat Allah ‘Azza Wa Jalla.”(HR. Tabrani).

c. Bulan ampunan dosa, bulan peluang emas melakukan ketaatan.

Rasulullah SAW bersabda:

“Antara sholat lima waktu, dari hari Jum’at sampai Jum’at lagi, dari Ramadhan ke Ramadhan, dapat menghapuskan dosa-dosa apabila dosa-dosa besar dihindarkan.” (HR. Muslim).

“Barang siapa puasa karena iman dan mengharap pahala dari Allah, ia akan diampuni semua dosanya yang telah lalu.” (HR. Bukhari & Muslim)

“Apabila Ramadhan telah datang pintu syurga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup dan syetan-syetan dibelenggu.” (HR. Bukhari & Muslim)

d. Bulan dilipatgandakannya amal sholeh

Rasulullah SAW bersabda,

“Setiap amal anak Adam dilipatgandakan pahalanya, satu kebaikan menjadi sepuluh kali lipat sampai tujuh ratus kali lipat, Allah berfirman, “Kecuali, puasa. Puasa itu untuk dan Akulah yang akan membalasnya. Ia tinggalkan nafsu syahwat dan makannya semata-mata karena Aku.”Orang yang berpuasa mendapat dua kebahagiaan, ketika berbuka dan ketika berjumpa Rabbnya. Bau mulut orang yang berpuasa disisi Allah lebih wangi daripada bau parfum misik.” (HR. Muslim)

Dalam riwayat lain, Rasulullah SAW bersabda,

“Rabb-mu berkata, “Setiap perbuatan baik (di bulan Ramadhan) dilipatgandakan pahalanya sepuluh kali lipat sampai tujuh ratus kali lipat. Puasa untuk-Ku dan Akulah yang akan membalasnya. Puasa adalah perisai dari api neraka, bau mulut orang yang berpuasa di sisi Allah lebih wangi dari parfum misik. Apabila orang bodoh berlaku jahil kepada seseorang di antara kamu yang sedang berpuasa, maka hendaklah kamu katakan, “Saya sedang berpuasa.” (HR. Tirmizi).

e. Bulan jihad dan kemenangan

Sejarah telah mencatat, bahwa pada bulan suci Ramadhan beberapa kesuksesan dan kemenangan besar diraih ummat Islam. Ini membuktikan bahwa bulan Ramadhan bukan merupakan bulan malas dan bulan lemah, tapi bulan Ramadhan adalah bulan jihad dan kemenangan.

Perang Badar Kubro yang diabadikan dalam Al Qur’an sebagai “Yaumul Furqon” dan umat Islam meraih kemenangan besar, terjadi pada tanggal 17 Ramadhan tahun 10 Hijriyah. Dan pada saat itu juga gembong kebathilan Abu Jahal terbunuh.

Pada bulan Ramadhan, fathu Makkah (pembebasan kota Mekkah) yang diabadikan dalam Al Qur’an sebagai “Fathan Mubina”, terjadi pada tanggal 10 Ramadhan tahun 8 Hijriyah.

Perang ‘Ain Jalut menaklukan tentara Mongol terjadi pada Ramadhan, tepatnya pada tanggal 25 Ramadhan 658 Hijriah.

Andalusia (Spanyol) yang ditaklukan oleh tentara Islam di bawah pimpinan Tariq bin Ziyad juga terjadi pada bulan Ramadhan, yaitu pada tanggal 28 Ramadhan 92 Hijriah.

B. Persiapan Fisik dan materi

Sering sekali kita tak jeli dalam menghadapi datangnya Ramadhan, kondisi fisik yang baik amat menunjang kita guna mengisi bulan Ramadhan dengan amalan-amalan sunnah yang nilainya tak terhingga, kondisi fisik yang prima juga berperan penting selama kita berpuasa di siang hari.
Tidurnya orang yang berpuasa adalah ibadah, tapi jangan mentang-mentang ibadah kita kerjanya tidur melulu dari pagi sampai sore,bisa-bisa malah jadi tidak benar puasanya.
Siang hari yang panas mengandung makna tersendiri bagi orang yang berpuasa, panasnya matahari membantu proses detoksifikasi dalam tubuh kita, juga merupakan ujian bagi orang-orang yang bekerja membanting tulang sambil berpuasa.
Sungguh kenikmatan yang tiada tara pada saat berbuka puasa di waktu Maghrib.
Fisik yang sehat juga berperan penting di malam hari untuk tarawih, tadarrus dan juga tahajjud.
Para ulama tidurnya akan berkurang selama malam bulan Ramadhan untuk memperbanyak amal ibadah.
Dari sisi materi juga perlu di perhatikan untuk menghadapi bulan Ramadhan, harga- harga sembako yang merangkak naik di iringi juga harga pakaian-pakaian ibadah yang banyak di butuhkan kaum muslimin, uang ekstra juga di butuhkan untuk keperluan sahur dan berbuka puasa, ibu yang bijak selalu memperhatikan gizi keluarga.
Sahur tidaklah harus selalu mahal tetapi harus tetap mengandung nilai gizi yang cukup.
Hidangan berbuka bukan berarti harus setiap hari membeli kue di pasar ramadhan tetapi juga bisa dibuat sendiri di rumah dengan resep-resep yang sederhana tetapi tetap mengundang selera,
percayalah; biasanya orang yang berpuasa hanya bernafsu jika melihat makanan apalagi di siang hari bolong, tapi apabila kumandang Adzan telah terdengar maka yang di makan untuk berbuka hanya sekedarnya saja.
Uang ekstra juga perlu di persiapkan jika anda berniat untuk pulang kampung berlebaran bersama keluarga besar, berapa anggota keluarga yang ikut dan juga perhitungkan harga tiket yang lagi-lagi ikutan naik+ tiket pulang lagi serta tentunya uang receh untuk anak-anak di kampung.
Alternatif pakaian lebaran, jika kita ingin membeli tak ada salahnya berbelanja jauh hari sebelum lebaran dan di simpan karena harga pakaian tersebut kemungkinan besar akan naik jika kita membelinya menjelang lebaran,
sekali lagi; hukum pasar, jika minat meningkat harga akan meningkat, memang banyak juga harga-harga miring yang ditawarkan menjelang lebaran akan tetapi apakah kualitasnya terjamin.
Kita tentunya ingin membeli pakaian yang bisa kita pakai lama, apalah artinya pakaian yang kita beli dan baru saja dipakai dan di cuci sudah luntur atau robek disana-sini.
Mempersiapkan kondisi keuangan kita menjelang bulan puasa dapat kita lakukan dengan menabung dan mencari tambahan lain jauh hari menjelang ramadhan.
Kita semua tentunya tak ingin ibadah kita terganggu hanya gara-gara hutang disana-sini karena kurang uang buat pulang kampung bukan?
Nah marilah bersama-sama kita persiapkan segala sesuatunya untuk menyambut kedatangan bulan suci Ramadhan, semoga amal ibadah kita di terima Allah SWT dan semoga kiat-kiat di atas berguna bagi kita semua.

Demikianlah beberapa hal yang perlu kita lakukan dalam persiapan menyambut Ramadhan. Semoga Allah mempertemukan kita dengan Ramadhan tahun ini.

Gambar Tidak Tersedia

8 Golongan Yang Berhak Menerima Zakat

“Sesungguhnya zakat-zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah, dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (At-Taubah: 60)

Pertama: Fuqara Masakin

1. Fakir adalah orang yang membutuhkan dan tidak meminta minta, sedangkan miskin adalah yang meminta-minta.

2. Keduanya bermacam-macam:

  • orang yang tidak memiliki kekayaan dan tidak pula pekerjaan
  • orang yang memiliki kekayaan dan pekerjaan yang tidak mencukupi setengah kebutuhan
  • orang yang memiliki kekayaan dan pekerjaan yang tidak mencukupi kebutuhan standar

3. Sedangkan orang kaya yang tidak boleh menerima zakat adalah orang yang telah memiliki kecukupan untuk diri dan keluarga.

4. Orang fakir miskin diberikan sejumlah yang dapat mencukupinya

  • yang mencukupinya sepanjang hidupnya, menurut Imam Syafi’i
  • yang mencukupinya selama satu tahun, menurut madzhab Maliki dan Hanbali

Bentuk kecukupan sepanjang hidup dapat berupa alat kerja, modal dagang, dibelikan bangunan kemudian diambil hasil sewanya, atau sarana-sarana lainnya seperti yang disebutkan oleh madzhab Syafi’i dalam buku-bukunya secara rinci.

Di antara kecukupan adalah buku-buku dalam bermacam ilmu, biaya pernikahan bagi yang membutuhkan. Sebab, tujuan utama zakat adalah mengangkat fakir miskin sampai pada standar layak.

Kedua: Amilin

Yaitu orang-orang yang bertugas mengambil zakat dari para muzakki dan mendistribusikan kepada para mustahiq. Mereka itu adalah kelengkapan personil dan finasial untuk mengelola zakat.

  1. Termasuk dalam kewajiban imam adalah mengutus para pemungut zakat dan mendistribusikannya, seperti yang pernah dilakukan Rasulullah dan para khalifah sesudahnya.
  2. Syarat orang-orang yang dapat dipekerjakan sebagai amil pengelola zakat, adalah seorang muslim, baligh dan berakal, mengerti hukum zakat-sesuai dengan kebutuhan lapangan- membidangi pekerjaannya, dimungkinkan mempekerjakan wanita dalam sebagian urusan zakat, terutama yang berkaitan dengan wanita, dengan tetap menjaga syarat-syarat syar’i.
  3. Para amil mendapatkan kompensasi sesuai dengan pekerjaannya. Tidak diperbolehkan menerima suap, meskipun dengan nama hadiah, seperti yang diriwayatkan dalam sebuah hadits riwayat Bukhari Muslim, “Sesungguhnya aku mempekerjakan kalian salah seorang di antaramu melaksanakan tugas yang pernah Allah sampaikan kepadaku, kemudian datang kepadaku dan mengatakan: ‘Ini untukmu dan ini hadiah untukku’, apakah ketika ia duduk di rumah ayah ibunya akan ada hadiah yang menghampirinya?”
  4. Para amil harus bersikap lunak dengan para muzakki, meyakinkan apa yang menjadi kewajibannya, mendoakannya ketika mengambil zakat, menetapkan para mustahiq, dan memberikan bagian mereka.

Ketiga: Muallaf

Mereka itu adalah orang-orang yang sedang dilunakkan hatinya untuk memeluk Islam, atau untuk menguatkan Islamnya, atau untuk mencegah keburukan sikapnya terhadap kaum muslimin, atau mengharapkan dukungannya terhadap kaum muslimin.

  1. Bagian para muallaf tetap disediakan setelah wafat Rasulullah saw., karena tidak ada nash (teks Al-Qur’an atau Sunnah) yang menghapusnya. Kebutuhan untuk melunakkan hati akan terus ada sepanjang zaman. Dan di zaman sekarang ini keberadaannya sangat terasa karena kelemahan kaum muslimin dan tekanan musuh atas mereka.
  2. Yang berhak menetapkan hak para muallaf dalam zakat hanyalah imam (kepala Negara). Dan ketika tidak ada imam, maka memungkinkan para pemimpin lembaga Islam atau organisasi massa tertentu mengambil peran ini.
  3. Diperbolehkan juga di zaman sekarang ini memberikan zakat kepada para muallaf bagi mereka yang telah masuk Islam untuk memotivasi mereka, atau kepada sebagian organisasi tertentu untuk memberikan dukungan terhadap kaum muslimiin. Juga dapat diberikan kepada sebagian penduduk muslim yang miskin yang sedang dirakayasa musuh-musuh Islam untuk meninggalkan Islam. Dalam kondisi ini mereka dapat pula diberikan dari selain zakat.

Keempat: Para Budak

Zakat dapat juga digunakan untuk membebaskan orang-orang yang sedang menjadi budak, yaitu dengan:

  • Membantu para budak mukatab, yaitu budak yang sedang menyicil pembayaran sejumlah tertentu untuk pembebasan dirinya dari majikannya agar dapat hidup merdeka. Mereka berhak mendapatkannya dari zakat.
  • Atau dengan membeli budak kemudian dimerdekakan

Pada zaman sekarang ini, sejak penghapusan sistem perbudakan di dunia, mereka sudah tidak ada lagi. Tetapi menurut sebagian madzhab Maliki dan Hanbali, pembebasan tawanan muslim dari tangan musuh dengan uang zakat termasuk dalam bab perbudakan. Dengan demikian maka mustahik ini tetap akan ada selama masih berlangsung peperangan antara kaum muslimin dengan musuhnya.

Kelima: Gharimin (orang berhutang)

Al-Gharim adalah orang yang berhutang dan tidak mampu membayarnya. Ada dua macam jenis gharim, yaitu:

1. Al-Gharim untuk kepentingan dirinya sendiri, yaitu orang yang berhutang untuk menutup kebutuhan primer pribadi dan orang-orang yang menjadi tanggung jawabnya, seperti rumah, makan, pernikahan, perabotan. Atau orang yang terkena musibah sehingga kehilangan hartanya, dan memaksanya untuk berhutang. Mereka dapat diberi zakat dengan syarat:

  • membutuhkan dana untuk membayar hutang
  • hutangnya untuk mentaati Allah atau untuk perbuatan mubah
  • hutangnya jatuh tempo saat itu atau pada tahun itu
  • tagihan hutang dengan sesama manusia, maka hutang kifarat tidak termasuk dalam jenis ini, karena tidak ada seorangpun yang dapat menagihnya.

Al-Gharim diberikan sejumlah yang dapat melunasi hutangnya.

2. Al-Gharim untuk kemaslahatan orang lain, seperti orang yang berhutang untuk mendamaikan dua orang muslim yang sedang berselisih, dan harus mengeluarkan dana untuk meredam kemarahannya. Maka, siapapun yang mengeluarkan dana untuk kemaslahatan umum yang diperbolehkan agama, lalu ia berhutang untuk itu, ia dibantu melunasinya dari zakat.

Diperbolehkan membayar hutangnya mayit dari zakat. Karena gharim mencakup yang masih hidup dan yang sudah mati. Demikian madzhab Maliki, berdasrkan hadits Nabi yang bersabda, “Aku adalah yang terdekat pada seorang mukmin daripada diri mereka sendiri. Barangsiapa yang meninggalkan harta, maka itu untuk ahli warisnya; dan barangsiapa yang meninggalkan hutang atau kehilangan, maka kepadaku dan kewajibanku.” (muttafaq alaih)

Sebagian ulama hari ini memperbolehkan zakat dipinjamkan dengan qardhul hasan karena qiyas aulawiy (prioritas), yaitu jika hutang yang sudah terjadi boleh dibayarkan dari zakat, maka qardhul hasan yang bersih dari riba lebih prioritas dari pada pembagian zakat. Berhutang dalam dua keadaan itu tujuannya sama, yaitu untuk menutup kebutuhan.

Keenam: Fii Sabilillah

Ibnul Atsir berkata, kata Sabilillah berkonotasi umum, untuk seluruh orang yang bekerja ikhlas untuk mendekatkan diri kepada Allah dengan melaksanakan kewajiban, yang sunnah dan kebaikan-kebaikan lainnya. Dan jika kata itu diucapkan, maka pada umumnya ditujukan untuk makna jihad. Karena banyaknya penggunaannya untuk konotasi ini maka sepertinya kata fisabilillah, hanya digunakan untuk makna jihad ini (lihat Kitab An-Nihayah Ibnu Atsir).

Menurut empat madzhab, mereka bersepakat bahwa jihad termasuk ke dalam makna fi sabilillah, dan zakat diberikan kepadanya sebagai personil mujahidin. Sedangkan pembagian zakat kepada selain keperluan zakat, madzhab Hannafi tidak sependapat dengan madzhab lainnya, sebagaimana mereka telah bersepakat untuk tidak memperbolehkan penyaluran zakat kepada proyek kebaikan umum lainnya seperti majid, madrasah, dan lain-lain.

Pandapat lain. Imam Ar Razi mengatakan dalam tafsirnya, “Sesungguhnya teks zhahir dari firman Allah wa fii sabiilillah (وفي سَبيل الله) tidak hanya terbatas pada para tentara saja. Demikianlah yang dirilis oleh Al-Qaffal dalam tafsirnya dari sebagian ulama fiqih, bahwa mereka memperbolehkan penyaluran zakat kepada seluruh proyek kebaikan seperti mengkafani mayit, membangun pagar, membangun masjid, karena kata fi sabilillah berlaku umum untuk semua proyek kebaikan.

As-Sayyid Siddiq Hasan Khan berkata, sabilillah artinya seluruh jalan yang menuju kepada Allah. Sedangkan jihad –meskipun jalan terbesar kepada Allah– tetapi tidak ada dalil yang mengkhususkan pembagian zakat hanya kepada mujahid. (lihat Ar-Raudhatun Nadiyyah).

Rasyid Ridha berkata, sabilillah di sana adalah kemaslahatan umum kaum muslimin yang digunakan untuk menegakkan urusan dunia dan agama, bukan pada individunya. Yang utama dan pertama adalah persiapan perang seperti pembelian senjata, perbekalan tentara, alat transportasi, pemberangkatan pasukan… dan termasuk juga dalam hal ini adalah mendirikan rumah sakit, membuka jalan, mempersiapkan para dai yang menyerukan Islam, mengirimkan mereka ke daerah-daerah kafir (lihat Tafsir Al-Manar).

Syeikh Mahmud Syaltut dalam bukunya Islam Aqidah dan Syari’ah dalam hal ini menyatakan, sabilillah adalah seluruh kemaslahatan umum yang tidak dimiliki oleh seseorang dan tidak memberi keuntungan kepada perorangan. Lalu dia menyebutkan, setelah pembentukan satuan perang adalah rumah sakit, jalan, rel kereta, dan mempersiapkan para dai.

Syeikh Hasanain Makhluf, Mufti Mesir, berfatwa tentang kebolehan menyalurkan zakat kepada seluruh organisasi kebaikan Islam, bersandar kepada ungkapan Ar-Razi dari Al-Qaffal dan lain-lain dalam memaknai kata fi sabilillah.

Dalam Zhilalil Qur’an, Sayyid Quthb berkata, fi sabilillah adalah jalan luas yang mencakup seluruh kemaslahatan jama’ah yang menegakkan kalimat Allah.

Kesimpulannya, yang rajah (kuat) bahwa yang dimaksud dari firman Allah “fisabilillah” adalah jihad seperti yang dimaksudkan oleh jumhurul ulama. Akan tetapi bentuk jihad pada masa sahabat dan para ulama sesudahnya terbatas pada berperang. Karena hukum Allah sudah berdiri tegak dan Negara Islam berwibawa. Adapun pada zaman sekarang ini, bentuk jihad itu tampil dengan warna yang bermacam-macam untuk menegakkan agama Allah, menyampaikan dakwah dan melindungi umat Islam. Kami berpendapat bahwa sangat mungkin untuk menyalurkan zakat kepada lembaga-lembaga modern seperti ini yang masuk ke dalam bab fisabilillah. Yaitu jalan yang digunakan untuk membela agama Allah dan menjaga umat Islam, baik dalam bentuk tsaqafah (wawasan), pendidikan, media, atau militer, dst. Dan perlu ditegaskan di sini bahwa peperangan yang boleh dibiayai dengan zakat adalah perang fisabilillah di bawah bendera Islam, untuk membela kepentingan Islam dan dibawah komando pemimpin Islam.

Ketujuh: Ibnu sabil

Mereka adalah para musafir yang kehabisan biaya di negera lain, meskipun ia kaya di kampung halamannya. Mereka dapat menerima zakat sebesar biaya yang dapat mengantarkannya pulang ke negerinya, meliputi ongkos jalan dan perbekalan, dengan syarat:

  • Ia membutuhkan di tempat ia kehabisan biaya.
  • Perjalanannya bukan perjalanan maksiat, yaitu dalam perjalanan sunnah atau mubah.
  • Sebagian madzhab Maliki mensyaratkan: tidak ada yang memberinya pinjaman dan ia mampu membayarnya.

Penyaluran zakat kepada para mustahiq

  1. Imam Syafi’i berpendapat bahwa zakat harus dibagikan kepada delapan kelompok itu dengan merata, kecuali jika salah satu kelompok itu tidak ada, maka zakat diberikan kepada ashnaf yang masih ada. Jika muzakki itu sendiri yang membagikan langsung zakatnya, maka gugur pula bagian amil.
  2. Madzhab Hanafi dan Maliki berpendapat bahwa zakat boleh diberikan kepada sebagian ashnaf, tidak kepada seluruh ashnaf yang ada. Bahkan mereka memperbolehkan pemberian zakat hanya kepada salah satu ashnaf saja sesuai dengan kondisi. Inilah pendapat mayoritas ulama dan pendapat yang paling kuat dengan memperhatikan hal-hal berikut ini:
    1. Tidak diperbolehkan menghilangkan hak salah satu mustahiq tanpa ada sebab, jika imam yang melakukan pembagian dan jumlah zakat cukup banyak.
    2. Diperbolehkan memberikan zakat hanya kepada satu ashnaf saja jika ada kemaslahatan yang dapat dipertannggungjawabkan, seperti ketika perang yang mengharuskan zakat untuk pembiayaan mujahid di medan perang.
    3. Ketika membagikan zakat kepada semua ashnaf secara menyeluruh tidak diharuskan membagi rata kepada mereka. Dan yang diwajibkan adalah memberikan bagian pada masing-masing sesuai dengan jumlah dan kebutuhan.
    4. Selalu diperhatikan bahawa kelompok prioritas adalah fakir miskin. Kelompok yang diulang-ulang dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah. Maka tidak diperbolehkan menghalangi hak mereka dari zakat, kecuali karena kondisi darurat sesaat.
    5. Jika muzakki yang membagikan langsung zakatnya dan jumlah zakatnya kecil, boleh diberikan kepada satu kelompok dan satu orang saja untuk mencapai tujuan zakat, yaitu menutup kebutuhan.
    6. Jika imam yang membagikan, maka bagian amilin tidak boleh lebih banyak dari seperdelapan, menurut Imam Syafi’i, agar zakat tidak habis di tangan para pegawai saja.

 Sumber: dakwatuna.com