News

Gambar Tidak Tersedia

Lailatul Qadar

Keutamaan Lailatul Qadar

Saudaraku, pada sepertiga terakhir dari bulan yang penuh berkah ini terdapat malam Lailatul Qadar, suatu malam yang dimuliakan oleh Allah melebihi malam-malam lainnya. Di antara kemuliaan malam tersebut adalah Allah mensifatinya dengan malam yang penuh keberkahan. Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُبَارَكَةٍ إِنَّا كُنَّا مُنْذِرِينَ (3) فِيهَا يُفْرَقُ كُلُّ أَمْرٍ حَكِيمٍ (4)

“Sesungguhnya Kami menurunkannya (Al Qur’an) pada suatu malam yang diberkahi. dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan. Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah.” (QS. Ad Dukhan [44] : 3-4). Malam yang diberkahi dalam ayat ini adalah malam lailatul qadar sebagaimana ditafsirkan pada surat Al Qadar. Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ (1)

Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan.” (QS. Al Qadar [97] : 1)

Keberkahan dan kemuliaan yang dimaksud disebutkan dalam ayat selanjutnya,

لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ (3) تَنَزَّلُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ مِنْ كُلِّ أَمْرٍ (4) سَلَامٌ هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْرِ (5)

“Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar.” (QS. Al Qadar [97] : 3-5)

Kapan Malam Lailatul Qadar Terjadi?

Lailatul Qadar itu terjadi pada sepuluh malam terakhir di bulan Ramadhan, sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

تَحَرَّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِى الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ

Carilah lailatul qadar pada sepuluh malam terakhir dari bulan Ramadhan.” (HR. Bukhari)

Terjadinya lailatul qadar di malam-malam ganjil itu lebih memungkinkan daripada malam-malam genap, sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

تَحَرَّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِى الْوِتْرِ مِنَ الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ

Carilah lailatul qadar di malam ganjil dari sepuluh malam terakhir di bulan Ramadhan.” (HR. Bukhari)

Terjadinya lailatul qadar di tujuh malam terakhir bulan ramadhan itu lebih memungkinkan sebagaimana hadits dari Ibnu Umar bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

الْتَمِسُوهَا فِى الْعَشْرِ الأَوَاخِرِيَعْنِى لَيْلَةَ الْقَدْرِفَإِنْ ضَعُفَ أَحَدُكُمْ أَوْ عَجَزَ فَلاَ يُغْلَبَنَّ عَلَى السَّبْعِ الْبَوَاقِى

Carilah lailatul qadar di sepuluh malam terakhir, namun jika ia ditimpa keletihan, maka janganlah ia dikalahkan pada tujuh malam yang tersisa. (HR. Muslim)

Dan yang memilih pendapat bahwa lailatul qadar adalah malam kedua puluh tujuh sebagaimana ditegaskan oleh Ubay bin Ka’ab radhiyallahu ‘anhu. Namun pendapat yang paling kuat dari berbagai pendapat yang ada sebagaimana dikatakan Ibnu Hajar dalam Fathul Bari bahwa lailatul qadar itu terjadi pada malam ganjil dari sepuluh malam terakhir dan waktunya berpindah-pindah dari tahun ke tahun. Mungkin pada tahun tertentu terjadi pada malam kedua puluh tujuh atau mungkin juga pada tahun yang berikutnya terjadi pada malam kedua puluh lima tergantung kehendak dan hikmah Allah Ta’ala. Hal ini dikuatkan oleh sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

الْتَمِسُوهَا فِى الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِى تَاسِعَةٍ تَبْقَى ، فِى سَابِعَةٍ تَبْقَى ، فِى خَامِسَةٍ تَبْقَى

Carilah lailatul qadar di sepuluh malam terakhir dari bulan Ramadhan pada sembilan, tujuh, dan lima malam yang tersisa.”  (HR. Bukhari)

Catatan : Hikmah Allah menyembunyikan pengetahuan tentang terjadinya malam lailatul qadar di antaranya adalah agar terbedakan antara orang yang sungguh-sungguh untuk mencari malam tersebut dengan orang yang malas. Karena orang yang benar-benar ingin mendapatkan sesuatu tentu akan bersungguh-sungguh dalam mencarinya. Hal ini juga sebagai rahmat Allah agar hamba memperbanyak amalan pada hari-hari tersebut dengan demikian mereka akan semakin bertambah dekat dengan-Nya dan akan memperoleh pahala yang amat banyak. Semoga Allah memudahkan kita memperoleh malam yang penuh keberkahan ini. Amin Ya Sami’ad Da’awat.

Gambar Tidak Tersedia

Keutamaan Zakat, Infaq dan Sedekah

Sesungguhnya seluruh ibadah yang Allah Subhanahu wata'ala syariatkan untuk hamba-hamba-Nya, pasti dan tentu ada keutamaan yang terkandung didalamnya, baik kita semua ketahui hal tersebut ataupun masih tersembunyi dan hanya diketahui oleh orang-orang tertentu saja, oleh karena itu keutamaan atau keistimewaan dan keunggulan serta hikmah suatu ibadah bukanlah tujuan utama dalam pelaksanaan ibadah tersebut, namun hanya sebagai salah satu faktor pendorong untuk melaksanakan ibadah tersebut dengan sebaik-baiknya hanya karena Allah, secara terus menerus istiqomah di jalan-Nya.


Definisi Zakat, Infaq dan Sedekah

Zakat, infak dan sedekah hakekatnya adalah satu namun dengan ungkapan dan hukum yang berbeda, karena zakat itu juga adalah sedekah sebagaimana firman Allah Subhanahu wata'ala :

{خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا} [التوبة: 103]

Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka, [Attaubah (9):103]

Dari ayat diatas nampak jelas bagi kita bahwa kata "Shodaqoh" diungkapkan dalam terjemahan dengan istilah zakat.

Demikian pula zakat atau sedekah juga terkadang diungkapkan dengan istilah infak/nafkah sebagaimana dalam firman Allah Subhanahu wata'ala :

{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَنْفِقُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا كَسَبْتُمْ وَمِمَّا أَخْرَجْنَا لَكُمْ مِنَ الْأَرْضِ} [البقرة: 267]

Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah-infakkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. [Al Baqoroh (2):267]

Kata-kata "nafkahkanlah-infakkanlah" dalam ayat diatas digunakan sebagai perintah untuk mengeluarkan zakat atau sedekah baik yang hukumnya wajib ataupun yang sunnah.

Keutamaan Zakat, Infak dan Sedekah

Ganjaran Berlipat Ganda
Allah -Subhanahu wa Ta’ala- berfirman:

{مَنْ ذَا الَّذِي يُقْرِضُ اللَّهَ قَرْضًا حَسَنًا فَيُضَاعِفَهُ لَهُ أَضْعَافًا كَثِيرَةً وَاللَّهُ يَقْبِضُ وَيَبْسُطُ وَإِلَيْهِ تُرْجَعُونَ} [البقرة: 245]

Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), maka Allah akan melipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezeki) dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan. [Al Baqoroh (2):245]

Tanda Ketaqwaan
Allah -Ta’ala- berfirman:

{{ذَلِكَ الْكِتَابُ لَا رَيْبَ فِيهِ هُدًى لِلْمُتَّقِينَ (2) الَّذِينَ يُؤْمِنُونَ بِالْغَيْبِ وَيُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ (3)} [البقرة: 2، 3]

Kitab (Al Qur'an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa, (yaitu) mereka yang beriman kepada yang gaib, yang mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka, [Al Baqoroh (2):2&3]

Bekal Menuju Akhirat
Allah Ta’ala berfirman:

{يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَنْفِقُوا مِمَّا رَزَقْنَاكُمْ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَ يَوْمٌ لَا بَيْعٌ فِيهِ وَلَا خُلَّةٌ وَلَا شَفَاعَةٌ وَالْكَافِرُونَ هُمُ الظَّالِمُونَ} [البقرة: 254]

Hai orang-orang yang beriman, belanjakanlah (di jalan Allah) sebagian dari rezeki yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang hari yang pada hari itu tidak ada lagi jual beli dan tidak ada lagi persahabatan yang akrab dan tidak ada lagi syafa`at. Dan orang-orang kafir itulah orang-orang yang lalim. [Al Baqoroh (2):254]

Perisai Dari Neraka
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

"لِيتَّقِ أحدُكم وجهَه النارَ ولو بِشِق تمرة"

“Hendaknya salah seorang diantara kalian melindungi wajahnya dari neraka, sekalipun dengan sebelah biji korma”. [HR. Ahmad. Hadits ini di-shohih-kan oleh Al-Albaniy dalam Shohih At-Targhib (864)]

Shadaqah Penghapus Kesalahan
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

وَالصَّدَقَةُ تُطْفِئُ الْخَطِيئَةَ كَمَا يُطْفِئُ الْمَاءُ النَّارَ

“Shadaqah itu memadamkan (menghapuskan) kesalahan sebagaimana air memadamkan api” [HR. Ahmad dalam Al-Musnad (3/321), dan Abu Ya’laa. Lihat Shohih At-Targhib (1/519)]

Pelindung di Padang Mahsyar
Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda:

"كلُّ امْرِىءٍ فِي ظِلِّ صَدقَتِهِ حَتَّى يُقْضَى بَيْنَ النَّاسِ"

“Setiap orang berada dalam naungan shadaqahnya hingga diputuskan perkara di antara manusia“. [HR. Ahmad, Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban, dan Al-Hakim. Hadits ini shohih sebagaimana yang dinyatakan oleh Syaikh Al-Albaniy dalam Shohih At-Targhib wa At-Tarhib (872)]

Pemadam Panas Di Alam Kubur
Rasulullah yang sangat sayang kepada umatnya telah memberikan tuntunan yang bisa menyelamatkan umatnya dari panasnya api neraka yaitu bershadaqah. Beliau bersabda:

إِنَّ الصَّدَقَةَ لَتُطْفِئُ عَنْ أَهْلِهَا حَرَّ الْقُبُورِ

“Sesungguhnya shadaqah akan memadamkan panasnya kubur bagi pemilik shadaqah”. [HR. Ath-Thobroniy dalam Al-Kabir, dan Al-Baihaqiy. Syaikh Al-Albaniy meng-hasan-kan hadits ini dalam Ash-Shohihah (3484)]

Mendapat Do'a dari Malaikat
Rasululullah -shallallahu ‘alaihi wasallam- bersabda:

" مَا مِنْ يَوْمٍ يُصْبِحُ العِبَادُ فِيهِ، إِلَّا مَلَكَانِ يَنْزِلاَنِ، فَيَقُولُ أَحَدُهُمَا: اللَّهُمَّ أَعْطِ مُنْفِقًا خَلَفًا، وَيَقُولُ الآخَرُ: اللَّهُمَّ أَعْطِ مُمْسِكًا تَلَفًا "

“Tak ada suatu hari pun seorang hamba berada di dalamnya, kecuali ada dua orang malaikat akan turun; seorang diantaranya berdo’a, “Ya Allah berikanlah ganti bagi orang yang berinfaq”. Yang lainnya berdo’a, “Ya Allah, berikanlah kehancuran bagi orang yang menahan infaq”.”. [HR. Al-Bukhoriy dan Muslim ]

Golongan Yang Allah Naungi di Hari Kiamat
Dari Abu Hurairah radhiallahu anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam beliau bersabda:

" سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمُ اللَّهُ فِي ظِلِّهِ، يَوْمَ لاَ ظِلَّ إِلَّا ظِلُّهُ: الإِمَامُ العَادِلُ، وَشَابٌّ نَشَأَ فِي عِبَادَةِ رَبِّهِ، وَرَجُلٌ قَلْبُهُ مُعَلَّقٌ فِي المَسَاجِدِ، وَرَجُلاَنِ تَحَابَّا فِي اللَّهِ اجْتَمَعَا عَلَيْهِ وَتَفَرَّقَا عَلَيْهِ، وَرَجُلٌ طَلَبَتْهُ امْرَأَةٌ ذَاتُ مَنْصِبٍ وَجَمَالٍ، فَقَالَ: إِنِّي أَخَافُ اللَّهَ، وَرَجُلٌ تَصَدَّقَ، أَخْفَى حَتَّى لاَ تَعْلَمَ شِمَالُهُ مَا تُنْفِقُ يَمِينُهُ، وَرَجُلٌ ذَكَرَ اللَّهَ خَالِيًا فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ "

“Ada tujuh golongan manusia yang akan mendapat naungan Allah pada hari yang tidak ada naungan kecuali naungan-Nya: Pemimpin yang adil; Pemuda yang tumbuh di atas kebiasaan ‘ibadah kepada Rabbnya; Lelaki yang hatinya terpaut dengan masjid;  Dua orang yang saling mencintai karena Allah, sehingga mereka tidak bertemu dan tidak juga berpisah kecuali karena Allah; Lelaki yang diajak (berzina) oleh seorang wanita yang mempunyai kedudukan lagi cantik lalu dia berkata, ‘Aku takut kepada Allah’; Orang yang bersedekah dengan sembunyi-sembunyi, hingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diinfakkan oleh tangan kanannya; Orang yang berdzikir kepada Allah dalam keadaan sendiri hingga kedua matanya basah karena menangis.”
(HR. Al-Bukhari no. 620 dan Muslim no. 1712)

Keutamaan dan Hikmah Zakat Fitri

Dari Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma, ia berkata:

فَرَضَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَكَاةَ الْفِطْرِ طُهْرَةً لِلصَّائِمِ مِنْ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ وَطُعْمَةً لِلْمَسَاكِيْنِ

“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mewajibkan zakat fitrah sebagai penyuci bagi orang yang berpuasa dari perbuatan yang sia-sia dan kata-kata kotor serta sebagai pemberian makanan untuk orang-orang miskin.” (Hasan, HR. Abu Dawud Kitabul Zakat Bab. Zakatul Fitr: 17 no. 1609 Ibnu Majah: 2/395 K. Zakat Bab Shadaqah Fitri: 21 no: 1827 dihasankan Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahih Sunan Abu Dawud)

Berdasarkan hadits diatas dapat disimpulkan bahwa diantara keutamaan dan hikmah diwajibkannya mengeluarkan zakat khususnya zakat fitrah adalah sebagai penyuci dan pembersih serta memasukkan kegembiraan kepada faqir miskin dengan bentuk pemberian makanan untuk mereka.

Sungguh agung dan besar keutamaan zakat, infak dan sedekah akan tetapi suatu amalan tidak akan menjadi agung, tanpa disertai dengan niat yang ikhlas dan sesuai dengan tuntunan Rasulullah -Shallallahu ‘alaihi wa sallam-. Semoga Allah memudahkan kita untuk menunaikan zakat, infak dan sedekah baik sedekah berupa materi, tenaga, pikiran maupun berupa ucapan. Amin…

Sumber : https://majelis.zainalm.com/2014/07/keutamaan-zakat-infak-dan-sedekah.html

Gambar Tidak Tersedia

10 Hari terakhir di bulan Ramadhan

Memasuki 10 hari terakhir di bulan ramadhan merupakan hari yang paling dinanti oleh umat muslim hampir di seluruh dunia.

Bagaimana tidak, 10 hari terakhir di bulan ramadhan memilliki keistimewaan sendiri bagi umat islam yaitu, adanya malam Lailatul Qadar atau malam seribu bulan.

Memang tidak dijelaskan kapan malam Lailatul Qadar, namun seperti yang diriwayatkan oleh HR Bukhari, Lailatul Qadar biasanya terjadi di hari ganjil pada 10 hari terakhir ramadhan.

Aisyah mengatakan, “Ketika memasuki sepuluh akhir Ramadhan, Nabi fokus beribadah, mengisi malamnya dengan ibadah, dan membangunkan keluarganya untuk ikut ibadah,” (HR Al-Bukhari).

Dalam riwayat lain, dikutip nu online, Rasulullah memerinci lailatul qadar biasanya terjadi malam ganjil di sepuluh terakhir Ramadhan. Rasulullah berkata:

تَحَرَّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِفِي الْوِتْرِمِنَ الْعَشْرِالْأَوَاخِرِمِنْ رَمَضَانَ

Artinya, “Carilah lailatul qadar pada malam ganjil sepuluh terakhir Ramadhan,” (HR Al-Bukhari).

Cara mendapatkan

Diantaranya berpuasa pada siang hari.

Berpuasa di sini berarti menjaga mata, telinga, mulut, tangan, hingga kaki, bukan hanya lapar atau haus.

"Syiam itu tetap beraktivitas tapi menundukkan pandangan, jaga lidah," kata Ustaz Abdul Somad.

Setelah itu, beribadah di malam hari (salat).

Ibadah ini seperti melakukan salat tarawih, membaca Alquran setelahnya.

Hal yang dilakukan berikutnya adalah tidur.

Dan kemudian bangun di sepertiga malam untuk salat tahajud dan salat lailatul qadar.

Ustaz Abdul Somad mengatakan tahajud bisa dilakukan 8 rokaat, 2 rakaat satu kali salam.

Setelah tahajud, seseorang bisa menyambungnya dengan beristigfar.

"Insyaallah, beramal dari malam pertama hingga terkahir, insyaallah Allah akan berikan malam lailatul qadar," ungkapnya.

"Makna lailatul qadar adalah tiap malam beribadah," imbuhnya.

Amalan dan Bacaan yang Diucapkan Rasulullah

Sementara itu, saat lailatul qadar, rasulullah mengamalkan sejumlah amalan.

Berikut amalannya, seperti yang disampaikan oleh Imam An-Nawawi dalam kitab Al-Adzkar:

روينا بالأسانيد الصحيحة في كتب الترمذي والنسائي وابن ماجه وغيرها عن عائشة رضي الله عنها قالتْ: قلتُ: يارسول اللَّه إن علمتُ ليلة القدر ما أقول فيها؟ قال: " قُولي: اللَّهُمَّ إنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ العَفْوَ فاعْفُ عَنِّي

قال أصحابَنا رحمهم الله: يُستحبّ أن يُكثِر فيها من هذا الدعاء، ويُستحبّ قراءةُ القرآن وسائر الأذكار والدعوات المستحبة في المواطن الشريفة.....قال الشافعي رحمه الله: أستحبّ أن يكون اجتهادُه في يومها كاجتهاده في ليلتها، هذا نصّه، ويستحبّ أن يُكثرَ فيها من الدعوات بمهمات المسلمين، فهذا شعار الصالحين وعباد الله العارفين.

Artinya, “Kami riwayatkan dari sanad yang shahih dalam kitab al-Tirmidzi, An-Nasa’i, Ibnu Majah, dan lain-lain bahwa Aisyah pernah berkata, ‘Wahai Rasulullah, andaikan aku mengetahui lailatul qadar, apa yang bagus aku baca?’ Rasulullah menjawab, ‘Bacalah Allahumma innaka ‘afuwwun tuhibbul ‘afwa fa’fu ‘anni’ (Wahai Tuhan, Engkau Maha Pengampun, menyukai orang yang minta ampunan, ampunilah aku).’

Saat malam lailatul qadar, disunahkan untuk memperbanykan baca doa tersebut.

Kemudian membaca Alquran, zikir, dan doa-doa yang disunahkan.

Imam As-Syafi’I berkata, ‘Aku menyukai memperbanyak ibadah tersebut di siang hari sebagaimana di malam hari.’ Dianjurkan juga memperbanyak doa-doa yang penting bagi umat Islam. Ini tanda orang-orang saleh dan hamba Allah yang arif."

Allahumma innaka ‘afuwwun tuhibbul ‘afwa fa’fu ‘anni’

Artinya, “Wahai Tuhan, Engkau Maha Pengampun, menyukai orang yang minta ampunan, ampunilah aku.”

Tak hanya dilakukan pada malam hari, amalan tersebut juga sebaiknya dilakukan pada siang hari. 

Untuk tandanya orang yang sudah diberikan lailatul qadar tidak disebutkan.

Akan tetapi orang tersebut biasanya akan lebih baik setelah bulan ramadan.

Sumber : Ceramah Ust. Abdul Somad

Gambar Tidak Tersedia

Khatam Al-Quran

Alhamdulillah bulan suci Ramadhan tiba dan kita masih dapat merasakannya. Di bulan yang penuh rahmat dan ampunan ini kita akan terlatih untuk mengendalikan nafsu, bukan hanya nafsu makan saja namun juga nafsu lainnya yang ada di dalam diri kita. Istimewanya lagi, di Bulan Ramadhan semua kebaikan yang kita lakukan pahalanya akan dilipatgandakan.

Mengkhatamkan Alquran misalnya. Banyak orang melakukannya karena ingin memanfaatkan momentum bulan suci ini, juga Nuzulul Qur’an. Berbagai kegiatan seperti tadarus dilakukan demi bisa mengkhatamkan Alquran sejumlah 30 Juz.

“Siapa yang membaca satu huruf Alquran maka baginya satu kebaikan dengan bacaan tersebut, satu kebaikan dilipatkan menjadi 10 kebaikan semisalnya dan aku tidak mengatakan alif lam mim satu huruf akan tetapi Alif satu huruf, Laam satu huruf, dan Mim satu huruf.” (HR. Tirmidzi)

1. Sebelum memutuskan untuk mengkhatamkan, coba selaraskan dulu target dengan kemampuan

Yang penting pahami dulu tajwid dan bagaimana bacaan-bacaannya. Jangan cuma tergesa-gesa.

Bagaimana kemampuan membaca Alquran kita? Dengan kemampuan standar kita bisa menyelesaikan bacaan Alquran 2 lembar dalam 5-7 menit saja. Berbeda halnya jika kemampuan membaca kita masih terbata-bata, kita mungkin akan membutuhkan waktu yang lebih lama. Jika kita merasa kemampuan membacanya belum sempurna, tak perlu memasang target untuk mengkhatamkannya, akan lebih utama jika kita belajar membaca dengan benar dan memperhatikan bagaimana tajwidnya.

2. Beli Alquran kecil yang bisa dibawa kemana-mana, atau install saja aplikasinya

Untuk bisa khatam lebih dari sekali dalam sebulan kita membutuhkan Alquran yang bisa kita baca setiap saat. Cara paling mudah tentu dengan meng-install aplikasi Alquran di dalam smartphone kita. Namun beberapa orang merasa kurang nyaman dan sulit berkonsentrasi menggunakan Alquran digital, jika kamu salah satunya kamu bisa membeli Alquran kecil berukuran 9 x 6 cm, yang bisa banget dibawa kemana-mana. Nggak berat dan hurufnya masih bisa terbaca oleh mata.

3. Alquran itu hanya memiliki 600 halaman, baca dua lembar tiap usai sholat saja sudah aman

Satu juz Alquran versi Madinah Rasm Utsmany terdiri dari 20 halaman, berarti keseluruhan ada 600 halaman, karena ada 30 Juz dalam Alquran. Jika bulan Ramadhan berlangsung selama 30 hari, maka untuk sekali khatam kita harus membaca 20 halaman tiap harinya.

Nah, alhamdulillah-nya kita melaksanakan sholat lima waktu, 20 halaman dibagi 5 sama dengan 4 halaman atau 2 lembar.

4. Kamu yang tepat waktu sholatnya, membaca Alquran antara adzan dan iqamah juga bisa dicoba

Tidak harus seusai sholat membacanya, Guys. Yang sholatnya selalu berusaha tepat waktu di Bulan Ramadhan ini juga bisa memanfaatkan waktu antara adzan dan iqamah untuk membaca Alquran.

Daripada mikirin hal yang nggak jelas, membaca Alquran akan lebih bisa mengendalikan nafsumu. Dan akan lebih baik kalau kita membaca tafsir Alqurannya juga agar bisa mempelajari makna kemudian mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. Hasilnya nanti akan sama dengan hitungan sebelumnya.

5. Tak harus dibagi lima, kita bisa juga hanya sekali duduk membaca 1 juz untuk menyelesaikannya

Kalau merasa agak repot harus membaca Alquran tiap usai sholat karena kamu seorang pekerja maupun mahasiswa yang kegiatannya cukup padat di Bulan Ramadhan, kamu bisa menyiasatinya dengan cara ini;  Cukup sediakan waktu 30 menit saja tiap harinya untuk menyelesaikan 1 juz.

Kamu bisa memilih waktu pagi usai sahur sambil menunggu subuh, atau malam usai tarawih maupun waktu lain. Jika ingin khatam lebih dari sekali artinya kamu harus menyediakan waktu 2 x 30 menit tiap hari.

6. Yang muslimah, jangan lupa memperhatikan masa menstruasi karena bisa mengurangi jatah hari

Berapa hari biasanya kamu menstruasi? Hitung-hitungan untuk para muslimah akan berbeda dan mereka harus siap menabung beberapa juz saat mereka masih belum menstruasi di Bulan Ramadhan. Triknya tentu mereka harus meluangkan waktu khusus untuk menabung juz Alquran sejumlah hari yang nantinya akan mereka tinggalkan karena tidak bisa puasa selama masa menstruasi. Akan sangat menguntungkan jika menstruasinya datang di sedikit awal atau kahir ramadhan saja.

7. Kita bisa lho menabung bacaan Alquran di awal hari dengan giat, mumpung masih semangat

Awal-awal puasa biasanya masih semangat-semangatnya melakukan amal kebaikan dan akan mulai mengendur di tengah lalu semangat lagi di akhir Bulan Ramadhan. Manfaatkan semangat kita untuk menabung sebanyak mungkin di hari-hari awal tersebut. Untuk menjaga semangat kita perlu menghemat tenaga salah satunya dengan tak perlu bersuara terlalu keras dan juga menyimak bacaan Alquran orang lain misalnya dari mp3 atau Alquran talk pada smartphone-mu.

8. Jangan hanya membaca Alquran setelah sholat, tapi bacalah setiap kamu ingat dan sempat

Jika kita hanya membacanya seusai sholat fardhu sebanyak 2 lembar maka hanya bisa khatam 1 kali selama Bulan Ramadhan. Jika targetnya lebih dari itu maka kita harus mengatur waktu lain juga untuk tetap membaca Alquran. Disinilah peran Alquran saku dan Alquran digital, setiap kita ingat Alquran dan kebetulan sedang sempat maka segerakanlah untuk membaca. Entah itu sedang di kantor, dalam kendaraan atau dimanapun yakinlah kalau sudah niat akan tetap bisa menyelesikan.

9. Karena ini bagian dari komitmen, kamu bisa menerapkan reward and punishment

Mengkhatamkan Alquran adalah komitmen yang kita buat dengan diri kita sendiri. Jika kita tidak bisa menaatinya boleh saja kita memberikan punishment pada diri kita, misalnya jika hari itu tidak memenuhi target maka akan dianggap hutang dan harus dibayar di hari berikutnya.

Dan jika berhasil memenuhi target dibayar dengan menu-menu buka puasa enak, misalnya. Sebenarnya ada beberapa trik agar bisa menjaga komitmen ini, salah satunya dengan gonti-ganti posisi saat sedang tadarus, memilih tempat yang nyaman dan melawan kantuk dengan wudhu atau mandi sekalian.

10. Bacalah Alquran dengan tartil dan pelan, karena intinya ada di penghayatan

“Dan bacalah Alquran dengan perlahan-lahan (tartil)”

Q.S. Al-Muzammil:4

Jangan membaca Alquran terlalu cepat hanya demi mengkhatamkan, bacaan kita tetap harus tartil dengan penghayatan. Karena manfaat Alquran yang bisa kita dapatkan bergantung pada bagaimana cara kita menghayatinya. Bukan hanya sekedar membaca asal-asalan, kita juga harus memahaminya dan mengamalkan ajaran Alquran dalam kehidupan.

Jika kita punya waktu luang untuk berlama-lama membaca status orang di media sosial, mengomentarinya, atau bahkan menghujatnya, kenapa kita selalu berkilah merasa tak punya waktu jika berurusan dengan-Nya? Sesederhana mengkhatamkan Alquran di bulan suci Ramadhan.

Sumber : https://www.hipwee.com/tips/tips-mengkhatamkan-alquran-sebulan-lebih-dari-satu-kali-mumpung-ramadhan-masih-baru-dimulai/

Gambar Tidak Tersedia

Malam Nuzulul Quran

Nuzulul Qur'an yang secara harfiah berarti turunnya AlQuran adalah istilah yang merujuk kepada peristiwa penting penurunan Al Qur’an secara keseluruhan diturunkan dari Lauhul Mahfuzh ke Baitul ‘Izzah di langit dunia.

Al Qur'an diturunkan berangsur-angsur kepada Rasul -shallallahu ‘alaihi wa sallam- sesuai dengan peristiwa-peristiwa dalam jangka waktu sekitar 23 tahun.

Diyakini peristiwa Nuzulul Quran ini pada malam 17 Ramadhan.

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآَنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ. البقرة

'Bulan Ramadhan, bulan yang di padanya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak Peringatan terhadap turunnya Alquran diwujudkan oleh masyarakat dalam berbagai acara, ada yang dengan mengadakan pengajian umum.

Dari mereka ada yang merayakannya dengan pertunjukan pentas seni, semisal qasidah, anasyid dan lainnya.

Dan tidak jarang pula yang memperingatinya dengan mengadakan pesta makan-makan.

Lalu bagaimanakah cara Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, sahabatnya dan juga ulama’ terdahulu setelah mereka memperingati kejadian ini?

“Dahulu Malaikat Jibril senantiasa menjumpai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada setiap malam Ramadhan, dan selanjutnya ia membaca Al Qur’an bersamanya.” (Riwayat Al Bukhari)

Demikianlah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bermudarasah, membaca AlQuran bersama Malaikat Jibril alaihissalam di luar shalat.

Dan ternyata itu belum cukup bagi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau masih merasa perlu untuk membaca Al Qur’an dalam sholatnya.

Seberapa banyak dan seberapa lama Rasulullah SAW membaca AlQuran dalam sholatnya?

Simaklah penguturan sahabat Huzaifah radhiallahu ‘anhu tentang pengalaman beliau shalat tarawih bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

“Pada suatu malam di bulan Ramadhan, aku shalat bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di dalam bilik yang terbuat dari pelepah kurma. Beliau memulai shalatnya dengan membaca takbir, selanjutnya beliau membaca doa:

الله أكبر ذُو الجَبَرُوت وَالْمَلَكُوتِ ، وَذُو الكِبْرِيَاءِ وَالْعَظَمَةِ

Selanjutnya beliau mulai membaca surat Al Baqarah, sayapun mengira bahwa beliau akan berhenti pada ayat ke-100, ternyata beliau terus membaca. Sayapun kembali mengira: beliau akan berhenti pada ayat ke-200, ternyata beliau terus membaca hingga akhir Al Baqarah, dan terus menyambungnya dengan surat Ali Imran hingga akhir. Kemudian beliau menyambungnya lagi dengan surat An Nisa’ hingga akhir surat. Setiap kali beliau melewati ayat yang mengandung hal-hal yang menakutkan, beliau berhenti sejenak untuk berdoa memohon perlindungan. …. Sejak usai dari shalat Isya’ pada awal malam hingga akhir malam, di saat Bilal memberi tahu beliau bahwa waktu shalat subuh telah tiba beliau hanya shalat empat rakaat.” (Riwayat Ahmad, dan Al Hakim)

Demikianlah cara Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memperingati turunnya Al Qur’an pada bulan ramadhan. Membaca penuh dengan penghayatan akan maknanya.

Tidak hanya berhenti pada mudarasah, Rasulullah SAW juga banyak membaca Al Qur’an pada shalat beliau, sampai-sampai pada satu raka’at saja, beliau membaca surat Al Baqarah, Ali Imran dan An Nisa’, atau sebanyak 5 juz lebih.

Inilah yang dilakukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada bulan Ramadhan, dan demikianlah cara Rasulullah SAW memperingati Nuzulul Qur’an.

3 Fakta Nuzulul Quran

Satu di antara keutamaan bulan Ramadan adalah bulan di mana Alquran diturunkan.

Hal ini kemudian dikenal dengan sebutan 'Nuzulul Quran'. Hal ini didukung dengan QS. Albaqarah ayat 185.

شهر رمضان الذى انزل فيه القرأن هدى للناس وبينت من الهدى والفرقان

Artinya: Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Alquran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil).

Nuzulul Quran diperingati setiap tanggal 17 Ramadan, yang sesuai hitungan akan jatuh pada hari Jumat 1 Juni 2018.

Namun tahukah kamu ada fakta-fakta tentang Nuzulul Quran yang jarang diketahui.

3 teori turunnya Alquran

Teori pertama, pada malam Lailatul Qadar, Alquran dalam jumlah dan bentuk yang utuh dan komplit diturunkan ke langit dunia (sama' al-dunnya).

Setelah itu, dari langit dunia, Alquran diturunkan ke bumi secara bertahap sesuai kebutuhan selama 20/23/25 tahun.

Teori kedua, Alquran diturunkan ke langit dunia selama 20 malam Lailatul Qadar dalam 20 tahun (Lailatul Qadar hanya turun sekali dalam setahun). Setelah itu dibacakan kepada Nabi Muhammad SAW sesuai kebutuhan.

Teori ketiga, Alquran turun pertama kali pada malam Lailatul Qadar.

Selanjutnya, Alquran diturunkan ke bumi secara bertahap dalam waktu berbeda-beda.

Teori pertama paling masyhur (populer) dan didukung banyak ulama.

Teori ini diperkuat banyak hadist sahih.

Teori kedua dipelopori oleh al-Muqatil dan Abu Abdillah al-Halimi dalam kitab Minhaj. Juga al-Mawardi dalam tafsirnya.

Teori ketiga dikemukakan oleh al-Sya’bi.


Diturunkan sekaligus atau bertahap?

Semua teori sepakat Alquran “diturunkan” (munazzal) pada malam lailatul qadar.

Hanya saja, para ulama berbeda pendapat, apakah ia diturunkan sekali dalam lailatul qadar atau lebih.

Masing-masing ulama juga berbeda pendapat soal apa makna “al-inzal” dan bagaimana proses “al-inzal” berlangsung.

Yang pertama mengatakan, “al-inzal” adalah “al-idzhar”, yaitu ”melahirkan”, “menjelaskan”, menghadirkan” atau “memperlihatkan”.

Jadi, posisinya tidak harus dari ketinggian (langit) menuju tempat rendah (bumi) seperti terkandung pada kata “nazala”.

Pendapat kedua, Allah SWT memberikan pemahaman kepada Malaikat Jibril yang ketika itu berada di langit.

Kemudian Jibril turun ke bumi menyampaikan kepada Nabi Muhammad.

Karena itu, pilihan katanya adalah “nazala”.


Komunikasi Nabi Muhammad dengan Malaikat Jibril

Bagaimana proses komunikasi antara Jibril dan Nabi Muhammad berlangsung?

Mengingat keduanya bukan dari jenis makhluk yang sama.

Para ulama memberikan dua kemungkinan: Jibril beralih rupa menjadi manusia, atau sebaliknya.

Alquran seperti apa yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad?

Pertanyaan selanjutnya, “Alquran” seperti apakah yang diturunkan kepada Jibril dan dibacakan kepada Nabi Muhammad?

Ada tiga teori.

Pertama, Al-Qur’an diturunkan kepada Jibril lafdzan wa ma’nan (kata dan maknanya secara sekaligus).

Penjelasannya begini, Jibril menghapal Al-Qur’an yang tertulis dalam lauhul mahfudz (tablet yang terjaga), kemudian dibacakan ulang kepada Nabi Muhammad SAW.

Menurut teori ini, ukuran setiap huruf di lauhul mahfudz sebesar Gunung Qaf.

Di bawah huruf-huruf itu ada maknanya masing-masing yang hanya diketahui Allah SWT.

Kedua, Jibril membacakan Al-Qur’an kepada Nabi Muhammad menggunakan makna khusus.

Selanjutnya Nabi Muhammad menerjemahkannya ke dalam bahasa Arab.

Ketiga, Jibril hanya menyampaikan “makna” Al-Qur’an.

Selanjutnya, agar Al-Qur’an dipahami audiensnya, dan Nabi Muhammad “membungkusnya”

Perbedaan Nuzulul Quran dengan Lailatul Qadar

Banyak yang mengira bahwa malam Nuzulul Quran dan malam Lailatul Quran adalah satu hal yang sama.

Padahal keduanya adalah dua hal yang berbeda.

Kesamaannya, keduanya sama-sama hadir di bulan Ramadan.

Keduanya juga sama-sama mulia dan bersejarah.

Lantas, apa sebetulnya perbedaannya malam Nuzulul Quran dan Lailatul Qadar.

Sebelum masuk ke perbedaannya, perlu diketahui bahwa Nuzulul Quran dan Lailatul Qadar memiliki hubungan dengan proses turunnya Alquran.

Karena hubungan itulah, keterangan Nuzulul Quran dan Lailatul Qadar kerap disalahpahami.

Sekarang perhatikan penjelasan di bawah ini agar tidak ada lagi kesalahpahaman.

Malam pertama kali Alquran diturunkan di dunia

Malam Nuzulul Quran atau yang sering diperingati pada malam tanggal 17 Ramadhan merupakan malam di mana pertama kali Alquran diturunkan kepada Nabi Muhammad.

Saat itu Nabi Muhammad yang berada di Gua Hira didatangi Malaikat Jibril dan disampaikanlah wahyu Alquran surat Al Alaq (surat iqra’ wa rabbukal akram).

Setelah itu, Alquran diturunkan secara berangsur-angsur kepada Nabi Muhammad.

Di bulan Ramadan tahun 2018 ini, malam Nuzulul Quran jatuh pada hari Jumat 1 Juni 2018.

Malam Alquran diturunkan ke baitul izzah

Sedangkan Lailatul Qadar adalah istilah yang digunakan untuk memperingati malam di mana Alquran diturunkan langsung dari Allah secara ke seluruhan baitul izzah (semacam ruang ilahiyah)

Setelah itu barulah Malaikat Jibril memberikan wahyu Alquran secara berangsur kepada Nabi Muhammad.

Malam Lailatul Qadar ini hanya Allah yang mengetahuinya.

Malam Lailatul Qadar adalah malam yang mulia dan penuh berkah.

Sebagaimana difirmankan dalam surat ad-Dukhan ayat 3:

إن أنزلناه فى ليلة مباركة

Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi

Malam Lailatul Qadar juga disebut malam yang lebih baik dari malam seribu bulan.

Pasalnya, pada malam tersebut malaikat turun ke bumi dan mengatur segala urusan.

Sesuai dengan perintahNya, para malaikat tersebut diberi tugas untuk menetapkan berbagai takdir manusia mulai dari rizki, mati, jodoh dan semuanya.

Karena itulah malam tersebut dinamakan Lailatul Qadar atau malam penentuan taqdir manusia.

Allah berfirman pada surat al-Qadar:

إِنَّا أَنْزَلْناهُ فِى لَيْلَةِ الْقَدْرِ * وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ * لَيْلَة الْقَدْرِ خَيْرٌ مِّنْ أَلْفِ شَهْر * تَنَزَّلُ الْمَلاَئِكَةُ وَالرُّوحُ فِيَها بِإِذْنِ رَبّـِهم مِّن كُلِّ أَمْر * سَلاَمٌ هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْر

Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan * Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? * Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan * Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan * Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar

Karena kemuliannya, dianjurkan untuk membaca doa dan meminta rahmat serta ampunan sebanyak-banyaknya di malam Lailatul Qadar tersebut.

Doa Malam Nuzulul Quran

Tidak ada pesta makan-makan, apalagi pentas seni, nyanyi-nyanyi, sandiwara atau tari menari.

Bacaan Doa Lengkap Malam Nuzulul Quran

http://rukun-islam.com/wp-content/uploads/2016/12/doa-malam-nuzulul-quran.jpg

Bacaan doa Nuzulul Quran di atas bisa diamalkan pada saat sedang memperingati atau menjalani atau melewati Nuzulul Quran karena doa di atas mempunyai maksud untuk memohon dan meminta ampunan kepada Allah SWT atas semua kesalahan (dosa) diri kita sendiri maupun kedua orangtua kita.

http://rukun-islam.com/wp-content/uploads/2016/12/doa-nuzulul-quran.jpg

Lalu bacaan doa malam Nuzulul Quran di atas bisa diamalkan pula karena sudah pernah diriwayatkan oleh Aisyah RA bahwa ia pernah bertanya kepada Nabi Muhammad SAW tentang bacaan doa apa yang harus dibaca saat bertepatan dengan malam Lailatul Qadar, lalu Nabi Muhammad SAW menyuruh untuk membaca bacaan doa seperti di atas.(*)

Doa Hari ke-15 Bulan Ramadan

Memasuki hari ke-15 bulan Ramadhan, sebaiknya kita membaca doa:

"Allahummarzuqni Fiihi Ta'atal Khaasyi'iina Wasyrah Fiihi Shadri Biinabatil Mukhbitiin Biamaanika Yaa Amaanal Khaaifiina."

Artinya: Ya Allah, berilah aku rezeki berupa ketaatan orang-orang yang khusyu. Lapangkanlah dadaku dengan taubatnya orang-orang yang menyesal dengan keamanan-Mu Wahai Keamanan untuk orang-orang yang takut.

Keutamaan puasa di bulan ramadan:

1. Puasa Meningkatkan Ketataan

Puasa merupakan ibadah yang paling utama dan ketaatan yang paling besar sehingga Allah SWT mewajibkan puasa kepada semua umat manusia sejak dahulu.

2. Mendapatkan Ampunan

Orang yang berpuasa akan mendapat ampunan dari Allah dan pahala yang besar

3. Puasa tameng dari api neraka

Puasa berfungsi sebagai tameng (perisai) dari api neraka. Sabda Rasulullah SAW :

“Puasa itu perisai/penangkal dari api neraka seperti perisai bagi salah seorang kalian dari perang” [HR. Ahmad]

4. Puasa mengekang hana nafsu.

5. Pahal surga bagi yang mengerjakannya.

6.Pahala Puasa Langsung dari Allah SWT.

“Semua amal Bani Adam akan dilipat gandakan kebaikan sepuluh kali sampai tujuh ratus kali lipat. Allah Azza Wa Jallah berfirman, ‘Kecuali puasa, maka ia untuk-Ku dan Aku yang akan memberikan pahalanya.” [HR. Muslim]

7. Dua kesenangan bagi yang Mengerjakannya.

Allah secara langsung menyatakan bahwa puasa dapat menerbitkan kebahagiaan pada hati orang-orang yang melaksanakannya, baik di dunia maupun di akhirat.

8. Memiliki Bau Mulut Harum di Sisi Allah SWT

Bau mulut orang yang berpuasa di sisi Allah lebih harum daripada aroma misk

9. Mendapatkan Syafaat di Akhirat

Puasa akan memberi syafaat (pertolongan kepada orang yang berpuasa kelak pada hari kiamat).

Sumber : http://aceh.tribunnews.com/2018/06/01/malam-ini-nuzulul-quran-ini-amalan-yang-dilakukan-rasulullah-saw-dan-penjelasannya?page=4

Gambar Tidak Tersedia

Hikmah Ramadhan, Istiqomah dalam beribadah cara sahahat Nabi

Keutamaan istiqomah dalam islam adalah satu kata yang biasanya kita dengar manakala seseorang mendoakan dirinya maupun orang lain, terlebih khusus dalam suatu pekerjaan yang berkaitan dengan agama alias ibadah. Umumnya kita terdengar kata-kata ini diucapkan kepada orang-orang yang baru masuk Islam, alias mualaf atau orang yang baru berhijrah untuk lebih baik, akan tetapi doa tersebut tidak berbatas pada mereka saja.

Tidak sedikit orang yang berdoa dan mencari cara agar dirinya sendiri tetap istiqamah dijalan Allah. Orang yang seperti ini kiranya adalah orang yang telah sadar  bahwa istiqamah adalah barang yang sangat berharga. Istiqomah merupakan ketetapan hati dalam beribadah kepada Allah.

Menurut bahasa kata istiqamah bermakna i’tidal atau lurus, sedangkan menurut syari’at istiqamah adalah meniti jalan yang lurus yaitu agama yang lurus yakni agama islamtanpa menyimpang dari – Nya. Sementara itu menurut Imam an Nawawi menjelaskan makna istiqamah adalah luuzumu tha’atillah yaitu tetap konsisten dan konsekuen dalam ketaatan kepada Allah ta’ala.

Seorang muslim hendaklah menjaga keistiqamahan dalam beramal, banyak dalil maupun as sunnah yang memerintahkan kita agar senantiasa menjaga istiqamah dalam beramal. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an : “dan sembahlah Rabb mu sampai datang kepadamu yang diyakini (kematian)” (Q.S Al-Hijr : 99).

Ayat lain juga menjelasakan tentang istiqamah : “maka istiqamahlah (tetaplah) engkau (muhammad dijalan yang benar) sebagaimana telah  diperintahkan kepadamu dan juga orang yang bertaubat bersamamu. Dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya dia maha melihat apa yang kamu kerjakan” (Q.S Hud : 112).

Artikel kali ini akan menjelaskan tentang istiqamah dalam beribadah, keutamaan, kiat agar kita tetap istiqamah dijalan Allah. Langsung saja kita simak penjelasan dibawah ini :

1. Keutamaan dalam Beribadah

keutamaan iman dalam islam berkaitan erat hubungannya dengan kualitas ibadah seseorang. Sesungguhnya istiqamah memiliki keutamaan yang sangat banyak, sehingga tidak patut seorang hamba akan menyia-nyiakan atau mengabaikannya dalam beribadah, berikut ini beberapa keutamaan dalam beribadah :

  • Memperoleh Kecintaan Allah

Seorang hamba yang melazimkan sikap istiqamah dalam melakukan amal shalih maka dia kan dekat dengan Allah dan akan menjadi hamba yang dicintai-Nya. Dalam sebuah hadits qudsi yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori, Allah berfirman : “tidaklah seorang hamba mendekatkan diri kepada-Ku dengan sesuatu yang aku cintai daripada kewajiban yang aku bebankan kepadanya. Dan senantiasa (terus-menerus istiqamah) hamba-Ku dengan amalan-amalan sunnah hingga Aku mencintainya”.

  • Tetap Ditulis Pahala Meskipun Berhalangan

Sungguh ini bukan saja berupa keutamaan istiqamah tapi juga merupakan karunia yang amat besar dari Allah SWT bagi seorang hamba yang selalu istiqamah dalam beramal.

Ketahuilah bahwa apabila seorang hamba senantiasa Istiqamah dalam beramal, kemudian suatu saat dia tidak bisa melakukan amalnya karena suatu halangan maka Allah akan tetap mencatat untuknya pahala amal shalih yang biasa ia lakukan. Rasulullah SAW bersabda : “apabila seorang hamba sakit atau sedang bepergian, akan tetap ditulis pahalanya seperti ketika dia mukim (tidak bepergian) dan sehat” (HR Bukhori).

  • Akan Turun Malaikat yang Menghibur

Sungguh Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman : “Rabb kami adalah Allah, kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka (istiqamah), maka Malaikat akan turun kepada mereka (dengan berkata) : Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu bersedih hati dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) Surga yang telah dijanjikan kepadamu” (Q.S Fusilat : 30)

Dalam tafsir ibnu katsir  dijelaskan bahwa para malaikat akan turun menuju orang-orang yang beristiqamah, ketika kematian menjemput, ketika dalam kubur dan ketika dibangkitkan.

Ketika itu para malaikat akan datang dan memberi rasa aman dari ketakutan ketika kematian menjemput. Menghilangkan kesedihannya yang disebabkan berpisah dengan keluarganya karena Allah pengganti dari hal itu.  Memberikan kabar gembira berupa dihilangkan keburukan dan mendapatkan kebaikan dengan surga yang belum pernah dilihat mata, didengar oleh telinga dan belum pernah terlintas dalam hati manusia.

2. Kiat Agar Istiqamah dalam Ibadah

Dibawah ini kiat-kiat agar kita tetap istiqamah dalam beribadah :

  • Berkawan dengan Orang yang Istiqamah

Dalam beristiqamah kita memerlukan kawan yang terus mengingatkan kita mengenai amal-amal shalih atau bisa kita jadikan teladan dalam beramal. Allah SWT berfirman : “ hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang beriman” (QS. At-Taubah: 119).

Nabi Muhammad SAW bersabda : “Seseorang yang duduk (berteman) dengan orang sholih dan orang yang jelek adalah bagaikan berteman dengan pemilik minyak misk dan pandai besi. Jika engkau tidak dihadiahkan minyak misk olehnya, engkau bisa membeli darinya atau minimal dapat baunya. Adapun berteman dengan pandai besi, jika engkau tidak mendapati badan atau pakaianmu hangus terbakar, minimal engkau dapat baunya yang tidak enak.

Ketika itu para malaikat akan datang dan memberi rasa aman dari ketakutan ketika kematian menjemput. Menghilangkan kesedihannya yang disebabkan berpisah dengan keluarganya karena Allah pengganti dari hal itu.  Memberikan kabar gembira berupa dihilangkan keburukan dan mendapatkan kebaikan dengan surga yang belum pernah dilihat mata, didengar oleh telinga dan belum pernah terlintas dalam hati manusia.

2. Kiat Agar Istiqamah dalam Ibadah

Dibawah ini kiat-kiat agar kita tetap istiqamah dalam beribadah :

  • Berkawan dengan Orang yang Istiqamah

Dalam beristiqamah kita memerlukan kawan yang terus mengingatkan kita mengenai amal-amal shalih atau bisa kita jadikan teladan dalam beramal. Allah SWT berfirman : “ hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang beriman” (QS. At-Taubah: 119).

Nabi Muhammad SAW bersabda : “Seseorang yang duduk (berteman) dengan orang sholih dan orang yang jelek adalah bagaikan berteman dengan pemilik minyak misk dan pandai besi. Jika engkau tidak dihadiahkan minyak misk olehnya, engkau bisa membeli darinya atau minimal dapat baunya. Adapun berteman dengan pandai besi, jika engkau tidak mendapati badan atau pakaianmu hangus terbakar, minimal engkau dapat baunya yang tidak enak.

  • Membaca Kisah Ahli Istiqamah

Diantara orang yang bisa memotivasi kita untuk senantiasa beramal dengan istiqamah adalah dengan membaca kisah orang-orang yang shalih dan meneladani sikap mereka dalam mengamalkan agama. Ini juga menjadi alasan mengapa Allah banyak memberikan kisah-kisah orang shalih para nabi didalam Al-qur’an.

Firman Allah dalam Al-Qur’an :

“Dan semua kisah dari rasul-rasul Kami ceritakan kepadamu, ialah kisah-kisah yang dengannya Kami teguhkan hatimu; dan dalam surat ini telah datang kepadamu kebenaran serta pengajaran dan peringatan bagi orang-orang yang beriman.” (QS. Hud: 11).

  • Motivasi Agar Istiqamah

Keutamaan Istiqomah dalam Beribadah dan Dalilnya

keutamaan istiqomah dalam islam adalah satu kata yang biasanya kita dengar manakala seseorang mendoakan dirinya maupun orang lain, terlebih khusus dalam suatu pekerjaan yang berkaitan dengan agama alias ibadah. Umumnya kita terdengar kata-kata ini diucapkan kepada orang-orang yang baru masuk Islam, alias mualaf atau orang yang baru berhijrah untuk lebih baik, akan tetapi doa tersebut tidak berbatas pada mereka saja.

ads

Tidak sedikit orang yang berdoa dan mencari cara agar dirinya sendiri tetap istiqamah dijalan Allah. Orang yang seperti ini kiranya adalah orang yang telah sadar  bahwa istiqamah adalah barang yang sangat berharga. Istiqomah merupakan ketetapan hati dalam beribadah kepada Allah.

Menurut bahasa kata istiqamah bermakna i’tidal atau lurus, sedangkan menurut syari’at istiqamah adalah meniti jalan yang lurus yaitu agama yang lurus yakni agama islamtanpa menyimpang dari – Nya. Sementara itu menurut Imam an Nawawi menjelaskan makna istiqamah adalah luuzumu tha’atillah yaitu tetap konsisten dan konsekuen dalam ketaatan kepada Allah ta’ala.

Seorang muslim hendaklah menjaga keistiqamahan dalam beramal, banyak dalil maupun as sunnah yang memerintahkan kita agar senantiasa menjaga istiqamah dalam beramal. Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an : “dan sembahlah Rabb mu sampai datang kepadamu yang diyakini (kematian)” (Q.S Al-Hijr : 99).

Ayat lain juga menjelasakan tentang istiqamah : “maka istiqamahlah (tetaplah) engkau (muhammad dijalan yang benar) sebagaimana telah  diperintahkan kepadamu dan juga orang yang bertaubat bersamamu. Dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya dia maha melihat apa yang kamu kerjakan” (Q.S Hud : 112).

Artikel kali ini akan menjelaskan tentang istiqamah dalam beribadah, keutamaan, kiat agar kita tetap istiqamah dijalan Allah. Langsung saja kita simak penjelasan dibawah ini :

1. Keutamaan dalam Beribadah

keutamaan iman dalam islam berkaitan erat hubungannya dengan kualitas ibadah seseorang. Sesungguhnya istiqamah memiliki keutamaan yang sangat banyak, sehingga tidak patut seorang hamba akan menyia-nyiakan atau mengabaikannya dalam beribadah, berikut ini beberapa keutamaan dalam beribadah :

  • Memperoleh Kecintaan Allah

Seorang hamba yang melazimkan sikap istiqamah dalam melakukan amal shalih maka dia kan dekat dengan Allah dan akan menjadi hamba yang dicintai-Nya. Dalam sebuah hadits qudsi yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori, Allah berfirman : “tidaklah seorang hamba mendekatkan diri kepada-Ku dengan sesuatu yang aku cintai daripada kewajiban yang aku bebankan kepadanya. Dan senantiasa (terus-menerus istiqamah) hamba-Ku dengan amalan-amalan sunnah hingga Aku mencintainya”.

 

  • Tetap Ditulis Pahala Meskipun Berhalangan

Sungguh ini bukan saja berupa keutamaan istiqamah tapi juga merupakan karunia yang amat besar dari Allah SWT bagi seorang hamba yang selalu istiqamah dalam beramal.

Ketahuilah bahwa apabila seorang hamba senantiasa Istiqamah dalam beramal, kemudian suatu saat dia tidak bisa melakukan amalnya karena suatu halangan maka Allah akan tetap mencatat untuknya pahala amal shalih yang biasa ia lakukan. Rasulullah SAW bersabda : “apabila seorang hamba sakit atau sedang bepergian, akan tetap ditulis pahalanya seperti ketika dia mukim (tidak bepergian) dan sehat” (HR Bukhori).

  • Akan Turun Malaikat yang Menghibur

Sungguh Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman : “Rabb kami adalah Allah, kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka (istiqamah), maka Malaikat akan turun kepada mereka (dengan berkata) : Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu bersedih hati dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) Surga yang telah dijanjikan kepadamu” (Q.S Fusilat : 30)

Dalam tafsir ibnu katsir  dijelaskan bahwa para malaikat akan turun menuju orang-orang yang beristiqamah, ketika kematian menjemput, ketika dalam kubur dan ketika dibangkitkan.

Ketika itu para malaikat akan datang dan memberi rasa aman dari ketakutan ketika kematian menjemput. Menghilangkan kesedihannya yang disebabkan berpisah dengan keluarganya karena Allah pengganti dari hal itu.  Memberikan kabar gembira berupa dihilangkan keburukan dan mendapatkan kebaikan dengan surga yang belum pernah dilihat mata, didengar oleh telinga dan belum pernah terlintas dalam hati manusia.

2. Kiat Agar Istiqamah dalam Ibadah

Dibawah ini kiat-kiat agar kita tetap istiqamah dalam beribadah :

  • Berkawan dengan Orang yang Istiqamah

Dalam beristiqamah kita memerlukan kawan yang terus mengingatkan kita mengenai amal-amal shalih atau bisa kita jadikan teladan dalam beramal. Allah SWT berfirman : “ hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang beriman” (QS. At-Taubah: 119).

Nabi Muhammad SAW bersabda : “Seseorang yang duduk (berteman) dengan orang sholih dan orang yang jelek adalah bagaikan berteman dengan pemilik minyak misk dan pandai besi. Jika engkau tidak dihadiahkan minyak misk olehnya, engkau bisa membeli darinya atau minimal dapat baunya. Adapun berteman dengan pandai besi, jika engkau tidak mendapati badan atau pakaianmu hangus terbakar, minimal engkau dapat baunya yang tidak enak.

  • Membaca Kisah Ahli Istiqamah

Diantara orang yang bisa memotivasi kita untuk senantiasa beramal dengan istiqamah adalah dengan membaca kisah orang-orang yang shalih dan meneladani sikap mereka dalam mengamalkan agama. Ini juga menjadi alasan mengapa Allah banyak memberikan kisah-kisah orang shalih para nabi didalam Al-qur’an.

Firman Allah dalam Al-Qur’an :

“Dan semua kisah dari rasul-rasul Kami ceritakan kepadamu, ialah kisah-kisah yang dengannya Kami teguhkan hatimu; dan dalam surat ini telah datang kepadamu kebenaran serta pengajaran dan peringatan bagi orang-orang yang beriman.” (QS. Hud: 11).

  • Motivasi Agar Istiqamah

Istiqamah memiliki arti konsisten dalam melakukan kebaikan, teguh dalam suatu pendirian dan tidak akan tergoyahkan oleh sesuatu apapun dalam mendapatkan ridho Allah SWT. Ketahuilah bahwa bag mereka yang istiqamah, akan mendapatkan pahala yang sangat besar yaitu berupa surga dan pertolongan dari Allah SWT.

Allah berfirman dalam surat Fushilat ayat 30:

Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Rabb kami ialah Allah” kemudian mereka istiqomah pada pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan): “Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih; dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu”.” (QS. Fushilat: 30).

  • Memahami dan Mengamalkan Intisari 2 Kalimat Syahadat

Ketika kita sudah bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah, serta nabi Muhammad adalah utusan Allah, itu artinya kita sudah mengikrarkan untuk tidak menambah sesembahan lain atau menyekutukan Allah SWT serta taat kepada perintah dan ajaran yang dibawa oleh utusan-Nya yakni Muhammad SAW.

  • Memperbanyak Membaca Al-Quran

Allah SWT menyebutkan bahwasannya salah satu alasan kitab suci umat islam ini diturunkan ialah untuk meneguhkan keimanan orang-orang yang sudah beriman serta menjadi petunjuk bagi mereka. Firman Allah :

Katakanlah: “Ruhul Qudus (Jibril) menurunkan Al Qur’an itu dari Rabbmu dengan benar, untuk meneguhkan (hati) orang-orang yang telah beriman, dan menjadi petunjuk serta kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)”. (QS. An Nahl : 102)

Biasanya orang-orang yang tidak istiqamah dalam agama ini adalah mereka yang kurang interaksi engan Al-Qur’an dan malah sering berinteraksi dengan orang kafir ataupun orang-orang liberal, sekuler dan sejenisnya.

  • Mulai dari Amal – Amal Sederhana

Untuk menjadi pribadi agar tetap istiqamah, langkah yang kita perlu lakukan yaitu membiasakan diri dengan amalan-amalan sederhana seperti bersedekah, membantu kawan, shalat dhuha dan lain sebagainya. Nabi Muhammad SAW bersabda bahwasannya amalan yang dicintai Allah itu adalah amal-amal yang terus istiqamah walaupun sedikit.

  • Tingkatkan Keyakinan Adanya Balasan di Akhirat

Allah SWT selalu memiliki cara sendiri dalam memotivasi hamba-nya agar giat beribadah, kadang motivasi itu berupa balasan didunia yang bisa kita rasakan langsung. Untuk tetap beristiqamah, kita harus mempercayai bahwa setiap perbuatan akan mendapatkan balasan jika kita berbuat baik maka kita akan mendapatkan pahala dari Allah SWT sebagaimana janji Allah diberbagai ayat dan hadits-hadits Nabi-Nya.

  • Perbanyak Do’a Memohon Pertolongan Allah

Salah satu sifat khas yang dimiliki orang beriman yaitu selalu memohon dan berdo’a kepada Allah agar diberi ketetapan hati dalam kebenaran. Allah SWT memuji orang-orang yang beriman yang selalu berdo’a kepada-Nya untuk meminta keteguhan iman dalam menghadapi ujian. Allah berfirman :

Dan berapa banyaknya nabi yang berperang bersama-sama mereka sejumlah besar dari pengikut(nya) yang bertaqwa. Mereka tidak menjadi lemah karena bencana yang menimpa mereka di jalan Allah, dan tidak lesu dan tidak (pula) menyerah (kepada musuh). Allah menyukai orang-orang sabar. Tidak ada do’a mereka selain ucapan: ‘Ya Rabb kami, ampunilah dosa-dosa kami dan tindakan-tindakan kami yang berlebih-lebihan dalam urusan kami dan teguhkanlah pendirian kami, dan tolonglah kami terhadap kaum yang kafir‘. Karena itu Allah memberikan kepada mereka pahala di dunia dan pahala yang baik di akhirat. Dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebaikan” (QS. Ali ‘Imran: 146-148).

Itulah penjelasan mengenai istiqamah, keutamaan serta kiat – kiat agar kita tetap istiqamah. Sekian artikel kali ini, semoga artikel yang saya bagikan kali ini bermanfaat dan menambah wawasan serta menjadi sumber inspirasi bagi kita semua. Selamat membaca sampai jumpa di artikel – artikel berikutnya. Terima kasih sudah meluangkan waktu untuk membaca artikel kali ini.

Sumber : https://dalamislam.com/akhlaq/amalan-shaleh/keutamaan-istiqomah-dalam-beribadah

Gambar Tidak Tersedia

10 hari kedua di bulan Ramadhan

Pembagian Hari Di bulan Ramadhan

Selama satu bulan di dalam bulan suci ramadhan memiliki banyak keutamaandiantaranya yaitu bulan penuh rahmat , bulan penuh maghfirah , dan bulan ifkumminannar .

Dasar hadit tentang pembagian hari di bulan ramadhan 

  • Hadist Riwayat Abu Hurairah radhiallohu’anhu , ia berkata bahwa

Rasulullah saw bersabda :

Home » Puasa Ramadhan » Pembagian Hari Di Bulan Ramadhan Berdasarkan Hadist Nabi

Pembagian Hari Di Bulan Ramadhan Berdasarkan Hadist Nabi

Di dalam sebuah hadist dijelaskan bahwa ada pembagian hari di bulan ramadhan . Bagaimanakah pembagian tersebut dan terbagi menjadi berapakah bulan ramadhan di dalam hadist Rasulullah ? Sedang yang kita tahu selama ini bahwa bulan ramadhan seperti bulan – bulan yang lainnya yaitu terdiri dari 30 hari , jika tidak ada keputusan yang merubahnya menjadi hanya 29 ataupun menjadi 31 hari . Untuk lebih jelasnya dan supaya kita lebih memahami makna bulan ramadhan dan memahami tentang keutamaan bulan ramadhan di banding bulan lainnya mari kita memahami tentang pembagian hari di bulan Ramadhan berdasarkan haist Nabi .

 

Pembagian Hari Di bulan Ramadhan

Selama satu bulan di dalam bulan suci ramadhan memiliki banyak keutamaandiantaranya yaitu bulan penuh rahmat , bulan penuh maghfirah , dan bulan ifkumminannar .

Dasar hadit tentang pembagian hari di bulan ramadhan 

  • Hadist Riwayat Abu Hurairah radhiallohu’anhu , ia berkata bahwa

Rasulullah saw bersabda :



Pembagian Hari Di Bulan Ramadhan

  • Hadist dri Salman Al- Farisi radhiallohu’anhu

Ia menceritakan bahwa Rasulullah saw berkhutbah saat menjelang waktu ramadhan , di dalam khutbah tersebut Rasulullah saw bersabda :

Pembagian Hari Di Bulan Ramadhan

Fase kedua ini disebut sebagai transisi semangat, yaitu antara menurunnya semangat Ramadhan di 10 hari pertama.

Pada 10 hari kedua bulan ramadhan ini merupakan hari-hari yang sulit dimana pada saat-saat seperti ini masjid dan mushola mulai kehilangan sebagian besar jamaahnya.

Para Jamaah sudah mulai memenuhi ke pasar-pasar atau mal-mal untuk mempersiapkan keperluan lebaran 1 syawal.

Fenomena seperti ini sudah menjadi kebiasaan di Indonesia.

Padahal kalau kita lihat keberkahan atau pahala yang dijanjikan oleh Allah pada 10 hari kedua niscaya banyak yang tak mau melewatkannya.

Keutamaan 10 hari kedua bulan Ramadhan adalah dibukanya pintu pengampunan Allah seluas-luasnya.

Ini didasarkan pada sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah yang artinya seperti ini:

"Dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu, dimana Ia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda:

“Awal bulan Ramadhan adalah Rahmah, pertengahannya Maghfirah dan akhirnya Itqun Minan Nar"".

Nah masih sesuai hadits tersebut, di fase kedua ini keutamaan bulan puasa adalah Maghfiroh yang kata dasarnya dari kata bahasa arab Ghofaro yang berarti ampunan atau pengampunan.

Bagi siapapun yang bisa melewati bulan puasa ini hingga fase kedua, Insyaallah bisa mendapatkan ampunan yang tidak akan diperoleh di bulan-bulan yang lain.

Makanya, melihat pahala dan keutamaan bulan puasa yang begitu besar, sangat disayangkan apabila sampai ditinggalkan.

Jangan sampai kita melewatkan hari-hari penuh ampunan yang telah dijanjikan oleh Allah SWT dengan sia-sia.

Pada waktu-waktu inilah saat yang paling tepat untuk memperbanyak doa serta memohon ampunan kepada Allah SWT.

Ampunan atas segala dosa-dosa yang telah kita lakukan di masa lalu agar diampuni dan dibebaskan dari hukuman.

Karena keutamaan 10 hari kedua adalah Bulan Maghfirah maka Perbanyaklah melakukan ibadah ini, diantaranya. 

1. Sholat malam,

2. Berdoa

3. Tilawah qur'an

4. Berdzikir.

Karena pada 10 hari kedua Ramadhan ini merupakan kesempatan yang diberikan oleh Allah SWT untuk mengurangi dosa-dosa yang telah kita perbuat.

Dengan memohon ampunan dengan tulus dan bersungguh-sungguh serta bertobat dari hati yang terdalam Insya Allah pasti mendapatkan ampunan-Nya.

Banyak kaum muslimin yang tidak mengetahui keutamaan dan hikmah 10 hari kedua Bulan Ramadan.

Maghfiroh itu diberikan khusus di waktu tersebut demi keselamatan orang yang berpuasa dari dosa-dosa yang telah dilakukannya sebagai bentuk kasih sayang Allah.

Di dalam Surah Ali `Imran: 133 dijelaskan, "..dan bersegeralah kamu menuju ampunan (maghfiroh) Tuhanmu."

Di saat menjalankan ibadah puasa itulah sebaiknya kita memohon ampun (istighfar).

Mohon dengan sungguh-sungguh atas kesalahan yang telah kita lakukan, supaya Allah mengampuni dosa-dosa kita.

Rasulullah SAW bersabda, "Ikutilah segera perbuatan dosamu dengan perbuatan baik, niscaya perbuatan baik akan menghapus perbuatan dosamu. Bergaullah dengan manusia dengan akhlak yang mulia."

Menurut Imam Al Ghozali, makna istighfar bukan sekadar berarti "Maha Pengampunan Dosa."

Karena, makna aslinya adalah Maha Menutupi.

Dengan nama-Nya, Allah akan menutupi hal-hal yang buruk dalam diri kita dengan sesuatu yang baik, sehingga kita akan terlihat indah karena diselimuti istighfar yang kita mohonkan kepada Allah.

"Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampunan atas dosa-dosa mereka. Dan, siapa lagi yang mengampuni dosa selain Allah? Dan, mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui."

Mereka itu balasannya ialah ampunan dari Tuhan mereka dan surga-surga yang di dalamnya mengalir sungai-sungai, sedang mereka kekal di dalamnya. Dan, itulah sebaik-baiknya pahala b

Sumber : http://kaltim.tribunnews.com/2018/05/26/memasuki-10-hari-kedua-ramadan-4-ibadah-ini-jangan-dilewatkan-untuk-dapat-ampunan-allah-swt?page=4
http://warohmah.com/pembagian-hari-di-bulan-ramadhan/

Gambar Tidak Tersedia

Shalat Tarawih Sebagai Pengganti Shalat Malam ?

Ketahuilah bahwa shalat tahajud merupakan bagian dari shalat malam yang di mana shalat tahajud dikerjakan setelah bangun tidur. Demikian pendapat Imam Nawawi dalam Syarh Al-Muhaddzab. Oleh karenanya tidaklah bertentangan antara niat shalat malam dan shalat tahajud. Siapa yang mengerjakan shalat malam setelah bangun tidur, ia disebut sebagai orang yang bertahajud dan shalatnya dianggap pula sebagai shalat malam.

Kalau seseorang sudah mengerjakan shalat tarawih dan ditutup witir, maka ia boleh menambah shalat tahajud lagi di malam harinya dengan beberapa tinjauan sebagai berikut:

1.  Perintah mengerjakan shalat malam bersama imam hingga imam selesai

Dari Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّهُ مَنْ قَامَ مَعَ الإِمَامِ حَتَّى يَنْصَرِفَ كُتِبَ لَهُ قِيَامُ لَيْلَةٍ

Sesungguhnya siapa saja yang shalat bersama imam hingga imam itu selesai, maka ia dicatat telah mengerjakan shalat semalam suntuk (semalam penuh).” (HR. Tirmidzi no. 806. Abu Isa Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih)

Dalam riwayat lain dalam Musnad Imam Ahmad, disebutkan dari Abu Dzar, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ الرَّجُلَ إِذَا قَامَ مَعَ الإِمَامِ حَتَّى يَنْصَرِفَ حُسِبَ لَهُ بَقِيَّةُ لَيْلَتِهِ

Sesungguhnya jika seseorang shalat bersama imam hingga imam selesai, maka ia dihitung mendapatkan pahala shalat di sisa malamnya.” (HR. Ahmad 5: 163. Syaikh Syu’aib Al-Arnauth menyatakan bahwa sanad hadits ini shahih sesuai syarat Muslim)

Kalau seseorang keluar dari shalat tarawih karena ingin menambah shalat tahajud dan witirnya di malam hari, maka ia tidak mendapatkan pahala shalat semalam suntuk. Walaupun dari sisi kesahan tetaplah sah.

2. Masih boleh menambah shalat malam setelah tarawih karena jumlah raka’at shalat malam tidak ada batasannya.

Ibnu ‘Abdil Barr mengatakan,

فَلاَ خِلاَفَ بَيْنَ المسْلِمِيْنَ أَنَّ صَلاَةَ اللَّيْلِ لَيْسَ فِيْهَا حَدٌّ مَحْدُوْدٌ وَأَنَّهَا نَافِلَةٌ وَفِعْلٌ خَيْرٌ وَعَمَلٌ بِرٌّ فَمَنْ شَاءَ اِسْتَقَلَّ وَمَنْ شَاءَ اِسْتَكْثَرَ

“Tidak ada khilaf di antara kaum muslimin bahwa shalat malam tidak ada batasan raka’atnya. Shalat malam adalah shalat nafilah (shalat sunnah) dan termasuk amalan kebaikan. Seseorang boleh mengerjakan dengan jumlah raka’at yang sedikit atau pun banyak.”(At-Tamhid, Ibnu ‘Abdil Barr, 21: 69-70, Wizaroh Umum Al Awqof, 1387 dan Al-Istidzkar, Ibnu ‘Abdil Barr, 2: 98, Dar Al-Kutub Al ‘Ilmiyyah, 1421 H)

Adapun dalil yang menunjukkan bahwa shalat malam tidak dibatasi jumlah raka’atnya, yaitu ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya mengenai shalat malam, beliau menjawab,

صَلاَةُ اللَّيْلِ مَثْنَى مَثْنَى ، فَإِذَا خَشِىَ أَحَدُكُمُ الصُّبْحَ صَلَّى رَكْعَةً وَاحِدَةً ، تُوتِرُ لَهُ مَا قَدْ صَلَّى

Shalat malam itu dua raka’at salam, dua raka’at salam. Jika salah seorang di antara kalian takut masuk waktu shubuh, maka kerjakanlah satu raka’at. Dengan itu berarti kalian menutup shalat tadi dengan witir.” (HR. Bukhari no. 990 dan Muslim no. 749, dari Ibnu ‘Umar). Padahal ini dalam konteks pertanyaan. Seandainya shalat malam itu ada batasannya, tentu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam akan menjelaskannya.

3. Kita memang diperintah menutup shalat malam dengan shalat witir sebagaimana disebutkan dalam hadits dari Ibnu ‘Umar, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

اجْعَلُوا آخِرَ صَلاَتِكُمْ بِاللَّيْلِ وِتْرًا

Jadikanlah akhir shalat kalian di malam hari adalah shalat witir.” (HR. Bukhari no. 998 dan Muslim no. 751).

Pengertian menutup shalat malam dengan shalat witir, hukumnya adalah sunnah, bukan wajib. Sehingga setelah shalat witir masih boleh menambah lagi shalat sunnah. Alasannya adalah praktik Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang sesudah shalat witir masih menambah lagi dengan dua raka’at yang lain.

‘Aisyah menceritakan mengenai shalat malam Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

كَانَ يُصَلِّى ثَلاَثَ عَشْرَةَ رَكْعَةً يُصَلِّى ثَمَانَ رَكَعَاتٍ ثُمَّ يُوتِرُ ثُمَّ يُصَلِّى رَكْعَتَيْنِ وَهُوَ جَالِسٌ فَإِذَا أَرَادَ أَنْ يَرْكَعَ قَامَ فَرَكَعَ ثُمَّ يُصَلِّى رَكْعَتَيْنِ بَيْنَ النِّدَاءِ وَالإِقَامَةِ مِنْ صَلاَةِ الصُّبْحِ.

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa melaksanakan shalat 13 raka’at (dalam semalam). Beliau melaksanakan shalat 8 raka’at kemudian beliau berwitir (dengan 1 raka’at). Kemudian setelah berwitir, beliau melaksanakan shalat dua raka’at sambil duduk. Jika ingin melakukan ruku’, beliau berdiri dari ruku’nya dan beliau membungkukkan badan untuk ruku’. Setelah itu di antara waktu adzan shubuh dan iqomahnya, beliau melakukan shalat dua raka’at.” (HR. Muslim no. 738)

Ibnul Qayyim rahimahullah menjelaskan, “Dua raka’at setelah witir itu tanda bahwa masih bolehnya dua raka’at setelah witir dan jika seseorang telah mengerjakan shalat witir bukan berarti tidak boleh lagi mengerjakan shalat sunnah sesudahnya. Adapun hadits di atas “Jadikanlah akhir shalat kalian di malam hari adalah shalat witir“, yang dimaksud menjadikan shalat witir sebagai penutup shalat malam hanyalah sunnah (bukan wajib). Artinya, dua raka’at sesudah witir masih boleh dikerjakan.” (Zaad Al-Ma’ad, 1: 322-323). Lihat penjelasan: Dua Raka’at Sesudah Shalat Witir.

Yang jelas bagi yang sudah melaksanakan tarawih lalu menutupnya dengan witir tidak lagi melakukan witir yang kedua setelah melakukan shalat tahajud di malam hari. Dari Thalq bin ‘Ali, ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لاَ وِتْرَانِ فِى لَيْلَةٍ

Tidak boleh ada dua witir dalam satu malam.” (HR. Tirmidzi no. 470, Abu Daud no. 1439, An Nasa-i no. 1679. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)

Kesimpulan, boleh melaksanakan shalat tahajud walaupun sudah mengerjakan shalat tarawih dan ditutup dengan witir. Namun di malam hari ketika melakukan shalat tahajud tidak lagi ditutup dengan witir. Jumlah raka’at shalat tahajud yang dilakukan bebas, tidak dibatasi jumlah raka’atnya.


Sumber : https://rumaysho.com/11221-shalat-tahajud-lagi-setelah-shalat-tarawih.html

Gambar Tidak Tersedia

Anjuran Nabi Muhammad agar tidak tidur setelah sahur

Waktu sahur antara jam 3 hingga setengah 5 memang jadi waktu yang enak ketika seseorang sedang terlelap. Makanya pada jam-jam ini masih banyak yang meninggalkan sunnah sahur karena merasa mengantuk, atau bangun dalam keadaan mengantuk berat.

Tidur setelah sahur tidak diharamkan, tapi sebaiknya tidak dilakukan. Hal ini berdasar tuntunan nabi Muhammad SAW bahwa makan sahur jangan dilewatkan, dan sunnah untuk diakhirkan waktunya hingga menjelang subuh atau waktu imsyak.

Hal tersebut untuk menghindari terbuangnya waktu terlalu banyak di malam harinya sehingga kesulitan menjalankan aktivitas lain karena timbul rasa kantuk.

Nabi Muhammad terus beraktifitas setelah makan sahur dengan melakukan berbagai kegiatan termasuk shalat. Beraktifitas membantu makanan yang telah dikonsumsi masuk ke lambung dengan baik sehingga lebih mudah tercerna. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW:

“Cairkan makanan kalian dengan berdzikir kepada Allah SWT dan shalat, serta janganlah kalian langsung tidur setelah makan, karena dapat membuat hati kalian menjadi keras,” (HR Abu Nu’aim dari Aisyah r.a.).

Selain itu, tidur setelah sahur juga tidak dianjurkan karena ditakutkan kamu malah meninggalkan aktifitas wajib shalat subuh, begitu juga kegiatan setelahnya. Makruh hukumnya menyia-nyiakan waktu di pagi hari dengan tertidur. Karena waktu tersebut merupakan awalnya hari yang mengandung berkah,

“Pagi hari merupakan waktu turunnya rizki, adanya pembagian, turunnya keberkahan, dan darinya hari itu bergulir dan mengembalikan segala kejadian hari itu atas kejadian saat yang mahal tersebut. Maka seyogyanya tidurnya pada saat seperti itu seperti tidurnya orang yang terpaksa”
(Ibnul-Qayyim; Madaarijus-Saalikiin 1/459).
Berikut ini cara Rasulullah dan sahabat agar tidak tidur setelah sahur:

1. Mengakhirkan sahur

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menganjurkan umatnya untuk mengakhirkan sahur. Mengakhirkan sahur ini juga termasuk salah satu sunnah puasa sehingga para sahabat pun melakukan hal yang sama. Berapa jeda waktu antara makan sahur dan shalat Subuh?

Zaid bin Tsabit meriwayatkannya kepada kita:

تَسَحَّرْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- ثُمَّ قُمْنَا إِلَى الصَّلاَةِ. قُلْتُ كَمْ كَانَ قَدْرُ مَا بَيْنَهُمَا قَالَ خَمْسِينَ آيَةً.

“Kami pernah makan sahur bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian kami pun berdiri untuk menunaikan shalat. Kemudian Anas bertanya pada Zaid, ”Berapa lama jarak antara adzan Shubuh dan sahur kalian?” Zaid menjawab, ”Sekitar membaca 50 ayat”. (HR. Muslim)

Dengan dekatnya waktu sahur dengan waktu Shubuh (terbit fajar), selain mendapat keberkahan seperti disebutkan dalam hadits lainnya, juga meminimalisir peluang untuk mengantuk. Sebaliknya, jika waktu sahur dan waktu Shubuh masih berjam-jam, biasanya besar keinginan untuk tidur.

2. Mengisi jeda waktu antara sahur dan Subuh dengan shalat dan dzikir

Seperti hadits di atas, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabat beliau biasa mengisi waktu jeda antara makan sahur dan waktu Shubuh dengan shalat, dzikir dan doa. Selain mendapatkan keutamaan waktu sepertiga malam terakhir yang merupakan waktu mustajab untuk berdoa, otomatis juga terhindar dari tidur.

3. Shalat Subuh berjamaah

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabat beliau adalah orang-orang yang paling rajin shalat berjamaah. Maka begitu tiba waktu Shubuh, mereka (sudah) pergi ke masjid untuk menunaikan shalat Shubuh berjamaah. Usai shalat berjamaah, mereka juga biasa berdiam diri di masjid. Dzikirnya lama. Bahkan banyak pula yang baru selesai setelah matahari terbit dan sekitar 10-15 menit kemudian menunaikan shalat ba’da syuruq yang keutamaannya seperti pahala haji. Dan praktis, tidak ada waktu tidur setelah sahur.

Sumber : https://www.eramuslim.com/berita/tahukah-anda/kiat-rasul-saw-dan-para-shahabat-tidak-tidur-setelah-sahur.htm#.WwTq4SAxXIU

Gambar Tidak Tersedia

Lebih banyak berinteraksi dengan Al-Quran

Menghafal Alquran adalah aktivitas terbaik. Apa saja yang berhubungan dengan Alquran bakal dimuliakan Allah SWT. Contohnya Lailatul Qadar sebagai malam diturunkannya Alquran, serta bulan Ramadhan yang sebentar lagi akan datang.

Direktur Pesantren Pondok Pesantren Islam Terpadu (PPIT) Al Hikmah Karanggede Boyolali, Ustaz H Ahmad Mifdlol Muthohar Lc MSI mengatakan, siapa pun orangnya yang paling banyak berinteraksi dengan Alquran, mahluk apapun yang berinteraksi banyak dengan Alquran, maka Allah akan memuliakannya menjadi umat yang terbaik. Begitu pula, generasi Alquran, adalah generasi yang terbaik.

"Kenapa? Karena generasi yang paling banyak berinteraksi dengan wahyu Allah," ungkap Ustadz H Ahmad Mifdlol pada sambutan Wisuda Akhirussanah bagi santri Kelas 9 MTs Terpadu Al Hikmah dan Kelas 12 SMAIT Al Hikmah.

Ustadz Mifdlol juga berpesan, bagi lulusan MTs agar tetap melanjutkan pendidikan di pondok pesantren. Kendati tidak harus di PPIT Al Hikmah. Hal itu bertujuan untuk menjaga anak dari pengaruh negatif ketika masa pemikiran anak tumbuh pesat.

Apalagi anak-anak ini berada di tengah-tengah era milenial, atau era yang semakin banyak tantangan keumatan. "Tetaplah di pesantren. Bagi bapak ibu yang kemudian merubah rencana tidak di pesantren, tolong dikembalikan lagi ke pesantren," pesan Ketua Majelis Pesantren Ma'had Da'wah Indonesia (Mapadi) Jawa Tengah tersebut.

Sementara itu, PPIT Al Hikmah Karanggede Boyolali menggelar acara Wisuda Akhirussanah bagi santri Kelas 9 MTs Terpadu Al Hikmah dan Kelas 12 SMAIT Al Hikmah. Dalam acara yang digelar di Aula PPIT Al Hikmah Karanggede Boyolali ini dihadiri para orang tua wisudawan serta Pengurus dan Dewan Pembina Yayasan Al Hikmah Boyolali (YABI). Termasuk ketua panitia, Ustaz Muhammad Ulil Absor SPdI dan Ketua YABI, Ustaz Abdullah Ihsan Alfarhan, ST.

Sebanyak 99 santri tercatat lulus tahun 2018 ini. 71 santri dari jenjang MTsT dan 28 santri dari jenjang SMAIT. Beberapa dari peserta wisuda telah selesai menghafal 30 juz Alquran. Bahkan, terdapat 17 santri hafidz 30 juz yang di wisuda dari jenjang SMA.

"Itu artinya, sekitar 60 persen atau lebih dari separo dari lulusan SMAIT Al Hikmah telah menyelesaikan hafalan 30 juz Alquran. Begitu pula dengan jenjang MTsT juga ada beberapa wisudawan yang telah menyelesaikan hafalan 30 juz Alquran," kata Ketua YABI Ustadz Abdullah Ihsan Alfarhan ST.

Ia pun bersyukur atas pencapaian para lulusan yang telah hafidz 30 juz. Di sisi lain, pencapaian itu juga harus ditingkatkan lagi agar kualitasnya menjadi semakin bagus. "Sehingga para lulusan (SMAIT) bisa masuk ke perguruan tinggi melalui jalur tahfiz," tandasnya.

Dalam prosesi wisuda ini, secara bergantian, para santri Kelas 9 MTsT dan Kelas 12 SMAIT yang telah mengenakan seragam dan samir wisuda naik ke atas panggung untuk bersalaman dan di wisuda oleh asatidzah. Sejumlah pertunjukan turut ditampilkan dalam Wisuda Akhirussanah ini. Seperti paduan suara, tari saman, dan pementasan drama.

Perwakilan dari wisudawan dan wali santri juga turut maju untuk menyampaikan pesan kesan, dan pelepasan santri dari pondok ke orang tua oleh Ustadz Nur Achmad SH. Di akhir acara Wisuda Akhirussanah, panitia memberikan hadiah penghargaan bagi wisudawan dan wisudawati berprestasi di bidang akademik dan tahfidz sebagai bentuk apresiasi atas prestasi yang telah diraih selama menjadi santri.

 

Telah menjadi hal yang sangat maklum, bahwa bulan Ramadhan merupakan bulan yang sangat mulya, kemulyaan tersebut semakin terasa manakala terjajar dan terrangkai berbagai aktifitas ibadah dengan beragam bentuknya mewarnai bulan agung ini, mulai dari puasa, qiyamul lail dalam bentuk tarawih, witir dan yang lain, tadarrus al-Qur’an, I’tikaf, dan sebagainya. Seakan-akan para mukmin begitu tergerak unutuk menghias jiwa mereka dengan sifat-sifat “malakiyyah” dan sama sekali mereka tidak merelakan virus-virus “syaithaniyyah” menjangkiti hari-hari mereka.

Kehadiran Ramadhan merupakan momentum yang sangat efektif untuk menginspirasi semua umat menuju fitrah mereka. Di sini kita boleh membayangkan, seandainya tanpa kehadiran Ramadhan, apakah tempat-tempat ibadah akan sepenuh itu?, apakah perilaku para mukmin akan seindah itu?, apakah kejujuran, loyalitas, kedisiplinan, akan terlihat serapi itu? jawabannya tentu “belum”. Sehingga wajar apabila banyak yang mengharapkan agar seluruh bulan adalah ramadhan, bukan hanya permasalahan “pahala” yang berlipat ganda, tetapi karena warna dan dinamika ramadhan begitu ideal untuk selalu diimplementasikan dalam setiap detik-detik proses kehidupan.

Kemuliaan Ramadhan juga diperkuat dengan peristiwa besar “diturunkannya” al-Qur’an di dalamnya (QS. Al-Baqarah/2: 185), yang mana al-Qur’an merupakan kitab suci teragung yang pernah ada dalam sejarah peradaban, al-Qur’an merupakan sumber asasi multi dimensi, inspirasi paling ideal bagi tatanan kehidupan baik yang menyangkut dimensi ketuhanan, kemanusiaan, maupun kealaman. Al-Qur’an melampaui segala jenis mukjizat yang pernah ada, sekaligus membedakan “kualitas” umat-umat para Nabi. Apabila Nabi-Nabi dahulu memiliki mukjizat tertentu, maka kebanyakan bersifat “hissiyyah” atau indrawi, artinya bisa dilihat dan disaksikan tetapi tidak bias dikaji dan diteliti secara empiris-logis dan setelah Nabi tersebut meninggal dunia, maka mukjizatnya juga musnah, berbeda dengan mukjizat terbesar Nabi Muhammad yang berupa al-Qur’an, tidak bersifat indrawi, tetapi “aqli”, artinya masuk akal, dapat dikaji dan diteliti secara empiris-logis, bahkan sekian juta orang yang mengkaji al-Qur’an dari berbagai sudut pandang, ternyata sumber ilmu dari al-Qur’an tidak habis juga.

Keagungan dimensi kemukjizatan al-Qur’an tidak saja mencerminkan kecerdasan Muhammad serta umatnya, tetapi juga sebagai inspirasi bagi sekalian makhluk untuk selalu mengkaji serta memposisikan al-Qur’an sebagai pedoman teragung kehidupan. Abdullah Darraz dalam “an-Naba’ al-Adzim” memberikan permisalan yang indah terhadap al-Qur’an. Di mana ia mengibaratkan al-Qur’an bagaikan mutiara yang selalu memancarkan kilau cahaya indah jika dilihat dari arah dan sisi manapun, bahkan apabila kita mempersilahkan orang lain untuk memandang mutiara itu tadi, maka boleh jadi orang lain tersebut akan menemukan keindahan yang lebih banyak dari yang kita temukan. Sehingga, kita juga tidak heran apabila al-Qur’an dikaji oleh jutaan orang dari berbagai segi dan sudut pandang. Ada yang mengkaji dari sisi ungkapan dan kata-kata, terdapat pula yang mengkaji dari sisi bacaan dan cara bacanya, ada yang mengkaji dari sisi inspirasi ilmiahnya, terdapat pula yang menyoroti sisi model pensyari’atan hukum-hukumnya yang selalu sesuai dengan siapa saja, kapan saja dan di mana saja, bahkan belakangan ini muncul kajian al-Qur’an yang fokus pada itung-itungan matematis, bahkan terdapat yang terkesan diutak-atik mathuk-kan.

Sekedar contoh, Dahi kita mungkin mengernyit, ketika membaca ulasan sisi-sisi kei’jazan al-Qur’an, baik I’jaz lughawi (bahasa), I’jaz ilmi (inspirasi ilmiah), maupun I’jaz tasyri’I (model pensyari’atan), tergambar begitu rigid dan menawan, dalam sisi lughawi misalnya, kata-kata dalam al-Qur’an disebutkan dengan jumlah yang sepadan dengan antonimnya, kata “al-hayyu” yang berarti hidup disebutkan sebanyak 145 kali, persis sama dengan kata “al-mawtu” yang bermakna mati. Begitu pula dengan kata “al-harru” (panas) dan “al-baradu” (dingin) yang sama-sama disebutkan 4 kali. Dan masih banyak contoh yang lain, baik yang berkaitan dengan sinonim, suku kata dengan akibatnya, kata dengan penyebabnya, dan keseimbangan-keseimbangan lain, bahkan keseimbangan khusus, semisal kata “al-yawm” (hari) dalam bentuk mufrad (tunggal), disebutkan dalam al-Qur’an sebanyak 365 kali, seimbang dengan jumlah rata-rata hari dalam setahun, kemudian kata “al-yawm” dalam bentuk tasniyah atau jama’ (yawmaini/ayyam), disebutkan sebanyak 30 kali, sama dengan jumlah rata-rata hari dalam sebulan, kemudian kata “syahr” yang berarti bulan, hanya disebutkan 12 kali dalam al-Qur’an, sama dengan jumlah bulan dalam waktu setahun. Tentu masih terlalu banyak contoh lain yang terkait dengan sisi lughawi, belum lagi mengenai inspirasi ilmiah yang bahkan belakangan ini menjadi inspirasi utama bahan penelitian para pakar sains dan teknologi di berbagai belahan dunia.

Mungkin kita juga masih ingat peristiwa teror yang menimpa gedung WTC (World Trade Center) di Amerika yang terjadi pada tanggal 11 September 2001, bahkan mengenai masalah semacam itu saja, dulu terdapat seorang ilmuan yang menganalisis dengan paradigma utak-atik mathuk tersebut. Katanya, terdapat ayat al-Qur’an yang menjelaskan bahwa bangunan yang dibangun atas dasar taqwa tentu lebih baik daripada bangunan yang dibangun atas dasar kecongkakan (di tepi jurang yang runtuh) yang akhirnya membawa mereka ke neraka jahannam. Dan ternyata ayat tersebut tepat berada di Juz 11 (sesuai tanggal kejadian), surat ke 9/at-Taubah (sesuai bulan kejadian), dan di ayat 109 (sesuai jumlah lantai gedung), kemudian kebetulan lagi dalam ayat tersebut terdapat redaksi “jurufin harin” yang berarti “jurang yang runtuh”, sementara konon, jalan menuju WTC itu namanya “Jarvin Harr Street”. Apakah ini kebetulan, tentu jawabannya wallahu a’lam, akan tetapi point-nya adalah bahwa al-Qur’an selalu menarik untuk dikaji bahkan dari sisi yang tak terduga sekalipun.

Kemudian yang tidak kalah pentingnya dari peristiwa nuzul al-Qur’an adalah bukan hanya bagaimana model perayaannya, tetapi bagaimana kita juga bisa berinteraksi lebih dekat dan lebih dalam dengan al-Qur’an itu sendiri. Hal ini bisa kita lakukan dengan meningkatkan intensitas membaca, memahami, serta berupaya semaksimal mungkin untuk melaksanakan apa yang menjadi ajaran serta tuntunan dari al-Qur’an. Hal ini penting untuk ditekankan, mengingat belakangan ini terlampau banyak orang yang menjadikan mushaf al-Qur’an sebagai hiasan almari dan jarang sekali dibaca, banyak pula orang yang memegang, bahkan membaca al-Qur’an, tetapi perilakunya tidak mencerminkan nilai-nilai agung yang diajarkan oleh al-Qur’an. Al-Qur’an mengajarkan kedamaian, kesetaraan, keadilan, dan berbagai tuntunan hidup dan kehidupan ideal yang apabila diikuti maka akan membawa kita menuju kebahagiaan dunia-akhirat, maka sudah saatnya kita kembali pada al-Qur’an dan menghiasi kehidupan ini dengan akhlaq al-Qur’an. Al-Qur’an adalah perjamuan Allah, sangat rugi orang-orang yang tidak datang di perjamuan Allah, dan lebih rugi lagi orang-orang yang datang di perjamuan Allah akan tetapi tidak bisa menikmati apa-apa dari perjamuan tersebut.

Sumber : http://khazanah.republika.co.id/berita/dunia-islam/islam-nusantara/18/05/16/p8t1b7384-generasi-terbaik-yang-berinteraksi-dengan-alquran

Gambar Tidak Tersedia

10 Hari Pertama di Bulan Ramadhan

Sebab menjalankan puasa di 10 pertama Ramadhan akan mendapatkan curahan rahmat. Sangat sulit memulai 10 hari pertama Ramadhan, karena sebab adaptasi dan harus menyesuaikan diri, baik dari keseharian, kemudian berkaitan dengan ketahanan tubuh dan kebiasaan setiap harinya, di mana aktivitas kita makan siang kemudian malam. Namun kemudian harus menjalani ibadah puasa yang dimulai dengan sahur pertama dan kemudian berbuka.

Sebab fase-fase 10 hari pertama Ramadan memang merupakan fase terberat dan tersulit karena merupakan fase peralihan dari kebiasaan pola makan normal menjadi harus menahan lapar dan haus mulai dari subuh hingga magrib.

Seperti diketahui, tidak hanya tubuh saja yang melakukan adaptasi, pada fase 10 hari pertama Ramadan ini pikiran banyak persoalan yang harus dihadapi dengan proses beradaptasi atau penyesuaian.

Siapa yang mampu melewati ini hanya orang yang benar-benar sabar dan niat beribadahlah yang mampu melewatinya.

Maka itu ada beberapa keistimewaan pada 10 hari pertama Ramadhan.

Yakni Allah SWT membukakan pintu rahmat yang sebesar-besarnya bagi hamba-Nya yang telah sabar dan ikhlas dalam menunaikan puasa selama 10 hari pertama di bulan Ramadan dengan penuh keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT.

Maka itu ada beberapa hal yang harus dilakukan melewati 10 hari pertama ini agar benar-benar berarti bagi kita umat Muslim.

1. Perbanyak Ibadah Sunnah jangan berdiam diri

Jangan melewatkan kesempatan mendapatkan rahmat dari Allah SWT selama 10 hari pertama Ramadan dengan hanya berdiam diri tanpa melakukan aktifitas.

2. Perbanyak membaca Alquran

Manfaatkanlah setiap 10 hari pertama sebagai ibadah. Seperti tilawah Al Quran, karena ini menjadi keutamaan pahala membaca Al Quran untuk ketenangan hati bagi kita umat Muslim.

3. Perbanyak Zikir dan doa

Zikir, berdoa, salat sunnah dan beramal dan membantu bagi sesama yang membutuhkan pertolongan dan angat utama bagi kita semua.

4. Salat berjamaah

Salat berjamaah pada bulan puasa perlu diutamakan, terutama bagi kaum pria.

Rasullullah tidak pernah meninggalkan shalat berjamaah meskipun dalam keadaan sakit maupun cuaca yang tidak menentu.

5. Memperbanyak silaturahmi, serta menjaga hubungan baik juga merupakan sebuah ibadah.

Sebagaimana yang diterangkan dalam hadist Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam’ :

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu,dimana ia berkata bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam Bersabda:

“Awal bulan Ramadan adalah Rahmat, pertengahannya Maghfirah, dan akhirnya ‘Itqun Minan Nar (pembebasan dari api neraka).”

Lantas apa akibatnya jika melewati 10 hari pertama?

Melewatkan Moment Penting

Jika melewatkan 10 hari pertama, maka ibarat dalam hitung-hitungan angka, jika melewatkan angka pertama, tidak akan dapat melampaui angka yang kedua dan seterusnya karena sudah melewatkan 10 malam rahmat dari Allah, tentunya tidak akan mendapatkan maghfirah apalagi ampunan.

Tidak Mendapatkan Rahmat

Tentunya dengan melewatkan banyak pula amalan-amalan dan ibadah, dari ketentuan di 10 hari pertama.

Karena seorang yang melewatkan puasa di 10 hari pertama, maka amalan yang dia jalannya menjadi kurang berarti pula.

Dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu, beliau berkata, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

“Telah datang kepada kalian Ramadan, bulan yang diberkahi, Allah Ta’ala wajibkan kalian untuk berpuasa padanya, dibukakan padanya pintu-pintu langit, ditutup pintu-pintu neraka Jahim, dan dibelenggu setansetan yang membangkang. Pada bulan tersebut, Allah memiliki satu malam yang lebih baik dari seribu bulan (seseorang beribadah selama itu). Barangsiapa terhalang dari kebaikannya, sungguh ia orang yang terhalang (dari seluruh kebaikan)”.

Sesungguhnya pada puasa itu terkandung kesehatan yang besar dengan semua maknanya, baik kesehatan badan, perasaan, maupun rohani.

Dengan demikian, puasa dapat memperbaharui kehidupan seseorang dengan diperbaharuinya sel-sel dan dibuangnya sel-sel yang sudah tua dan mati serta diistirahatkannya perut dan organ pencernaan.

Puasa juga dapat memberikan perlindungan terhadap tubuh, membersihkan perut dari sisa-sisa makanan yang tidak dapat dicerna dan juga dari kelembaban yang ditinggalkan oleh makanan dan minuman.

Sumber : http://style.tribunnews.com/2018/05/17/deretan-keutamaan-10-hari-pertama-puasa-ramadhan-rugi-kalau-sampai-terlewatkan?page=4

Gambar Tidak Tersedia

Ibadah Shaum Rasulullah SAW

Puasa di bulan ramadhan adalah kewajiban kepada seluruh umat Islam. Setiap kaum Muslimin melaksanakan ibadah puasa dan ibadah lainnya untuk mengharap ridho, kasih sayang dan ampunan Allah SWT. Sebagaimana firman Allah SWT yang artinya:

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS. Al Baqarah: 183). Kata ‘kutiba’ dalam ayat ini berarti diwajibkan.

Rasulullah memerintahkan umatnya agar memulai puasa di bulan Ramadhan karena telah melihat bulan, dan mengakhiri bulan Ramadhan untuk berlebaran karena melihat bulan. Jika bulan tak terlihat karena mendung, sempurnakan hitungan hari pada bulan Sya'ban atau bulan Ramadhan sampai tiga puluh hari.

Hadits riwayat Abu Daud dan An-Nasa'i ini menggambarkan betapa berhati-hatinya Rasulullah dalam menghitung masuknya bulan Ramadhan dan selesainya kewajiban berpuasa. Sehingga karena tak bisa melihat bulan, hitungan harinya disempurnakan menjadi tiga puluh seperti Ramadhan tahun ini. Dalam hitungan kalender hijriyah hanya berkisar antara 29 hari atau 30 hari.

Perbedaan sudut pandangan muncul. Apa yang dimaksud dengan melihat bulan sebagai penentu masuknya bulan Ramdhan dan mulainya berlebaran?

Sebagian ulama ada yang menganggap melihat bulan itu harus langsung menggunakan mata telanjang. Biasanya bulan dapat dilihat (imkanurru'yah) manakala ketinggian hilal di atas dua derajat.

Pendapat ini mengertikan cara melihat bulan yang diajarkan oleh Hadits adalah bersifat ta'abbudi (ibadah) sehingga tak dapat diterjemahkan secara rasional menggunakan ilmu astronomi saja. Adapun pendapat lain, melihat bulan itu bisa menggunakan mata telanjang dan dapat juga dilihat menggunakan ilmu astronomi (falak).

Menurut pendapat kedua ini, masuknya bulan Ramadhan dan mulai lebaran dapat ditentukan menggunakan ilmu falak, yaitu wujudul hilal (adanya bulan) di ufuk meskipun tak harus dilihat oleh mata karena mendung atau karena dibawah dua derajat.
Bulan kesabaran

Ketika hendak memasuki bulan Ramadhan, Rasulullah menyampaikan khotbah pada hari terakhir bulan Sya'ban.

"Wahai manusia telah datang kepada kalian bulan yang agung, bulan penuh berkah, di dalamnya ada malam yang lebih baik dari seribu bulan. Allah menjadikan puasa-Nya wajib, dan qiyamul lail-Nya sunnah. Siapa yang mendekatkan diri dengan ibadah sunnah maka seperti mendekatkan diri dengan ibadah wajib di bulan yang lain. Siapa yang melaksanakan ibadah wajib maka seperti melaksanakan 70 kewajiban di bulan lainnya."

Rasulullah menyebut Ramadhan adalah bulan kesabaran, dan balasannya adalah surga. Ramadhan adalah bulan solidaritas, dan bulan ditambahkan rezeki orang beriman.

Siapa yang memberi makan orang berpuasa, maka diampuni dosanya dan dibebaskan dari api neraka dan mendapatkan pahala seperti orang-orang yang berpuasa tersebut tanpa dikurangi pahalanya sedikitpun.

Sahabat berkata, "Wahai Rasulullah SAW, tidak semua kita dapat memberi makan orang yang berpuasa."

Rasulullah bersabda, "Allah SWT memberi pahala kepada orang yang memberi buka puasa walaupun dengan satu biji kurma atau seteguk air atau susu. Ramadhan adalah bulan dimana awalnya rahmah (kasih sayang), tengahnya maghfirah (maghfirah), dan akhirnya pembebasan dari api neraka. (HR Ibnu Huzaimah).

Begitu mulia bulan Ramadhan dan kesempatan emas bagi umat sehingga Nabi SAW perlu mengingatkan agar tak menyia-nyiakan kesempatan untuk meraih ampunan, rezeki, dan pembebasan dari api neraka.

Perlu mengisi Ramadhan dengan berbagai macam ibadah mahdhah (vertikal) seperti menjaga ucapan, organ tubuh dan hati dari maksiat, seraya melaksanakan ibadah yang berefek sosial kemasyarakatan (horizontal/muta'addiyah) seperti berbagi untuk berbuka dan bersedekah.

Tekait untuk menjalankan ibadah puasa Ramadhan harus dilakukann melalui niat di malam harinya. Berbeda dengan ibadah puasa Sunnah yang bisa diniatkan di pagi hari sebelum masuk waktu zhuhur.

Oleh karena itu Rasulullah sangat menganjurkan (sunnah muakkadah) untuk makan sahur dan niat di malam harinya. Rasulullah bersabda, "Bersahurlah kalian, karena sahur mendatangkan barakah." (HR. Ahmad).

 

Sebagai umat Islam,tentu kita menginginkan dapat melaksanakan ibadah puasa seperti yang diajarkan oleh Rasulullah SAW. Dalam melaksanakan ibadah yang satu ini, tentu ada aturan untuk menjalankannya. Adapun cara Rasulullah SAW dalam menjalankan ibadah puasa di bulan ramadhan sebagai berikut:

1.Berniat puasa sejak malam
Diriwayatkan dari Hafsah, ia berkata, Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa yang tidak berniat untuk puasa Ramadhan sejak malam, maka tak ada puasa baginya.” (HR Abu Dawud).

2.Mengawali dengan sahur
Setiap akan melaksanakan puasa, Rasul SAW selalu makan sahur dengan mengakhirkannya atau menjelang datangnya waktu imsak.

3.Menyegerakan berbuka dan shalat
Dan ketika berbuka itu, Rasul SAW hanya memakan tiga biji kurma dan segelas air putih, lalu segera berwudhu untuk mengerjakan shalat Maghrib secara berjamaah. Dari Abu ‘Athiyah RA, dia berkata, “Saya bersama Masruq datang kepada Aisyah RA. Kemudian Masruq berkata kepadanya, “Ada dua sahabat Nabi Muhammad SAW yang masing-masing ingin mengejar kebaikan, dan salah seorang dari keduanya itu segera mengerjakan shalat Maghrib dan kemudian berbuka. Sedangkan yang seorang lagi, berbuka dulu baru kemudian mengerjakan shalat Maghrib.” Aisyah bertanya, “Siapakah yang segera mengerjakan shalat Maghrib dan berbuka?” Masruq menjawab, “Abdullah bin Mas’ud.” Kemudian Aisyah berkata, “Demikianlah yang diperbuat oleh Rasulullah SAW.” (HR Muslim No 1242).

4.Memberbanyak ibadah
Di bulan Ramadhan, Rasul SAW senantiasa memperbanyak amalan, seperti shalat malam, tadarus Alquran, zikir, tasbih, dan sedekah.

5.Iktikaf
Memasuki 10 hari terakhir di bulan Ramadhan, Rasul SAW meningkatkan aktivitas ibadahnya, terutama dengan iktikaf.

Sumber: http://khazanah.republika.co.id/berita/dunia-islam/hikmah/17/06/04/or0dzc313-shaum-ala-rasulullah