Gambar Tidak Tersedia

Belanja Murah Sambil Sedekah

Sebagai upaya menumbuhkan kepedulian masyarakat untuk peduli dan berbagi kepada sesama, Rumah Zakat meluncurkan program Shopping Charity. Program ini merupakan inovasi Rumah Zakat guna memudahkan masyarakat dalam berbagi khususnya yang sedang berada di pusat perbelanjaan.

Program Shopping Charity ini adalah bentuk sinergi Rumah Zakat dengan salahsatu pusat perbelanjaan termurah pilihan masyarakat Cirebon yaitu Asia Toserba Cirebon. Dengan tajuk “Belanja Murah Sambil Sedekah”, Rumah Zakat mengajak Sahabat yang sedang berbelanja kebutuhan sehari-hari khususnya di wilayah Cirebon untuk berbelanja sambil bersedekah di Asia Toserba Cirebon.

Bagi masyarakat Cirebon yang ingin belanja murah sekaligus bersedekah kini bisa dilakukan langsung melalui kasir Asia Toserba Cirebon yang kemudian bukti donasinya bisa dilihat secara langsung pada struk belanjaannya.

Mau belanja murah sambil sedekah? Berbelanjalah di Asia Toserba Cirebon.

Gambar Tidak Tersedia

Agar di cintai Allah SWT

Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

أحب�?ُ ا�?�?اسِ إ�?�? ا�?�?�?ِ تعا�?�? أ�?فعُ�?�? �?�?�?اسِ �?أحب�?ُ ا�?أع�?ا�?ِ إ�?�? ا�?�?�?ِ عز�?�? �?ج�?�?�? سر�?ر�? �?ُدخ�?ُ�? ع�?�? �?س�?�?ٍ أ�? �?�?شفُ ع�?�? �?ُربة�? أ�? �?�?ض�? ع�?�? د�?�?�?�?ا أ�? �?طردُ ع�?�? ج�?ع�?ا �?�?أ�? أ�?ش�?�? �?ع أخٍ ف�? حاجةٍ أحب�?ُ إ�?�?�?�? �?�? أ�? أعت�?ف�? ف�? �?ذا ا�?�?سجدِ ( �?ع�?�? �?سجد�? ا�?�?د�?�?ةِ ) ش�?ر�?ا �?�?�? �?ف�?�? غضب�?�? ستر ا�?�?�?ُ ع�?رت�?�? �?�?�? �?ظ�? غ�?ظ�?�? �?�?�? شاء أ�? �?�?ض�?�?�? أ�?ضا�? �?�?أ ا�?�?�?ُ �?�?ب�?�? رجاء�? �?�?�?ِ ا�?�?�?ا�?ةِ �?�?�? �?ش�? �?ع أخ�?�? ف�? حاجةٍ حت�? تت�?�?أ�? �?�? أثبت ا�?�?�?ُ �?د�?�?�? �?�?�?�? تز�?�?ُ ا�?أ�?دا�?ُ

 

manusia yang paling dicintai oleh Allah adalah yang paling bermanfaat untuk manusia. Dan amalan yang paling dicintai oleh Allah adalah kegembiraan yang engkau masukan ke hati seorang mukmin, atau engkau hilangkan salah satu kesusahannya, atau engkau membayarkan hutangnya, atau engkau hilangkan kelaparannya. Dan aku berjalan bersama saudaraku untuk memenuhi kebutuhannya itu lebih aku cintai daripada ber-i’tikaf di masjid Nabawi selama sebulan lamanya. Dan siapa yang menahan marahnya maka Allah akan tutupi auratnya. Barangsiapa yang menahan marahnya padahal ia bisa menumpahkannya, maka Allah akan penuhi hatinya dengan keridhaan di hari kiamat. Dan barangsiapa berjalan bersama saudaranya sampai ia memenuhi kebutuhannya, maka Allah akan mengokohkan kedua kakinya di hari ketika banyak kaki-kaki terpeleset ke api neraka” (HR. Ath Thabrani 6/139, dishahihkan Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah 2/575).

 

1.      Mentadabburi Al–Quran dan Mengamalkannya

 

Untuk menapaki cinta kepada Allah adalah membaca Al-Quran dengan khusyuk, disertai perenungan mendalam terhadap makna-makna yang terkandung di dalamnya dengan menghadirkan kesadarannya secara total bahwa kita sedang bermunajat kepada Allah. Inilah rahasia menuju cinta kepada Allah.

 

Setelah memahami makna-makna Al-Quran, maka kita harus mempraktikannya dalam kehidupan sehari-hari dan mengajarkannya kepada orang lain. Hidup dengan mempraktikkan pedoman dalam Al-Quran akan membuat hidup kita bermakna, karena selalu menapaki jalan kebajikan. Seperti yang telah diriwayatkan oleh Usman bin Affan bahwa Rasulullah bersabda “Sebaik-baik kalian adalah orang yang mempelajari Al-Quran dan mengajarkannya”.

 

2.      Mendekatkan Diri kepada Allah dengan Amalan-amalan Sunnah

 

Ada dua golongan dari seorang hamba Allah yang beruntung. Pertama, yang mencintai Allah yaitu yang menjalankan amalan-amalan wajib. Kedua, yang dicintai Allah yaitu jika kita melakukan amalan-amalan sunnah setelah tuntas amalan wajib. Golongan inilah yang disebut Ibnu Al-Qayyim Al-Jauziyah dengan “Kualitas diri yang sampai kepada kualitas yang dicintai Allah setingkat lebih tinggi setelah mencintai Allah”. Jika kita telah menuntaskan amalan wajib dan menambahnya dengan amalan sunnah maka kualitas diri kita meningkat menjadi “Yang dicintai Allah.”

 

3.      Mengingat Allah di dalam Hati, Lisan, dan Tindakan Sehari-hari

 

Mengingat Allah adalah kesadaran diri akan Allah, baik hati, ucapan, maupun tindakan. Apabila kita mengingat Allah maka seorang hamba akan mendapatkan ampunan dan ridha-Nya. Allah berfirman “..Laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar” (QS Al-Ahzab: 35). Jadi dengan mengingat Allah hidup menjadi lurus dan selaras dalam kebaikan. Mengingat Allah dalam hati, lisan, dan perbuatan adalah bekal untuk masuk surga dan menapaki tingkatan-tingkatan di dalamnya.

 

4.      Cinta kepada Allah membawa Cinta Kepada Seluruh Makhluk-Nya

 

Ridha kepada Allah membawa diri kita pada ridha selain-Nya, maksudnya diri kita merasa ridha bahwa apa pun yang ada di alam semesta ini di bawah ketentuan Allah. Inilah ketentraman jiwa yang diperoleh dari keridhaan kepada-Nya. Ketentraman inilah yang dimilki oleh orang yang beriman dengan ridha kepada-Nya.

 

5.      Merenungkan Nama-nama dan Sifat-sifat Allah serta Berma’rifat terhadapNya

 

Hamba yang beriman adalah orang yang mengenal Allah melalui nama-nama-Nya, sifat-sifat-Nya, dan perbuatan-perbuatan-Nya. Kemudian dia membenarkan Allah dalam pergaulannya sehari-hari, ikhlas niat dan tujuannya, serta tidak berperilaku melainkan dengan budi pekerti yang luhur.

 

Hamba yang mengimani sifat-sifat Allah dan kesadaran diri akan kesempurnan-Nya adalah pembangkit bagi hati untuk cinta kepada-Nya. Hati pasti akan selalu cinta kepada yang dikenalnya dan terus rindu untuk selalu bersama-Nya.

 

6.      Menyadari Kebaikan Allah dan Segala Kenikmatan dariNya

 

Sebagai hamba senantiasa diliputi oleh segala kebaikan dari Allah. Segala kenikmatan, kasih sayang, dan segala hak dapat memenuhi perasaannya. Tidak ada yang memberikan kenikmatan dan kebahagiaan di dunia ini kepada kita selain Allah. Semua yang ada di alam semesta ini, pasti semuanya dariNya. Dengan demikian, tidak ada yang layak untuk dicintai dengan segala ketulusan selain Allah.

 

7.      Menyerahkan Diri Sepenuhnya Hanya kepada Allah

 

Maksud menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah adalah kekhusyukan hati, penyerahan diri sepenuhnya, kesadaran diri sangat butuh kepada-Nya, dan menjaga etika menghamba kepada-Nya. Semua definisi tersebut menunjukkan bahwa hati adalah sumber dari praktik khusyuk yang kemudian mendisiplinkan tubuh.

 

8.      Bermunajat kepada Allah di Tengah Malam

 

Allah memberikan sanjungan bagi siapa saja yang lambungnya jauh dari tempat tidur untuk berdoa dan bermunajat kepada Allah. Kita mendirikan shalat malam di mana shalat tersebut adalah seutama-utama shalat sunnah. Inilah praktik yang meningkatkan kualitas cinta kita kepada Allah. Kita bangun malam dan mendirikan shalat ketika orang-orang sedang terlelap tidur.

 

9.      Bersahabat dengan Para Pecinta Allah

 

Disnilah Ibnu Al-Qayyim menjadikan interaksi dengan para pecinta Allah sebagai keniscayaan menuju cinta kepada Allah. Rasulullah bersabda “Allah berfirman, Cintaku menjadi keniscayaan bagi orang-orang yang mencintai-Ku. Cintaku menjadi keniscayaan bagi orang-orang yang mencintai-Ku. Cintaku menjadi keniscayaan bagi orang-orang yang mengunjungi-Ku.” (Hr. Ahmad).

 

Sesungguhnya cinta seorang muslim kepada saudaranya karena Allah adalah buah dari ketulusan iman dan budi pekerti yang luhur. Cinta tersebut dijaga oleh Allah dalam hati seorang hamba yang beriman, sehingga keimanan tersebut tidak melenceng ataupun melemah.

 

10.  Menjauhi Segala Hal yang Dapat Melalaikan Hati

 

Jika kita ingin mencintai Allah, maka tidak ada pilihan bagi kita untuk senantiasa menjaga hati agar tetap bersih. Oleh karena itu mari menjaga hati dari segala sesuatu yang dapat melalaikan hati dengan senantiasa mengawasi dan membersihkan hati dari penyakit yang dapat membuatnya kotor.

 

Hati yang bersih adalah hati yang senantiasa menyadari bahwa Allah itu benar adanya, hari kiamat pasti kedatangannya, dan Allah pasti membangkitkan manusia dari kuburnya. Hati yang bersih adalah hati yang sehat. Sehatnya hati karena menaati perintah-perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya. Semoga kita termasuk hamba yang memiliki hati yang bersih.

 

Semoga kita dapat menjadi hamba yang memiliki kedudukan yang mulia di hadapan-Nya. Ya Allah, kami memohon kepada-Mu agar menuntun kami dapat senantiasa berada dalam jalan yang lurus, menyerahkan diri sepenuhnya kepada-Mu, mengenal-Mu, dan mentauhidkan-Mu. Anugerahkanlah kepada kami cinta-Mu dan cinta orang-orang yang mencintaimu, dan cinta untuk meningkatkan kualitas diri yang dapat mengantarkan kami kepada cinta-Mu.

 

11.  Jadilah orang yang bermanfaat

 

Subhanallah… di sini Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam ditanya siapa orang yang paling dicintai oleh Allah, ternyata ia adalah orang yang paling bermanfaat untuk manusia. Ini menunjukkan kepada kita bahwa Islam mengajarkan agar kita gemar memberikan manfaat kepada orang lain. Bukan sebaliknya, yaitu menjadikan agar bagaimana orang lain bermanfaat buat kita. Tapi yang hendaknya kita pikirkan adalah bagaimana agar kita bisa memberikan manfaat untuk orang lain. Oleh karena itulah Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: “tangan di atas lebih baik daripada tangan yang di bawah” (HR. Bukhari 1429, Muslim 1033).

 

Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam menganjurkan kepada umatnya agar memiliki jiwa yang gemar memberi manfaat dan tidak bersandar kepada orang lain. Oleh karena itu juga Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: “bersemangatlah kalian kepada apa yang bermanfaat bagi kalian, mintalah pertolongan Allah dan jangan malas” (HR. Bukhari 3591, Muslim 2664). Seorang mukmin selalu memikirkan bagaimana agar hidupnya bermanfaat.

 

Orang yang punya kelebihan harta, ia berpikir bagaimana memberi manfaat dengan harta saya. Siapa yang memiliki kelebihan ilmu, ia berpikir bagaimana ilmunya bisa memberi manfaat kepada manusia. Siapa yang memiliki tenaga ia berpikir bagaimana agar tenaganya bisa bermanfaat kepada manusia. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: “engkau membantu seseorang menaikan barang ke atas kendaraannya, itu adalah sedekah” (HR. Muslim, 1009). Demikianlah Islam menganjurkan umatnya agar menjadi orang yang bermanfaat.

 

12.  Senangkan hati saudaramu

 

Lalu dalam hadits di atas, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: “amalan yang paling dicintai oleh Allah adalah kegembiraan yang engkau masukan ke hati saudaramu”.

 

Subhaanallah… ketika seseorang melihat saudaranya sedang bersedih hati hendaknya ia berusaha gembirakan hatinya. Atau ia melihat temannya sedang sakit, hendaknya ia hibur hatinya agar bisa semakin sabar dengan sakitnya tersebut. Itu amalan yang besar di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala.

 

Dalam riwayat At Tirmidzi juga Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: “barangsiapa yang menghilangkan salah satu kesulitan seorang mukmin maka Allah kelak akan hilangkan salah satu kesulitannya pada hari kiamat”. Siapa di antara kita yang tidak ingin dihilangkan kesulitannya di hari kiamat? Karena kesulitan di hari kiamat lebih dahsyat dan lebih keras. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Manusia berkata: “Kapankah hari kiamat itu (terjadi)?” Maka apabila mata terbelalak (ketakutan), dan apabila bulan telah hilang cahayanya, dan matahari dan bulan dikumpulkan, pada hari itu manusia berkata: “Ke manakah tempat melarikan diri?” Sekali-kali tidak! Tidak ada tempat berlindung!”(QS. Al Qiyamah: 7-11).

 

Ia juga berfirman (yang artinya), “Apabila datang suara yang memekakkan pada hari ketika manusia lari dari saudaranya, dari ibu dan bapaknya, dari istri dan anak-anaknya. Setiap orang dari mereka pada hari itu mempunyai urusan yang menyibukkannya” (QS. Abasa: 33-37).

 

Beri makan orang yang kelaparan

 

Kemudian kata Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam, “.. atau engkau hilangkan kelaparannya”. Seorang mukmin jangan sampai membiarkan tetangganya kelaparan atau saudaranya sesama Muslim lain kelaparan. Terkadang karena sikap acuh tak acuh, banyak orang kaya yang tidak peduli bahwa di kampung-kampung banyak kaum mukminin yang kelaparan. Akhirnya apa yang terjadi? Mereka menjadi korban-korban yang empuk bagi kristenisasi. Akhirnya mereka pun menggadaikan aqidahnya demi mendapat sesuap nasi. Maka Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam mengatakan bahwa menghilangkan kelaparan dari seorang Muslim itu amalan yang sangat dicintai oleh Allah Subhaanahu wa Ta’ala.

 

13.  Bantulah orang yang terbelit hutang

 

Kemudian kata Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam amalan yang dicintai Allah selanjutnya, “.. atau engkau membayarkan hutang untuknya”.

 

Dahulu, ada seorang laki-laki yang suka berbaik hati memberikan hutangan kepada orang lain. Kemudian ia berkata kepada pelayannya, “wahai pelayan coba kamu lihat, adakah diantara mereka yang sulit membayar hutang? Jika ada bebaskan saja hutangnya”. Maka kata Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam tentang lelaki ini, pada hari kiamat Allah akan berkata kepadanya, “Aku lebih berhak kepadanya dari engkau, wahai Malaikat bebaskan ia dari api neraka” (HR. Muslim 1560).

 

Demikianlah, ketika seseorang membebaskan saudaranya dari hutang, Allah akan bebaskan ia dari adzab api neraka pada hari kiamat.

 

14.  Membantu orang lain, besar pahalanya!

 

Lalu kata Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam tentang amalan yang dicintai Allah, “… aku berjalan bersama saudaraku untuk memenuhi kebutuhannya itu lebih aku cintai daripada ber-i’tikaf di masjid Nabawi selama sebulan lamanya”.

 

Siapa yang di antara kita yang pernah i’tikaf di masjid Nabawi sebulan lamanya? Mungkin tidak ada. Ternyata kita berjalan bersama saudara kita yang kesusahan untuk memenuhi kebutuhannya itu lebih besar pahalanya dari i’tikaf di masjid Nabawi. Padahal kata para ulama, i’tikaf yang paling utama di antaranya di masjid Nabawi. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda, “Shalat di masjidku ini lebih utama dari 1000 shalat di masjid lainnya selain Masjidil Haram” (HR. Bukhari-Muslim).

 

Subhaanallah! Itu menunjukkan kepada kita bahwa Islam mengajarkan kita agar jangan egois, mengajarkan kepada kita sikap dermawan dan berjiwa sosial serta selalu memperhatikan keadaan saudara kita.

 

15.  Tahan amarahmu

 

Lalu Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam mengatakan, “…siapa yang menahan marahnya maka Allah akan tutupi auratnya”.

 

Karena amarah seringkali menimbulkan perbuatan dan perkataan yang tidak terkontrol, sehingga menjatuhkan martabat pelakunya. Lalu beliau juga bersabda, “Barangsiapa yang menahan marahnya padahal ia bisa menumpahkannya, maka Allah akan penuhi hatinya dengan keridhaan di hari kiamat”. Seorang raja yang marah kepada bawahannya padahal ia mampu untuk melakukannya, atau seorang ayah yang marah kepada anaknya padahal ia mampu untuk melakukannya, maka Allah akan panggil dia di hari kiamat dan Allah akan pilihkan bagi dia bidadari-bidadari surga ia inginkan.

 

16.  Keutamaan membantu orang lain hingga tuntas

 

Lalu Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda tentang amalan yang dicintai Allah, “Dan barangsiapa berjalan bersama saudaranya sampai ia memenuhi kebutuhannya, maka Allah akan mengokohkan kedua kakinya di hari ketika banyak kaki-kaki terpeleset ke api neraka”, yaitu ketika melewati jembatan shirath di akhirat, banyak kaki yang tergelincir dan terpeleset ke dalam api neraka. Maka orang yang berjalan bersama saudaranya, membantunya sampai memenuhi kebutuhannya, Allah akan kokohkan kakinya melewati jembatan shirath tersebut sehingga ia tidak tergelincir.

 


Sumber:
https://www.dakwatuna.com/2014/09/11/56816/10-rahasia-agar-dicintai-allah/#ixzz5DCHiCIfg

 

Sumber : https://muslim.or.id/27498-amalan-amalan-yang-paling-dicintai-allah.html

 

Gambar Tidak Tersedia

Mukjizat Rasulullah SAW

Mukjizat merupakan kejadian luar biasa yang berlaku pada nabi dan rasul dengan izin Allah SWT. Mukjizat tidak mampu ditiru oleh manusia biasa. Kali ini SICOM memuat mukjizat-mukjizat Nabi Muhammad SAW yang melebihi 300. Semoga dapat membawa manfaat.

Mukjizat Nabi Muhammad SAW adalah kemampuan luar biasa yang dimiliki Nabi Muhammad untuk membuktikan kenabiannya. Dalam Islam, mukjizat terbesar Muhammad adalah Al-Qur’an. Selain itu, Muhammad juga diyakini pernah membelah bulan pada masa penyebaran Islam di Mekkah dan melakukan Isra dan Mi’raj tidak sampai satu hari.

Kemampuan lain yang dimiliki Muhammad adalah kecerdasannya mengenai ilmu ketuhanan. Hal ini tidak sebanding dengan dirinya yang ummi atau buta huruf.

Walau begitu, umat Islam meyakini bahwa setiap hal dalam kehidupan Muhammad adalah mukjizat. Hal itu terbukti dari banyaknya kumpulan hadits yang diceritakan para sahabat mengenai berbagai mukjizat Muhammad. Berikut ini adalah  mukjizat-mukjizat yang dimiliki Nabi Muhammad.

Mukjizat Nabi Muhammad SAW sangat banyak, di antara mukjizat Rasul adalah:

Mengerti bahasa binatang seperti Nabi Sulaiman.
Memerintah bumi dan pohon seperti Nabi Musa.
Diberi mukjizat seperti Nabi Ibrahim.
Anak yang meninggal bangkit hidup kembali. (mirip mukjizat Nabi Isa AS)

Menyembuhkan orang buta.
Menyembuhkan orang lumpuh.
Menyembuhkan orang cacat sejak lahir.
Mengetahui isi hati.

Memberi makan beribu orang dengan satu makanan.
Memberi minum beribu orang dengan sedikit air.
Mengeluarkan air di tengah padang gurun.
Mengeluarkan air dari sela jari untuk wudhu beribu orang.
Menyembuhkan putri raja yang cacat tanpa tangan dan kaki.

Membelah bulan menjadi 2 bagian. Dan ini telah dibuktikan oleh para astronot yang menghabiskan dana ratusan juta dollar.

Mengetahui apa yang telah terjadi.
Mengetahui apa yang sedang terjadi.
Mengetahui apa yang akan terjadi.
Melihat yang di belakang punggungnya seperti dari depan.

Musuh bergetar tak mampu membunuh.
Bumi memakan orang yang hendak membunuh beliau.
Musuh tak dapat melihat beliau.
Tidak dapat dibunuh musuh.

Rombongan berkuda para sahabat dapat menyeberang laut dengan berkuda saat mengejar musuh yang lari dengan kapal layar, atau pun mukjizat lainnya.

Semua mukjizat ini tersebut dalam hadist shohih Bukhori dan shohih Muslim atau Shohih Ahmad yang lengkap dan bukan sekedar ringkasan hadist.

Sebelum Masa Kenabian

Tradisi Islam banyak menceritakan bahwa pada masa kelahiran dan masa sebelum kenabian, Muhammad SAW sudah diliputi banyak mukjizat. Muhammad SAW dilahirkan pada tanggal 22 April 570 di kalangan keluarga bangsawan Arab, Bani Hasyim.

Ibnu Hisyam, dalam Sirah Nabawiyah menuliskan Muhammad SAW memperoleh namanya dari mimpi ibunya, Aminah binti Wahab ketika mengandungnya.

Aminah memperoleh mimpi bahwa ia akan melahirkan “pemimpin umat”. Mimpi itu juga yang konon menyuruhnya mengucapkan, “Aku meletakkan dirinya dalam lindungan Yang Maha Esa dari segala kejahatan dan pendengki.”

Kisah Aminah dan Abdul Muthalib juga menunjukkan bahwa sejak kecil Muhammad SAW adalah anak yang luar biasa. Berikut ini adalah mukjizat yang terjadi pada saat kelahiran dan masa kecil Muhammad SAW:

1.      Aminah binti Wahab, ibu Muhammad SAW pada saat mengandung Muhammad SAW tidak pernah merasa lelah seperti wanita pada umumnya.

2.      Saat melahirkan Muhammad SAW, Aminah binti Wahab tidak merasa sakit seperti wanita sewajarnya.

3.      Muhammad SAW dilahirkan dalam keadaan sudah berkhitan.

4.      Pada usia 5 bulan ia sudah pandai berjalan, usia 9 bulan ia sudah mampu berbicara dan pada usia 2 tahun ia sudah bisa dilepas bersama anak-anak Halimah yang lain untuk menggembala kambing.

5.      Halimah binti Abi-Dhua’ib, ibu susuan Muhammad SAW dapat menyusui kembali setelah sebelumnya ia dinyatakan telah kering susunya. Halimah dan suaminya pada awalnya menolak Muhammad SAW karena yatim. Namun, karena alasan ia tidak ingin dicemooh Bani Sa’d, ia menerima Muhammad SAW. Selama dengan Halimah, Muhammad SAW hidup nomaden bersama Bani Sa’d di gurun Arab selama empat tahun.

6.      Abdul Muthalib, kakek Muhammad SAW menuturkan bahwa berhala yang ada di Ka’bah tiba-tiba terjatuh dalam keadaan bersujud saat kelahiran Muhammad SAW. Ia juga menuturkan bahwa ia mendengar dinding Ka’bah berbicara, “Nabi yang dipilih telah lahir, yang akan menghancurkan orang-orang kafir, dan membersihkan dariku dari beberapa patung berhala ini, kemudian memerintahkan untuknya kepada Zat Yang Merajai Seluruh Alam Ini.”

7.      Dikisahkan saat Muhammad SAW berusia empat tahun, ia pernah dibedah perutnya oleh dua orang berbaju putih yang diketahui sebagai malaikat. Peristiwa itu terjadi ketika Muhammad SAW sedang bermain dengan anak-anak Bani Sa’d dari suku Badui. Setelah kejadian itu, Muhammad SAW dikembalikan oleh Halimah kepada Aminah. Sirah Nabawiyyah, memberikan gambaran terperinci bahwa kedua orang itu, “membelah dadanya, mengambil jantungnya, dan membukanya untuk mengeluarkan darah kotor darinya. Lalu mereka mencuci jantung dan dadanya dengan salju.” Peristiwa seperti itu juga terulang 50 tahun kemudian saat Muhammad SAW di-Isra’kan ke Yerusalem lalu ke Sidratul Muntaha dari Mekkah.

8.      Dikisahkan pula pada masa kecil Muhammad SAW, ia telah dibimbing oleh Allah. Hal itu mulai tampak setelah ibu dan kakeknya meninggal. Dikisahkan bahwa Muhammad SAW pernah diajak untuk menghadiri pesta dalam tradisi Jahiliyah, namun dalam perjalanan ke pesta ia merasa lelah dan tidur di jalan sehingga ia tidak mengikuti pesta tersebut.

9.      Pendeta Bahira menuturkan bahwa ia melihat tanda-tanda kenabian pada diri Muhammad SAW. Muhammad SAW saat itu berusia 12 tahun sedang beristirahat di wilayah Bushra dari perjalannya untuk berdagang bersama Abu Thalib ke Syiria. Pendeta Bahira menceritakan bahwa kedatangan Muhammad SAW saat itu diiringi dengan gumpalan awan yang menutupinya dari cahaya matahari. Ia juga sempat berdialog dengan Muhammad SAW dan menyaksikan adanya sebuah “stempel kenabian” (tanda kenabian) di kulit punggungnya.

10.  Mukjizat lain adalah Muhammad SAW pernah memperpendek perjalanan. Kisah ini terjadi saat pulang dari Syiria. Muhammad SAW diperintahkan Maisarah membawakan suratnya kepada Khadijah saat perjalanan masih 7 hari dari Mekkah. Namun, Muhammad SAW sudah sampai di rumah Khadijah tidak sampai satu hari. Dalam kitab as-Sab’iyyatun fi Mawadhil Bariyyat, Allah memerintahkan pada malaikat Jibril, Mikail, dan mendung untuk membantu Muhammad SAW. Jibril diperintahkan untuk melipat tanah yang dilalui unta Muhammad SAW dan menjaga sisi kanannya sedangkan Mikail diperintahkan menjaga di sisi kirinya dan mendung diperintahkan menaungi Muhammad SAW.

v  Pada Masa Kenabian

Fisik

1.      Dapat melihat dengan jelas dalam keadaan gelap.

2.      Wajah Muhammad memancarkan cahaya di kegelapan pada waktu sahur.

3.      Dua Sahabat Muhammad dibimbing oleh dua cahaya, setelah bertemunya.

4.      Peluh yang keluar dari tubuh Muhammad memiliki bau harum, jika Muhammad berjabat tangan dengan seseorang maka aroma harum itu akan membekas selama beberapa hari ditangan orang tersebut.

5.      Tubuh Muhammad memancarkan petir ketika hendak dibunuh oleh Syaibah bin Utsman pada Perang Hunain.

6.      Muhammad sanggup menghancurkan batu besar dengan tiga kali pukulan, dikala menjelang Perang Khandaq, padahal pada saat itu Muhammad belum makan selama 3 hari.

7.      Muhammad sanggup merubuhkan seorang pegulat bertubuh tinggi dan kekar, Rukanah al-Mutthalibi bin Abdu Yazid hanya dengan dua kali dorongan saja.

8.      Suara Rasulullah SAW ternyata tidak hanya merdu saja, namun juga memiliki kekuatan suara yang cukup dahsyat sehingga orang-orang jauh pun bisa mendengar suara beliau.

Kharisma

1.      Tatapan mata membuat Umar bin Al-Khaththab dan Abu Jahm lari terbirit-birit, ketika mereka berencana untuk membunuh Muhammad pada malam hari.

2.      Tatapan mata yang menggetarkan Ghaurats bin Harits, yaitu seorang musuh yang sedang menghunus pedang ke arah leher Muhammad SAW.

3.      Allah melumpuhkan Hay bin Akhtab dan para sahabatnya, ketika hendak melemparkan batu yang besar kepada Muhammad.

4.      Menjadikan tangan Abu Jahal kaku.

5.      Jin yang bernama Muhayr bin Habbar membantu dakwah Muhammad SAW, kemudian jin itu diganti namanya menjadi Abdullah bin Abhar.

v  Menghilang dan menidurkan musuh

1.      Menghilang saat akan dibunuh oleh utusan Amr bin at-Thufail dan Ibad bin Qays utusan dari Bani Amr pada tahun 9 Hijriah atau Tahun Utusan

2.      Menghilang saat akan dilempari batu oleh Ummu Jamil, bibi Muhammad SAW ketika ia duduk di sekitar Ka’bah dengan Abu Bakar.

3.      Menghilang saat akan dibunuh Abu Jahal dimana saat itu ia sedang shalat.

4.      Menidurkan 10 pemuda Mekkah yang berencana membunuhnya dengan taburan pasir. Kemudian ia berhasil melalui orang-orang yang menunggunya di pintu rumahnya untuk membunuhnya.

5.      Melemparkan segenggam pasir ke arah musuh sehingga mereka dapat dikalahkan pada Perang Hunaian dan Perang Badar.

v  Fenomena Alam

1.      Menghentikan gempa yang terjadi di Mekkah dan Madinah, dengan cara menghentakkan kakinya dan memerintahkan bukit supaya tenang.

2.      Menurunkan hujan dan meredakan banjir saat musim kemarau tahun 6 Hijrah di Madinah yang saat itu mengalami musim kemarau.

3.      Berbicara dengan gunung untuk mengeluarkan air bagi Uqa’il bin Abi Thalib yang kehausan.

4.      Menahan matahari tenggelam.

5.      Membelah bulan dua kali untuk membuktikan kenabiannya pada penduduk Mekkah.

6.      Bumi menelan seorang Quraisy yang hendak membunuh Muhammad dan Abu Bakar pada saat hijrah.

v  Bayi, binatang, tumbuhan, dan benda mati

1.      Seorang bayi berumur satu hari bersaksi atas kerasulan Muhammad.

2.      Bayi berumur 2 tahun memberi salam kepada Muhammad.

3.      Persaksian seekor srigala dan dhab (sejenis biawak pasir) terhadap kerasulan Muhammad.

4.      Seekor kijang berbicara kepada Muhammad.

5.      Berbicara dengan unta yang lari dari pemiliknya yang menyebabkan masyarakatnya meninggalkan shalat Isya’.

6.      Berbicara dengan unta pembawa hadiah raja Habib bin Malik untuk membuktikan bahwa hadiah tersebut bukan untuk Abu Jahal melainkan untuk Muhammad SAW.

7.      Mengusap kantung susu seekor kambing untuk mengeluarkan susunya yang telah habis.

8.      Dua Sahabat Nabi SAW dibimbing oleh cahaya.

9.      Mimbar menangis setelah mendengar bacaan ayat-ayat Allah.

10.  Berhala-berhala runtuh dengan hanya ditunjuk oleh Muhammad SAW.

11.  Berbicara dengan gilingan tepung Fatimah yang takut dijadikan batu-batu neraka.

Read More

Gambar Tidak Tersedia

Zakat Sebagai Item Pengurang Pajak

Zakat Sebagai Item Pengurang Pajak

Dengan diterbitkannya Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-11/PJ/2017 yang berlaku sejak tanggal 22 Juni 2017 yang berkaitan tentang zakat sebagai pengurang penghasilan kena pajak, maka kini Sahabat dapat mencantumkan zakat sebagai salahsatu item pengurang penghasilan kena pajak.

Merunut pada sejarah pemungutan zakat, zakat terbukti dapat membangkitkan ekonomi umat. Salahsatu contohnya adalah kegemilangan zakat di masa khalifah Umar Bin Abdul Aziz yang sukses mensejahterakan rakyatnya dan menjadikan berkah negerinya hanya dalam waktu 29 bulan.

Bahkan pada masa kepemimpinan Umar Bin Abdul Aziz tersebut tidak ada lagi masyarakat yang menerima zakat, ini menggambarkan betapa makmurnya masyarakat dibawah kepemimpinannya dimana zakat dijadikan dimensi pemberantas kemiskinan dan pemerata kesejahteraan di masyarakat.

Sahabat, mari bersama-sama kita melakukan pemberdayaan masyarakat dengan berzakat melalui Rumah Zakat. Karena Rumah Zakat adalah Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang sudah terbukti profesional dalam mengelola dana zakat untuk pemberdayaan masyarakat.

Untuk Pembayaran Zakat, bisa melalui :

BCA 094 301 6001

BNI 1555 1555 81

Mandiri 132000 481 974 5

BRI 1141 01 000127 30 4

Bank Muamalat 1010082208

BNI Syariah 155 555 5589

Permata Syariah 377 100 1555

BRI Syariah 1000 859 172

Mandiri Syariah 701 551 824 8

CIMB Niaga Syariah 5020 100 020 002

Bank Mega Syariah 1 000 000 270 

Danamon Syariah 789 588 08

BTN Syariah 702 100 1555

OCBC NISP Syariah 247 80000 9000

BII Syariah 2 700 005599

Bukopin Syariah 880 1111 042 

Bank DKI 701 700 7000

Gambar Tidak Tersedia

Berbaik sangka kepada Allah

Sebagai hamba-Nya yang selalu mendapatkan rahmat dan karunia, hendaknya kita selalu berbaik sangka kepada Allah SWT. Berbaik sangka kepada Allah dilakukan dengan mengharap ridho Allah, berdoa, tawakal, serta memohon ampunan dan pertolongan. Sebagaimana firman Allah SWT:

إِ�?�?�? ٱ�?�?�?ذِ�?�?�? ء�?ا�?�?�?ُ�?ا�? �?�?ٱ�?�?�?ذِ�?�?�? �?�?اج�?رُ�?ا�? �?�?ج�?ٰ�?�?دُ�?ا�? فِ�? س�?بِ�?�?ِ ٱ�?�?�?�?�?ِ أُ�?�?�?�?ٰ�?ئِ�?�? �?�?ر�?جُ�?�?�? ر�?ح�?�?�?ت�? ٱ�?�?�?�?�?ِ �? �?�?ٱ�?�?�?�?�?ُ غ�?فُ�?ر�? ر�?�?حِ�?�?�?

Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”(Q.S. Al Baqarah:218)

Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,

Allah Ta’ala berfirman, “Aku berdasarkan prasangka hamba-Ku kepada-Ku. Apabila ia berbaik sangka, maka ia akan mendapatkan kebaikan. Jika berprasangka buruk, maka ia mendapatkan keburukan.” (HR. Ahmad).

Ini berarti jika kita ingin mendapat kebaikan dari Allah SWT, maka hendaklah berbaik sangka kepada-Nya. Jika kita berbaik sangka kepada Allah,  maka kebaikan akan datang kepada kita.  Namum sebaliknya jika kita selalu berburuk sangka kepada Allah,  menyalahkan semua musibah pada Allah,  maka hanya keburukan lah yang akan datang.

Allah selalu memberikan yang terbaik bagi hamba-Nya meskipun hamba-Nya justru sering mengeluh. Maka hendaknya kita selalu tawakal dan percaya akan jalan yang telah diberikan Allah kepada kita. Sebagaimana firman-Nya: :

Boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu, padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu tidak baik bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui” (Al Baqarah: 216)

Berbaik sangka kepada Allah SWT memiliki banyak keutamaan, diantaranya adalah:

1. Jauh dari ketakutan

Dari Anas ra. sesungguhnya Nabi saw. masuk untuk menemui seorang pemuda yang sedang sakaratul maut, maka Rasulullah saw. bersabda: Bagaimana keadaanmu? Pemuda itu berkata, “Ya Rasulullah saw.! aku mengharapkan rahmat Allah dan aku sangat takut akan dosadosaku.” Kemudian Rasulullah saw. bersabda,Tidaklah takut dan roja berkumpul dalam hati seorang hamba dalam keadaan seperti ini kecuali Allah akan memberikan kepadanya apa-apa yang diharapkannya, dan akan memberikan keamanan kepadanya dari perkara yang ditakutinya.” (HR. at-Tirmidzi dan Ibnu Majah, al-Mundziri berkata, “Hadits ini sananya hasan”).

Sebagai hamba-Nya yang selalu mendapatkan rahmat dan karunia, hendaknya kita selalu berbaik sangka kepada Allah SWT. Berbaik sangka kepada Allah dilakukan dengan mengharap ridho Allah, berdoa, tawakal, serta memohon ampunan dan pertolongan. Sebagaimana firman Allah SWT:

إِ�?�?�? ٱ�?�?�?ذِ�?�?�? ء�?ا�?�?�?ُ�?ا�? �?�?ٱ�?�?�?ذِ�?�?�? �?�?اج�?رُ�?ا�? �?�?ج�?ٰ�?�?دُ�?ا�? فِ�? س�?بِ�?�?ِ ٱ�?�?�?�?�?ِ أُ�?�?�?�?ٰ�?ئِ�?�? �?�?ر�?جُ�?�?�? ر�?ح�?�?�?ت�? ٱ�?�?�?�?�?ِ �? �?�?ٱ�?�?�?�?�?ُ غ�?فُ�?ر�? ر�?�?حِ�?�?�?

Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”(Q.S. Al Baqarah:218)

Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,

Allah Ta’ala berfirman, “Aku berdasarkan prasangka hamba-Ku kepada-Ku. Apabila ia berbaik sangka, maka ia akan mendapatkan kebaikan. Jika berprasangka buruk, maka ia mendapatkan keburukan.” (HR. Ahmad).

Ini berarti jika kita ingin mendapat kebaikan dari Allah SWT, maka hendaklah berbaik sangka kepada-Nya. Jika kita berbaik sangka kepada Allah,  maka kebaikan akan datang kepada kita.  Namum sebaliknya jika kita selalu berburuk sangka kepada Allah,  menyalahkan semua musibah pada Allah,  maka hanya keburukan lah yang akan datang.

Allah selalu memberikan yang terbaik bagi hamba-Nya meskipun hamba-Nya justru sering mengeluh. Maka hendaknya kita selalu tawakal dan percaya akan jalan yang telah diberikan Allah kepada kita. Sebagaimana firman-Nya: :

Boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu, padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu tidak baik bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui” (Al Baqarah: 216)

Berbaik sangka kepada Allah SWT memiliki banyak keutamaan, diantaranya adalah:

1. Jauh dari ketakutan

Dari Anas ra. sesungguhnya Nabi saw. masuk untuk menemui seorang pemuda yang sedang sakaratul maut, maka Rasulullah saw. bersabda: Bagaimana keadaanmu? Pemuda itu berkata, “Ya Rasulullah saw.! aku mengharapkan rahmat Allah dan aku sangat takut akan dosadosaku.” Kemudian Rasulullah saw. bersabda,Tidaklah takut dan roja berkumpul dalam hati seorang hamba dalam keadaan seperti ini kecuali Allah akan memberikan kepadanya apa-apa yang diharapkannya, dan akan memberikan keamanan kepadanya dari perkara yang ditakutinya.” (HR. at-Tirmidzi dan Ibnu Majah, al-Mundziri berkata, “Hadits ini sananya hasan”).

 

Seseorang yang selalu berbaik sangka kepada Allah tentunya terlepas dari berbagai rasa ketakutan karena hatinya telah yakin bahwa Allah selalu memberikan yang terbaik bagi dirinya.

2. Selalu dekat dengan Allah

Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda:

Allah Ta’ala berfirman, “Sesungguhnya Aku berdasarkan pada prasangka hamba-Ku kepada-Ku. Aku akan selalu bersamanya jika ia mengingat-Ku. Jika ia mengingat-Ku dalam hatinya, maka Aku akan mengingatnya dalam diri-Ku. Jika ia berdzikir mengingat-Ku dalam suatu jama’ah, maka Aku akan sebut-sebut dia dalam jama’ah yang lebih baik dari mereka. Jika ia mendekati-Ku sejengkal, maka Aku akan mendekatinya sehasta. Jika ia mendekati-Ku sehasta, maka Aku akan mendekatinya sedepa. Apabila ia mendekati-Ku dengan berjalan, maka Aku akan mendekatinya dengan jalan cepat.” (HR. Al-Bukhari).

3. Diampuni dosanya

Dari Anas ra. ia berkata, aku mendengar Rasulullah saw. bersabda:

Allah berfirman,

“Wahai anak Adam!, sesungguhnya engkau selama berdoa dan berharap kepada-Ku, maka Aku pasti akan memberikan ampunan kepadamu atas segala dosa-dosamu dan Aku tidak akan peduli. Wahai anak Adam!, andaikata dosa-dosamu sampai ke langit kemudian engkau memohon ampunan kepada-Ku, maka pasti Aku akan memberikan ampunan kepadamu. Wahai Anak Adam!, jika engkau datang kepada-Ku dengan membawa kesalahan sepenuh bumi, kemudian engkau bertemu dengan-Ku, tapi engkau tidak menyekutukan-Ku sedikit pun, maka pasti Aku akan datang kepadamu dengan membawa ampunan sepenuh bumi.” (HR. at- Tirmidzi. Ia berkata, “Hadits ini hasan”)

4. Ibadah yang baik

Berbaik sangka kepada Allah SWT merupakan salah satu ibadah.

Sebagaimana sabda Rasul : “Sesungguhnya berprasangka baik pada Allah adalah termasuk sebaik-baiknya ibadah” (HR. Abu Daud).

5. Terhindar dari keburukan di akhirat

Dari Fadhalah bin Abid, dari Rasulullah SAW. ia bersabda:

Ada tiga golongan manusia yang tidak akan ditanya di hari kiamat yaitu, Manusia yang mencabut selendang Allah. Sesungguhnya selendang Allah adalah kesombongan dan kainnya adalah al-Izzah (keperkasaan); Manusia yang meragukan perintah Allah; Dan manusia yang putus harapan dari rahmat Allah. (HR. Ahmad, ath-Thabrâni, dan al-Bazzâr. al-Haitsami berkata, “Perawinya terpercaya.” al-Bukhâri dalam kitab al-Adab, Ibnu Hibban dalam kitab Shahih-nya)

6. Terhindar dari dosa besar dalam Islam

Dari Ibnu Abbas, ada seorang lelaki berkata, “Ya Rasulullah saw.! apa dosa besar itu?” Rasulullah saw. bersabda: Dosa besar itu adalah musyrik kepada Allah, putus asa dari karunia Allah, dan putus harapan dari rahmat Allah. (al-Haitsami berkata, “Telah diriwayatkan oleh al-Bazzâr dan ath- Thabrâni para perawinya terpercaya.” As-Suyuti dan al-Iraqi menghasankan hadits ini)

7. Mendapat rahmat Allah

�?�?�?�?ا تُف�?سِدُ�?ا�? فِ�? ٱ�?�?أ�?ر�?ضِ ب�?ع�?د�? إِص�?�?�?ٰحِ�?�?ا �?�?ٱد�?عُ�?�?ُ خ�?�?�?ف�?ا �?�?ط�?�?�?ع�?ا �? إِ�?�?�? ر�?ح�?�?�?ت�? ٱ�?�?�?�?�?ِ �?�?رِ�?ب�? �?�?ِ�?�? ٱ�?�?�?ُح�?سِ�?ِ�?�?�?

Artinya: “Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.”(Q.S. Al A’raaf:56)

8. Lebih optimis

Seseorang yang selalu berbaik sangka pada Allah SWT akan lebih optimis dalam menjalani dan menata kehidupannya.

Sebagaimana firman Allah SWT: “(Tidak demikian) bahkan barangsiapa yang menyerahkan diri kepada Allah, sedang ia berbuat kebajikan, maka baginya pahala pada sisi Tuhannya dan tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (Q.S. Al Baqarah:112)

9. Menjadi pribadi yang ikhlas

�?�?�?�?�?�? أ�?�?�?�?�?ُ�?�? ر�?ضُ�?ا�? �?�?ا�? ء�?ات�?�?ٰ�?ُ�?ُ ٱ�?�?�?�?�?ُ �?�?ر�?سُ�?�?ُ�?ُۥ �?�?�?�?ا�?ُ�?ا�? ح�?س�?بُ�?�?ا ٱ�?�?�?�?�?ُ س�?�?ُؤ�?تِ�?�?�?ا ٱ�?�?�?�?�?ُ �?ِ�? ف�?ض�?�?ِ�?ِۦ �?�?ر�?سُ�?�?ُ�?ُۥ�? إِ�?�?�?ا�? إِ�?�?�? ٱ�?�?�?�?�?ِ ر�?ٰغِبُ�?�?�?

Artinya :”Jikalau mereka sungguh-sungguh ridha dengan apa yang diberikan Allah dan Rasul-Nya kepada mereka, dan berkata: “Cukuplah Allah bagi kami, Allah akan memberikan sebagian dari karunia-Nya dan demikian (pula) Rasul-Nya, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang berharap kepada Allah,” (tentulah yang demikian itu lebih baik bagi mereka).” ( Q.S. At Taubah: 59)

Itulah beberapa keutamaan berbaik sangka kepada Allah SWT. Sifat husnudzhon kepada Allah memang harus kita tanamkan dalam hati kita.

Sebagaimana sabda Rasul : Dari Abu Sufyan, dari Jabir bin Abdillah Radhiyallahu anhu berkata : tiga hari sebelum meninggalnya Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam, aku mendengar beliau bersabda:  Janganlah  seorang diantara kalian meninggal  kecuali  dia telah berbaik sangka kepada Allah “ (H.R. Muslim)

Sumber : https://dalamislam.com/akhlaq/amalan-shaleh/keutamaan-berbaik-sangka-kepada-allah

Gambar Tidak Tersedia

Optimalkan Ibadah di Bulan Syaban

Bulan Sya’ban adalah bulan yang terletak setelah bulan Rajab dan sebelum bulan Ramadhan. Bulan ini memiliki banyak keutamaan. Ada juga ibadah-ibadah yang dilakukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada bulan ini. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengisinya dengan memperbanyak berpuasa di bulan ini sebagai persiapan menghadapi bulan Ramadhan. Bulan ini dinamakan bulan Sya’ban karena di saat penamaan bulan ini banyak orang Arab yang berpencar-pencar mencari air atau berpencar-pencar di gua-gua setelah lepas bulan Rajab. Ibnu Hajar Al-‘Asqalani mengatakan:

 

�?�?سُ�?�?ِ�?�? ش�?ع�?ب�?ا�?ُ �?ِت�?ش�?ع�?ُبِ�?ِ�?�? فِ�?�? ط�?�?�?بِ ا�?�?�?ِ�?�?ا�?ِ أ�?�?�? فِ�?�? ا�?�?غ�?ار�?اتِ ب�?ع�?د�? أ�?�?�? �?�?خ�?رُج�? ش�?�?�?رُ ر�?ج�?بِ ا�?�?ح�?ر�?ا�?ِ �?�?�?�?ذ�?ا أ�?�?�?�?�?�? �?ِ�?�? ا�?�?�?ذِ�?�? �?�?ب�?�?�?�?ُ �?�?�?ِ�?�?�?�? فِ�?�?�?ِ غُ�?�?رُ ذ�?ِ�?�?.

“Dinamakan Sya’ban karena mereka berpencar-pencar mencari air atau di dalam gua-gua setelah bulan Rajab Al-Haram. Sebab penamaan ini lebih baik dari yang disebutkan sebelumnya. Dan disebutkan sebab lainnya dari yang telah disebutkan.”1

Adapun hadits yang berbunyi:

إ�?�?�?�?�?ا سُ�?�?�? ش�?ع�?با�?�? �?أ�?�?ُ �?�?ت�?ش�?ع�?�?بُ فِ�?�?�?ِ خ�?�?�?ر�? �?ثِ�?ر�? �?ِ�?ص�?�?ائِ�?ِ ف�?�? حت�? �?�?د�?خُ�?�? ا�?ج�?�?�?�?ة�?.

Sesungguhnya bulan Sya’ban dinamakan Sya’ban karena di dalamnya bercabang kebaikan yang sangat banyak untuk orang yang berpuasa pada bulan itu sampai dia masuk ke dalam surga.”2

Hadits tersebut tidak benar berasal dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Banyak orang menyepelekan bulan ini. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan hal tersebut di dalam hadits berikut:

ع�?�?�? أُس�?ا�?�?ة�? ب�?�?ِ ز�?�?�?دٍ�? �?�?ا�?�?: �?ُ�?�?تُ: �?�?ا ر�?سُ�?�?�? ا�?�?�?ِ�? �?�?�?�? أ�?ر�?�?�? ت�?صُ�?�?ُ ش�?�?�?ر�?ا �?ِ�?�? ا�?ش�?ُ�?ُ�?رِ �?�?ا ت�?صُ�?�?ُ �?ِ�?�? ش�?ع�?ب�?ا�?�?�? �?�?ا�?�?: ذ�?�?ِ�?�? ش�?�?�?ر�? �?�?غ�?فُ�?ُ ا�?�?�?�?اسُ ع�?�?�?�?ُ ب�?�?�?�?�? ر�?ج�?بٍ �?�?ر�?�?�?ض�?ا�?�?�? �?�?�?ُ�?�? ش�?�?�?ر�? تُر�?ف�?عُ فِ�?�?ِ ا�?أ�?ع�?�?�?ا�?ُ إِ�?�?�? ر�?ب�?ِ ا�?�?ع�?ا�?�?�?ِ�?�?�?�? ف�?أُحِب�?ُ أ�?�?�? �?ُر�?ف�?ع�? ع�?�?�?�?ِ�? �?�?أ�?�?�?ا ص�?ائِ�?�?.

Diriwayatkan dari Usamah bin Zaid radhiallahu ‘anhuma bahwasanya dia berkata, “Ya Rasulullah! Saya tidak pernah melihat engkau berpuasa dalam satu bulan di banding bulan-bulan lain seperti engkau berpuasa di bulan Sya’ban ?” Beliau menjawab, “Itu adalah bulan yang banyak manusia melalaikannya, terletak antara bulan Rajab dan Ramadhan. Dia adalah bulan amalan-amalan di angkat menuju Rabb semesta alam. Dan saya suka jika amalanku diangkat dalam keadaan saya sedang berpuasa”.3

v  Amalan-amalan apa yang disyariatkan pada bulan ini?

Ada beberapa amalan yang biasa dilakukan oleh Rasulullah dan para as-salafush-shalih pada bulan ini. Amalan-amalan tersebut adalah sebagai berikut:

1.      Memperbanyak puasa

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memperbanyak puasa pada bulan ini tidak seperti beliau berpuasa pada bulan-bulan yang lain.

ع�?�?�? ع�?ائِش�?ة�? -ر�?ضِ�?�? ا�?�?�?�?�?ُ ع�?�?�?�?�?ا- �?�?ا�?�?ت�?: �?�?ا�?�? ر�?سُ�?�?ُ ا�?�?�?ِ -ص�?�? ا�?�?�? ع�?�?�? �?س�?�?- �?�?صُ�?�?ُ ح�?ت�?�?�? �?�?�?ُ�?�?�? �?ا�? �?ُف�?طِرُ �?�?�?ُف�?طِرُ ح�?ت�?�?�? �?�?�?ُ�?�?�? �?ا�? �?�?صُ�?�?ُ, ف�?�?�?ا ر�?أ�?�?�?تُ ر�?سُ�?�?�? ا�?�?�?ِ -ص�?�? ا�?�?�? ع�?�?�? �?س�?�?- اس�?ت�?�?�?�?�?�?�? صِ�?�?ا�?�? ش�?�?�?رٍ إِ�?ا�?�? ر�?�?�?ض�?ا�?�? �?�?�?�?ا ر�?أ�?�?�?تُ�?ُ أ�?�?�?ث�?ر�? صِ�?�?ا�?�?ا �?ِ�?�?�?ُ فِ�? ش�?ع�?ب�?ا�?�?.

Diriwayatkan dari ‘Aisyah radhiallahu ‘anha bahwasanya dia berkata, “Dulu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa sampai kami mengatakan bahwa beliau tidak berbuka, dan berbuka sampai kami mengatakan bahwa beliau tidak berpuasa. Dan saya tidak pernah melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyempurnakan puasa dalam sebulan kecuali di bulan Ramadhan. Dan saya tidak pernah melihat beliau berpuasa yang lebih banyak daripada bulan Sya’ban.”4

Begitu pula istri beliau Ummu Salamah radhiallahu ‘anha mengatakan:

�?�?ا ر�?أ�?�?�?تُ ا�?�?�?�?بِ�?�?�? -ص�?�?�?�?�? ا�?�?�?�?�?ُ ع�?�?�?�?�?�?ِ �?�?س�?�?�?�?�?�?- �?�?صُ�?�?ُ ش�?�?�?ر�?�?�?�?ِ �?ُت�?ت�?ابِع�?�?�?�?ِ إِ�?ا�?�? ش�?ع�?ب�?ا�?�? �?�?ر�?�?�?ض�?ا�?�?.

“Saya tidak pernah mendapatkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa dua bulan berturut-turut kecuali bulan Sya’ban dan Ramadhan.”5

Ini menunjukkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam hampir berpuasa Sya’ban seluruhnya. Para ulama menyebutkan bahwa puasa di bulan Sya’ban meskipun dia hanya puasa sunnah, tetapi memiliki peran penting untuk menutupi kekurangan puasa wajib di bulan Ramadhan. Seperti shalat fardhu, shalat fardhu memiliki shalat sunnah rawatib, yaitu: qabliyah dan ba’diyah. Shalat-shalat tersebut bisa menutupi kekurangan shalat fardhu yang dikerjakan. Sama halnya dengan puasa Ramadhan, dia memiliki puasa sunnah di bulan Sya’ban dan puasa sunnah enam hari di bulan Syawwal. Orang yang memulai puasa di bulan Sya’ban insya Allah tidak terlalu kesusahan menghadapi bulan Ramadhan.

2.      Membaca Al-Qur’an

Membaca Al-Qur’an mulai diperbanyak dari awal bulan Sya’ban , sehingga ketika menghadapi bulan Ramadhan, seorang muslim akan bisa menambah lebih banyak lagi bacaan Al-Qur’an-nya. Salamah bin Kuhail rahimahullah berkata:

�?�?ا�?�? �?ُ�?�?ا�?ُ ش�?�?�?رُ ش�?ع�?ب�?ا�?�? ش�?�?�?رُ ا�?�?�?ُر�?�?اءِ

“Dulu dikatakan bahwa bulan Sya’ban adalah bulan para qurra’ (pembaca Al-Qur’an).” Begitu pula yang dilakukan oleh ‘Amr bin Qais rahimahullah apabila beliau memasuki bulan Sya’ban beliau menutup tokonya dan mengosongkan dirinya untuk membaca Al-Qur’an.6

3.      Mengerjakan amalan-amalan shalih

Seluruh amalan shalih disunnahkan dikerjakan di setiap waktu. Untuk menghadapi bulan Ramadhan para ulama terdahulu membiasakan amalan-amalan shalih semenjak datangnya bulan Sya’ban , sehingga mereka sudah terlatih untuk menambahkan amalan-amalan mereka ketika di bulan Ramadhan. Abu Bakr Al-Balkhi rahimahullah pernah mengatakan:

ش�?�?�?رُ ر�?ج�?ب ش�?�?�?رُ ا�?ز�?�?ر�?عِ�? �?�?ش�?�?�?رُ ش�?ع�?ب�?ا�?�? ش�?�?�?رُ سُ�?�?�?ِ ا�?ز�?�?ر�?عِ�? �?�?ش�?�?�?رُ ر�?�?�?ض�?ا�?�? ش�?�?�?رُ ح�?ص�?ادِ ا�?ز�?�?ر�?عِ.

“Bulan Rajab adalah bulan menanam, bulan Sya’ban adalah bulan menyirami tanaman dan bulan Sya’ban adalah bulan memanen tanaman.” Dan dia juga mengatakan:

�?�?ث�?�?ُ ش�?�?�?رِ ر�?ج�?بٍ �?�?ا�?ر�?ِ�?�?حِ�? �?�?�?�?ثُ�? ش�?ع�?ب�?ا�?�? �?�?ث�?�?ُ ا�?�?غ�?�?�?�?ِ�? �?�?�?�?ث�?�?ُ ر�?�?�?ض�?ا�?�? �?�?ث�?�?ُ ا�?�?�?ط�?رِ�? �?�?�?�?�?�? �?�?�?�? �?�?ز�?ر�?ع�? �?�?�?�?غ�?رِس�? فِ�?�? ر�?ج�?بٍ�? �?�?�?�?�?�? �?�?س�?�?ِ فِ�?�? ش�?ع�?ب�?ا�?�? ف�?�?�?�?�?ف�? �?ُرِ�?�?دُ أ�?�?�? �?�?ح�?صِد�? فِ�?�? ر�?�?�?ض�?ا�?�?.

“Perumpamaan bulan Rajab adalah seperti angin, bulan Sya’ban seperti awan yang membawa hujan dan bulan Ramadhan seperti hujan. Barang siapa yang tidak menanam di bulan Rajab dan tidak menyiraminya di bulan Sya’ban bagaimana mungkin dia memanen hasilnya di bulan Ramadhan.”7

4.      Menjauhi perbuatan syirik dan permusuhan di antara kaum muslimin

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan bahwa Allah subhanahu wa ta’ala akan mengampuni orang-orang yang tidak berbuat syirik dan orang-orang yang tidak memiliki permusuhan dengan saudara seagamanya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِ�?�?�? ا�?�?�?�?�?�? �?�?�?�?ط�?�?�?ِعُ فِ�? �?�?�?�?�?�?ةِ ا�?�?�?ِص�?فِ �?ِ�?�? ش�?ع�?ب�?ا�?�?, ف�?�?�?غ�?فِرُ �?ِج�?�?ِ�?عِ خ�?�?�?�?ِ�?ِ, إِ�?ا�?�? �?ِ�?ُش�?رِ�?ٍ أ�?�?�? �?ُش�?احِ�?ٍ.

Sesungguhnya Allah muncul di malam pertengahan bulan Sya’ban dan mengampuni seluruh makhluknya kecuali orang musyrik dan musyahin.”8

Musyahin adalah orang yang memiliki permusuhan dengan saudaranya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga secara khusus tentang orang yang memiliki permusuhan dengan saudara seagamanya:

تُف�?ت�?حُ أ�?ب�?�?�?ابُ ا�?�?ج�?�?�?�?ةِ �?�?�?�?�?�? ا�?اِث�?�?�?�?�?�?ِ �?�?�?�?�?�?�?�? ا�?�?خ�?�?ِ�?سِ ف�?�?ُغ�?ف�?رُ �?ِ�?ُ�?�?ِ ع�?ب�?دٍ �?ا�? �?ُش�?رِ�?ُ بِا�?�?�?�?�?ِ ش�?�?�?ئ�?ا إِ�?ا�?�? ر�?جُ�?ا�? �?�?ا�?�?ت�? ب�?�?�?�?�?�?ُ �?�?ب�?�?�?�?�? أ�?خِ�?�?ِ ش�?ح�?�?�?اءُ ف�?�?ُ�?�?ا�?ُ أ�?�?�?ظِرُ�?ا �?�?ذ�?�?�?�?ِ ح�?ت�?�?�? �?�?ص�?ط�?�?ِح�?ا أ�?�?�?ظِرُ�?ا �?�?ذ�?�?�?�?ِ ح�?ت�?�?�? �?�?ص�?ط�?�?ِح�?ا أ�?�?�?ظِرُ�?ا �?�?ذ�?�?�?�?ِ ح�?ت�?�?�? �?�?ص�?ط�?�?ِح�?ا.

Pintu-pintu surga dibuka setiap hari Senin dan Kamis dan akan diampuni seluruh hamba kecuali orang yang berbuat syirik kepada Allah, dikecualikan lagi orang yang memiliki permusuhan antara dia dengan saudaranya. Kemudian dikatakan, ‘Tangguhkanlah kedua orang ini sampai keduanya berdamai. Tangguhkanlah kedua orang ini sampai keduanya berdamai. Tangguhkanlah kedua orang ini sampai keduanya berdamai’9

Oleh karena itu sudah sepantasnya kita menjauhi segala bentuk kesyirikan baik yang kecil maupun yang besar, begitu juga kita menjauhi segala bentuk permusuhan dengan teman-teman muslim kita.

5.      Bagaimana hukum menghidupkan malam pertengahan bulan Sya’ban?

Pada hadits di atas telah disebutkan keutamaan malam pertengahan bulan Sya’ban. Apakah di-sunnah-kan menghidupkan malam tersebut dengan ibadah? Syaikhul-Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan:

�?�?ص�?�?�?اةُ ا�?ر�?�?غ�?ائِبِ بِد�?ع�?ة�? �?ُح�?د�?ث�?ة�? �?�?�?�? �?ُص�?�?�?ِ�?�?ا ا�?�?�?�?بِ�?�?ُ ص�?�?�?�?�? ا�?�?�?�?�?ُ ع�?�?�?�?�?�?ِ �?�?س�?�?�?�?�?�? �?�?�?�?ا أ�?ح�?د�? �?ِ�?�? ا�?س�?�?�?�?فِ�? �?�?أ�?�?�?�?ا �?�?�?�?�?�?ةُ ا�?�?�?ِص�?فِ �?ِ�?�? ش�?ع�?ب�?ا�?�? ف�?فِ�?�?�?ا ف�?ض�?�?�?�? �?�?�?�?ا�?�? فِ�? ا�?س�?�?�?�?فِ �?�?�?�? �?ُص�?�?�?ِ�? فِ�?�?�?ا�? �?�?�?ِ�?�?�? ا�?ِاج�?تِ�?�?اع�? فِ�?�?�?ا �?ِإِح�?�?�?ائِ�?�?ا فِ�? ا�?�?�?�?س�?اجِدِ بِد�?ع�?ة�? �?�?�?�?ذ�?�?ِ�?�? ا�?ص�?�?�?�?اةُ ا�?�?أ�?�?�?فِ�?�?�?ةُ.

“Dan shalat Raghaib adalah bid’ah yang diada-adakan. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah shalat seperti itu dan tidak ada seorang pun dari salaf melakukannya. Adapun malam pertengahan di bulan Sya’ban, di dalamnya terdapat keutamaan, dulu di antara kaum salaf (orang yang terdahulu) ada yang shalat di malam tersebut. Akan tetapi, berkumpul-kumpul di malam tersebut untuk menghidupkan masjid-masjid adalah bid’ah, begitu pula dengan shalat alfiyah.”10

Jumhur ulama memandang sunnah menghidupkan malam pertengahan di bulan Sya’ban dengan berbagai macam ibadah. Tetapi hal tersebut tidak dilakukan secara berjamaah.11 Sebagian ulama memandang tidak ada keutamaan ibadah khusus pada malam tersebut, karena tidak dinukil dalam hadits yang shahih atau hasan dari Nabi <span style="m

Gambar Tidak Tersedia

Panjangkan Usia Donasimu dengan iCard

Sahabat, berikut kami sampaikan informasi seputar salahsatu program Rumah Zakat yaitu iCard (Infaq Card).

iCard adalah produk pembayaran donasi infak dari Rumah Zakat dengan keuntungan berupa pemberian santunan kepada donatur yang meninggal dunia berupa kelanjutan pembayaran donasi sampai 100 tahun.

iCard hadir dalam rangka optimalisasi penghimpunan dana infak. Selain memberikan santunan asuransi kepada donatur yang meninggal dunia berupa kelanjutan pembayaran infak bulanan ke Rumah Zakat sampai 100 tahun untuk penyebab kematian karena kecelakaan atau sampai 10 tahun untuk penyebab kematian lainnya, iCard juga akan memberikan sumbangan duka sebesar Rp 2.000,000,- bagi Ahli waris donatur iCard. Selain itu, iCard memberikan kemudahan kepada setiap donatur dalam melakukan donasi, baik dengan Autodebet maupun Transfer. Dengan hal ini diharapkan akan semakin banyak orang yang tertarik untuk berinfak.

Sebagai informasi, pendaftaran iCard hanya dilakukan sekali ketika pendaftaran awal. Dengan syarat yang bisa mendaftar dan mengikuti program iCard adalah donatur perorangan dengan usia minimal 18 tahun dan maksimal 64 tahun. Kepesertaan iCard berlaku seumur hidup, maksimal sampai dengan usia donatur mencapai 64 tahun. Setelah mencapai usia 65 tahun, maka kepesertaan iCard otomatis berhenti dan tidak bisa diperpanjang kembali. Kepesertaan atau keanggotaan iCard donatur tidak akan hangus meskipun donatur tidak berdonasi lebih dari satu tahun. Tetapi jika donatur tidak berdonasi selama lebih dari satu tahun dan meninggal, maka donatur sudah tidak tercover manfaat asuransi iCard.

Bagi Sahabat yang tertarik dengan program iCard ini, Sahabat bisa langsung melakukan pendaftaran secara Offline dengan datang langsung ke Kantor Layanan Rumah Zakat terdekat. Atau dengan pendaftaran Online melalui website Rumah Zakat https://www.rumahzakat.org/layanan/icard-infaq-card/ atau https://sharinghappiness.org/icard

Gambar Tidak Tersedia

Qadha Puasa

Pengertian ‘Qadha’ Puasa

Secara bahasa kata Qada’ atau Qadha berarti ‘melaksanakan atau memenuhi’ entah itu kewajiban atau amalan sunnah. Dan adapun pengertian menurut istilah adalah sebuah ibadah yang dilakukan diluar dari waktu yang telah ditentukan menurut aturan syar’i karena adanya uzur, misalnya saja pada puasa yang kita bahas sekarang ini yang mana pelaksanaannya dilakukan diluar bulan Ramadhan dikarenakan adanya halangan untuk melakukannnya tepat waktu.

Namun berbeda dengan pendapat para ahli lainnya, dalam hal ini ahli bahasa Arab, mereka mengungkapkan bahwa kata Qadha’ yang banyak diartikan mengganti puasa ramadhan oleh banyak orang lebih tepat diartikan sebagai adaa’ atau adaaan’ yaitu menunaikan suatu ibadah berdasarkan waktunya sebagaimana disyariatkan dalam agama Islam. Tapi pada kenyataannya makna yang pertama jauh lebih banyak digunakan orang dan bahkan para penulis yang menyusun buku agama juga beranggapan sama. Yang jelas pembahasan kita di sini fokus pada cara pelaksanaannya dan bukan hanya pada tataran bahasanya saja.

v  Haruskah cara mengqadha puasa dilakukan secara berurutan?

Puasa sebenarnya sama dengan menjalani cara diet cepat dan alami, tapi mengenai ini mari kita simak sebuah hadis yang disampaikan oleh Rasulullah saw. sebagaimana disampaikan oleh Ibnu Umar berikut ini:

�?�?ض�?اءُ ر�?�?�?ض�?ا�?�? إ�?�? ش�?اء�? ف�?ر�?�?�?�? �?�?إ�?�? ش�?اء�? ت�?اب�?ع�?

“Meng-Qadha’ (puasa) Ramadhan itu, jika seseorang berkehendak, maka ia boleh melaksanakannya secara terpisah. Dan jika ia berkehendak, maka ia boleh menunaikannya secara berurutan. ” (HR. Daruquthni)

Jadi jelas sekali bahwa dalam membayar utang puasa seseorang bisa memilih antara melakukannya secara berurutan atau secara terpisah, dalam artian pelaksanaannya dilakukan tidak berturut-turut setiap hari.

Cara Mengganti Puasa Ramadhan Menurut Pendapat Imam Mazhab: Haruskan ditunaikan pada bulan Syawal atau setelahnya?

Sudah disebutkan di atas landasan dari dalil yang valid mengenai cara mengganti puasa tapi untuk jelasnya kita juga sebaiknya mengetahui pendapat dari beberapa Imam Mazhab mengenai kebolehan dan tidaknya melakukan Qadha secara tidak berurut atau terputus-putus.

v  Yang membolehkan Qadha setelah bulan Syawal
1.      Imam Abu Hanifah dan Imam Ahmad – Menurut pandangan dari kedua Imam ini yang salah satunya kita kenal dengan mazhabnya yang bernama Mazhab Hanafi berpendapat bahwa dalam mengganti puasa yang telah ditinggalkan maka tidak diharuskan melakukannya secara berturut-turut setiap hari setelah selesai menjalani puasa Ramadhan, dalam hal ini pada bulan Syawal, tapi bisa dilakukan selang seling atau semampu kita, misalnya saja senin puasa lalu kamis puasa lagi dan minggu depannya tidak lagi maka ini tak menjadi masalah atau pun kalau mau melaksanakannya pada senin kamis saja hingga lunas semua utang puasa yang telah ditinggalkan juga tak menjadi masalah selama sebelum memasuki bulan Sya’ban. Bahkan dalam pendapat ini menyatakan bahwa kebolehannya bersifat Mutlak dalam artian tidak ada larangan sama sekali jika dilakukan demikian.
2.      Imam Syafi’i dan Imam Malik – Berbeda dengan pendapat di atas yang mana kedua Imam ini berpendapat bahwa menjalankan puasa pada bulan Syawal adalah makruh dan bukan Mutlak karena beralasan bahwa pada bulan tersebut adalah waktu dimana seseorang disunnahkan menjalankan ibadah puasa sunnah sedang Qada’ puasa bisa ditunda dan dilakukan setelahnya. Pendapat ini dikuatkan oleh ayat dalam surah Al-Baqarah yakni pada ayat 185 yang mana dalam ayat tersebut tidak merincikan kapan waktu untuk mengganti puasa Ramadhan seharusnya dilaksanakan.
v  Yang mengharuskan Qada’ setelah bulan Puasa
1.      Mazhab Hambali – Pada pendapat kali ini bahkan mengatakan bahwa haram hukumnya menjalankan puasa Syawal sedang ia belum membayar utang puasa Ramadhan yang telah ditinggalkan. Hal ini didasarkan pada sebuah hadis yang mana menurut sebagian ulama dinilai sebagai hadis Dhaif. Bahkan dalam hadisnya lebih keras lagi menyebutkan bahwa puasa seseorang tidak akan diterima jika ia menjalankan sunnah syawal sedang ia belum meng-qadha puasa wajibnya.

v  Bagaimana jika yang bekewajiban mengganti puasa Ramadhan ternyata meninggal dunia?

Sama halnya dengan hutang ia tidak akan lunas hingga ia ditunaikan, demikian pula dengan puasa Ramadhan yang ditinggalkan yang hukumnya wajib. Selama tidak dibayar maka hingga seseorang telah meninggal dunia ia tetap menanggung utang tersebut dan diakhirat akan dimintai pertanggunganjawabnya. Itulah sebabnya hutang puasa bagi orang yang telah meninggal otomatis menjadi tanggungan keluarganya, apakah anak atau istri/suaminya. Adapun cara menjalankannya terdapat 2 pendapat, yaitu:

1.      Membayar dengan fidyah

Pendapat ini menyebutkan bahwa seseorang yang menjadi pewarisnya dapat menggantinya cukup dengan membayar fidyah atau denda senilai 0,6 kg makanan pokok, dalam hal ini beras karena inilah yang biasa kita komsumsi setiap hari, sesuai dengan jumlah bilangan hari yang telah ditinggalkan si mayyit. Hal ini di dasarkan pada sebuah hadis:

�?�?�? �?�?ات�? �?�?ع�?�?�?�?�?�?ِ صِ�?ُا�?�? أُط�?عِ�?�? ع�?�?�?�?ُ �?�?�?�?ا�?�? �?�?�?�?�?ٍ �?ِس�?�?ِ�?�?�?�?

“Siapa yang meninggal dunia lalu ia mempunyai utang puasa, maka dapat diganti dengan memberi makan (fidyah) kepada orang miskin sesuai hari yang ditinggalkan setiap harinya.” (HR Tirmidzi)

Namun menurut sebagian ulama, hadis ini tidak bisa dijadikan dasar karena digolongkan sebagai hadis yang mauquf atau tidak dipakai karena juga tergolong gharib. Sekalipun demikian ini tetap memiliki landasan penguat yang mana masyarakat Madinah waktu itu bisa memberi makan fakir miskin sebagai pengganti puasa keluarganya yang telah meninggal tiap harinya sesuai jumlah hari puasa yang ditinggalkan.

2.      Harus membayar dengan Qadha puasa

Pendapat ini bahkan mengharuskan membayar utang puasa orang yang telah meninggal dengan qadha’ dan bukan fidyah. Hanya saja bila ahli warisnya tidak dapat melaksanakannya maka ia boleh meminta orang lain melakukannya dengan kesepakatan yang dibuat sebelumnya, apakah dengan memberi imbalan atau selainnya selama tidak melanggar larangan agama. Mengenai ini mereka merujuk pada sebuah hadis berikut:

�?�?�?�? �?�?ات�? �?�? ع�?�?�?�?�?�?ِ صِ�?�?ا�?�? ص�?ا�?�? ع�?�?�?�?ُ �?�?�?ِ�?�?ُ�?ُ

“Siapa yang meninggal dunia dan mempunyai kewajiban untuk meng-qadha puasa, maka walinya berpuasa untuk menggantikannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Pendapat ini bisa dibilang lebih kuat karena hujjah yang mereka ambil berdasarkan hadis yang sahih. Dan kami menyarankan sebaiknya menjalankan pendapat kedua ini karena landasan hadisnya yang shahih. Adapun soal masyarakat Madinah yang dilakukan di atas kurang kuat untuk dijadikan alasan untuk membayar puasa dengan fidyah.

Selain puasa, Cara Diet Mayo Klinik Wajib juga anda baca sebagai referensi untuk menurunkan berat badan yang banyak dilakukan oleh artis dan yang paling trend saat ini.

Bagaimana jika jumlah hari puasa yang ditinggalkan tidak diketahui pasti?

Ini bisa saja terjadi pada wali yang ingin menggantikan puasa orang tuanya yang telah meninggal atau pada kita sendiri yang mungkin karena sudah terlalu lama tidak membayarnya jadi lupa berapa jumlah hari puasa yang telah ditinggalkan. Nah untuk ini kita bisa melakukan persamaan pada saat melakukan shalat dan kita lupa, maka agama mengajarkan sebaiknya memilih angka yang lebih sedikit atau yang paling maksimum.

Misalnya saja kita lupa apakah punya untang puasa 5 hari atau 7 hari, maka solusinya adalah memilih yang 7 hari tersebut karena dengan demikian kita lebih berhati-hati pada kewajiban puasa ramadhan yang telah ditinggalkan dan kalau pun ternyata sebenarnya hanya 5 hari maka otomatis ia akan bernilai sebagai puasa sunnah.

Cara seperti yang disebutkan Caraspot di atas jauh lebih aman karena kemungkinan meninggalkan puasa sangat kecil sebab kita memilih yang bisa meng-cover semua kemungkinan. Berbeda kalau misalnya kita memilih telah meninggalkan puasa 5 hari, sebagaimana di sebut pada contoh di atas, tapi ternyata puasa yang kita tinggalkan sebenarnya adalah 7 maka sudah barang tentu kita tidak mengqadha 2 puasa wajib kita yang mana hal tersebut akan menjadi pertanggungjawaban kita di akhirat, selama kita tidak melakukannya dengan sungguh-sungguh.

Untuk ibu hamil, apakah cukup membayar utang puasa dengan Fidyah?

Mengenai persoalan ini ada sebuah dalil dari Al-Qur’an al-Karim yang secara jelas menunjukkan kebolehan membayar fidyah sebagai ganti puasa bagi ibu hamil, yakni pada ayat berikut:

�?�?ع�?�?�?�? ا�?�?�?ذِ�?�?�? �?ُطِ�?�?ُ�?�?�?�?ُ فِد�?�?�?ة�? ط�?ع�?ا�?ُ �?ِس�?�?ِ�?�?ٍ ف�?�?�?�? ت�?ط�?�?�?�?ع�? خ�?�?�?ر�?ا ف�?�?ُ�?�? خ�?�?�?ر�? �?�?�?�?ُ �?�?أ�?�? ت�?صُ�?�?ُ�?ا�? خ�?�?�?ر�? �?�?�?�?ُ�?�? إِ�? �?ُ�?تُ�?�? ت�?ع�?�?�?�?ُ�?�?�?

Dan wajib bagi orang-orang yang berat dalam menjalankannya (jika mereka tidak menjalankan berpuasa) untuk membayar fidyah, (yakni): memberi makan seorang yang miskin. Barang siapa dengan kerelaan hatinya melakukan kebajikan, maka demikianlah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. (QS. Al-Baqarah/2: 184)

1.      Pendapat Ibnu Umar, Ibnu Abbas, Ibnu Jubair

Para ulama di atas berpendapat bahwa bagi ibu yang sedang mengandung dan menyusui hanya diwajibkan membayar fidyah saja, tanpa harus menggantinya lagi dengan qadha atau berpuasa di luar bulan Ramadhan. Pada ayat di atas jelas sekali menunjukkan kebolehan membayar fidyah bagi orang yang berat menjalankannya, termasuk untuk ibu hamil yang jika seandainya ia berpuasa dikhawatirkan dapat membahayakan janin yang ada dalam kandungannya, apalagi misalnya telah divonis kelainan tertentu pada kandungan atau janinnya yang mana ia butuh asupan makanan yang lebih, dan termasuk juga pada ibu menyusui yang mungkin saja anaknya baru lahir sehingga butuh ASI yang lebih banyak setiap harinya.  Hal ini juga didasarkan pada sebuah riwayat dari Ibnu Abbas yang mana beliu pernah meminta pada seorang ibu yang sedang mengandung untuk berbukan dengan ungkapan:

أ�?ت ب�?�?ز�?ة ا�?�?ب�?ر �?ا �?ط�?�? ا�?ص�?ا�?�? فافطر�?�? �?أطع�?�?�? ع�? �?�? �?�?�? �?صف صاع �?�? ح�?طة

“Kalian seperti orang lanjut usia yang sudah tidak mampu berpuasa, maka berbuka saja, dan berilah makan pada orang miskin  (membayar fidyah) di setiap hari yang telah ditinggalkan berupa setengah sho’ dari hinthah” .

2.      Mazhab Imam Malik dan Syafi’i

Dalam mazhab Maliki dan Syafi’i, mengeluarkan pendapat yang lebih berhati-hati dimana ibu yang menyusui yang membatalkan puasanya di bulan Ramadhan maka ia diwajibkan membayar fidyah dan juga mengqadha puasanya. Ini terlihat sangat berat karena seseorang mendapat dua kewajiban yang mana jika ia menjalankannya sebenarnya hanya harus berpuasa saja. Tapi demi kehati-hatian agar tidak membawa utang puasa hingga mati maka disarankan untuk melakukan ini sebab meninggalkan puasa Ramadhan juga bukanlah perkara ringan, apalagi bagi orang yang tidak punya uzur sama sekali.

v  Takaran / Ukuran Fidyah Puasa

Bentuk fidyah dalam mengganti puasa Ramadhan yang dianjurkan umumnya berupa makanan pokok yang sering dikomsumsi setiap hari, jika memang setiap hari mengkomsumsi beras yang berkualitas tinggi maka fidyahnya pun harus demikian dan jangan diganti dengan kualitasnya lebih rendah karena alasan ingin lebih murah. Dan demikian juga bagi orang yang makanan pokoknya dalam bentuk lain, seperti jagung, ubi jalar, gandum dan selainnya, harus dengan jenis yang sama yang dikomsumsi setiap hari. Dan mengenai ini ada beberapa pendapat:

1)      Satu Sha’ – Untuk takaran dengan menggunakan istilah ini adalah setara dengan 4 mud yang berarti pula sama dengan jumlah takaran zakat fitrah, yakni kurang lebih 2,7 liter beras atau bahan pokok lainnya. Pendapat ini dianut oleh mazhab Hanafiah.

Read More

Gambar Tidak Tersedia

Mari Bahagiakan Sesama Dengan BNI Syariah

Sebagai Lembaga Filantropi yang mengelola zakat, infak, sedekah, serta dana sosial lainnya melalui program-program pemberdayaan masyarakat. Rumah Zakat merealisasikan bentuk pengelolaannya melalui empat program utama yaitu Senyum Juara (pendidikan), Senyum Sehat (kesehatan), Senyum Mandiri (pemberdayaan ekonomi), serta Senyum Lestari (pelestarian lingkungan).

Di bidang pendidikan, Rumah Zakat memiliki program Sekolah Juara yang memberikan pendidikan gratis dan berkualitas. Saat ini Rumah Zakat telah mendirikan 12 Sekolah Juara yang tersebar 11 kota. Selain itu Rumah Zakat pun memiliki program Beasiswa untuk siswa SD hingga mahasiswa yang telah membantu ratusan ribu anak.

Di bidang kesehatan, Rumah Zakat bersama mitra telah mendirikan 7 Rumah Bersalin Sehat Keluarga. Rumah Zakat pun bekerjasama dengan 38 mitra Layanan Bersalin, dan kini memiliki 58 Armada Kesehatan dan Mobil Jenazah Gratis.

Sementara itu di bidang ekonomi, Rumah Zakat telah memiliki 33 Balai Bina Mandiri yang didirikan di wilayah binaan dan didampingi seorang Member Relationship Officer (MRO) yang memiliki tugas sebagai pendamping, pemberdaya, surveyor pemberdayaan, penggerak lingkungan, dan advokat masyarakat. Ada juga pembentukan ratusan Kelompok Usaha Kecil Mandiri, Sarana Usaha Mandiri, Pelatihan Skill Produktif, hingga Budidaya Agro.

Demikianlah program-program Rumah Zakat dalam rangka memberikan pelayanan serta pemberdayaan kepada masyarakat sekaligus upaya berbagi kebahagiaan kepada sesama.

Jika Sahabat mau ikut bergabung bersama Rumah Zakat dalam membahagiakan sesama, Sahabat bisa menunaikan donasinya dengan mudah melalui BNI Syariah dengan Nomor Rekening 155 555 5589 atas nama Yayasan Rumah Zakat Indonesia.

Gambar Tidak Tersedia

Sutrah Dalam Shalat

Jumhur (mayoritas) ulama mengatakan meletakkan sutrah di hadapan orang yang shalat adalah sunah, tanpa menggunakan sutrah shalatnya tetap sah, tetapi dia telah meninggalkan sunah. Segolongan lain mengatakan wajib memakai sutrah. Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baaz Rahimahullah berkata:

 “… Tetapi sutrah itu bukan kewajiban, itu hanyalah sunah, maka siapa saja yang shalat tanpa sutrah maka tidak apa-apa.” (Fatawa Nuur ‘Ala Ad Darb, 9/307)

Dalam kesempatan lain, Beliau juga mengatakan:

فا�?حاص�? أ�? �?ذا ا�?حد�?ث ا�?ذ�? ف�?�? ا�?خط �?ا بأس ب�? ع�?�? ا�?صح�?ح�? �?�?�? ع�?د ا�?حاجة �?ع�?د عد�? ت�?سر ا�?جدار �?ا�?عصا ا�?�?�?ص�?بة �?خط خطا�? �?�?�?ست ا�?سترة �?اجبة�? ف�?�? ص�?�? إ�?�? غ�?ر سترة صحت ص�?ات�?�? �?�?�?�? �?�?�?�? تر�? ا�?س�?ة

Kesimpulannya, hadits ini menunjukkan bahwa yang benar adalah membuat sutrah dengan garis adalah tidak apa-apa, yaitu ketika memang hal itu dibutuhkan dan ketika sulit mendapatkan dinding dan tongkat untuk membuat sebuah garis, dan sutrah bukanlah kewajiban, seandainya shalat tanpa memakai sutrah maka shalatnya tetap sah, tetapi dia meninggalkan sunah. (Ibid, 9/310)

Dan, Sutrah sudah mencukupi walau dengan garis atau ujung sajadah, namun lebih utama dengan adanya benda yang nampak setinggi pelana kuda atau lebih, seperti tas, kursi, meja, tiang, dan dinding. Berikut ini keterangan para ulama.

Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin Rahimahullah berkata:

ا�?سترة �?�?�?ص�?�? جائزة ب�?�? ش�?ء حت�? �?�? �?ا�? س�?�?ا�? �?�?�?�? ا�?�?ب�? ص�?�?�?�?�? ا�?�?�?�?�?ُ ع�?�?�?�?�?�?ِ �?�?س�?�?�?�?�?�?: “إذا ص�?�? أحد�?�? ف�?�?ستر �?ص�?ات�? �?�?�? بس�?�?�? ب�? �?ا�? ا�?ع�?�?اء إ�?�? �?�?�?�? أ�? �?ستر با�?خ�?ط �?بطرف ا�?سجادة ب�? جاء ف�? ا�?حد�?ث ع�? ا�?�?ب�? ع�?�?�? ا�?ص�?اة �?ا�?س�?ا�? أ�? �?�? �?�? �?جد عصا�? ف�?�?خط خطا�?�? �?�?ا ف�? حد�?ث أب�? �?ر�?رة ع�? ا�?�?ب�? ص�?�?�?�?�? ا�?�?�?�?�?ُ ع�?�?�?�?�?�?ِ �?�?س�?�?�?�?�?�? �?ا�?: “إذا ص�?�? أحد�?�? ف�?�?جع�? ت�?�?اء �?ج�?�? ش�?ئا�?�? فإ�? �?�? �?جد ف�?�?�?صب عصا�?�? فإ�? �?�? �?�?�? �?ع�? عصا�? ف�?�?خط خطا�?�? �?�?ا �?ضر�? �?ا �?ر ب�?�? �?د�?�?” . ر�?ا�? ا�?إ�?ا�? أح�?د�? �?�?ا�? اب�? حجر ف�? ا�?ب�?�?غ: �?�?�? �?صب �?�? زع�? أ�?�? �?ضطرب�? ب�? �?�? حس�?. �?�?�? �?ذا �?د�? ع�?�? أ�? ا�?سترة �?ا �?شترط أ�? ت�?�?�? �?ب�?رة�? �?إ�?�?ا �?�?تف�? ف�?�?ا ب�?ا �?د�? ع�?�? ا�?تستر.

Sutrah untuk orang shalat boleh menggunakan apa saja walau dengan busur panah, karena Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Jika kalian shalat hendaknya dia membuat sutrah (penghalang) walau dengan busur panah.” Bahkan para ulama mengatakan bahwa dimungkinkan membuat sutrah dengan garis dan ujung sajadah, bahkan terdapat hadits dari Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam bahwa orang yang tidak memiliki tongkat, maka hendaknya dia membuat garis sebagaimana hadits Abu Hurairah dari Nabi Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam, Beliau bersabda: Jika kalian shalat, maka hendaknya meletakkan sesuatu di hadapannya, kalau tidak menemukan pembatas gunakanlah tongkat, jika tidak ada maka buatlah garis, maka tidaklah merusakkan shalatnya orang lewat di hadapannya itu. (HR. Ahmad)

Imam Ibnu Hajar mengatakan: “Tidak benar pihak yang menyangka hadits ini mudhtharib (guncang), bahkan hadits ini hasan.” Semua ini menunjukkan bahwa sutrah tidak disyaratkan mesti dengan sesuatu yang besar, dia sudah mencukupi dengan apa-apa yang bisa menunjukkan adanya penghalang. (Majmu’ Al Fatawa war Rasail, 13/326)

Sementara kalangan Hanafiyah dan Syafi’iyah mengqiyaskan garis dengan sajadah, bahkan sajadah lebih utama karena lebih jelas batasnya.

�?�?اس ا�?ح�?ف�?ة �?ا�?شافع�?ة ع�?�? ا�?خط ا�?�?ص�?�?�? �?سجادة �?فر�?شة�? �?ا�? ا�?طحطا�?�?: �?�?�? �?�?اس أ�?�?�?�? �?أ�? ا�?�?ص�?�? أب�?غ ف�? دفع ا�?�?ار �?�? ا�?خط . �?�?�?ذا �?د�? ا�?شافع�?ة ا�?�?ص�?�? ع�?�? ا�?خط �?�?ا�?�?ا: �?د�? ع�?�? ا�?خط �?أ�?�? أظ�?ر ف�? ا�?�?راد

Kalangan Hanafiyah dan Syafi’iyah mengqiyaskan garis dengan tempat shalatnya seperti hamparan sajadah. Berkata Ath Thahawi: ini adalah qiyas aula, karena tempat shalat lebih mengena maknanya dalam mencegah orang lewat dibanding dengan garis. Oleh karena itu, kalangan Syafi’iyah lebih mengutamakan menggunakan tempat shalat daripada garis. Mereka mengatakan: didahulukan tempat shalat daripada garis karena itu lebih pas dan mengena maksudnya. (Al Mausu’ah Al Fiqhiyah Al Kuwaitiyah, 24/180)

Bagi mayoritas mazhab Asy Syafi’i, tidak menjadi masalah jika sutrah adalah garis saja. Berkata Imam An Nawawi Rahimahullah:

�?�?�?�?ا�?�? جُ�?�?�?ُ�?ر أ�?ص�?ح�?اب�? بِاس�?تِح�?ب�?ابِ�?ِ �? �?�?�?�?�?�?س�? فِ�? ح�?دِ�?ث �?ُؤ�?خِر�?ة ا�?ر�?�?ح�?�? د�?�?ِ�?�? ع�?�?�?�? بُط�?�?�?ا�? ا�?�?خ�?ط�? . �?�?ا�?�?�?�?�?�? أ�?ع�?�?�?�? .

“Menurut mayoritas sahabat-sahabatnya (Asy Syafi’i) sutrah adalah sunah, dan hadits tentang setinggi pelana kuda itu tidak menunjukkan kesalahan dengan membuat garis. Wallahu A’lam” (Ibid)

Dalam kitabnya yang lain Imam An Nawawi mengatakan:

�?ستحب �?�?�?ص�?�? أ�? �?�?�?�? ب�?�? �?د�?�? سترة �?�? جدار أ�? سار�?ة �?�?د�?�? �?�?�?ا بح�?ث �?ا �?ز�?د ب�?�?�?�?ا ع�?�? ث�?اثة أذرع �?إ�? �?ا�? ف�? صحراء غرز عصا �?�?ح�?�?ا أ�? ج�?ع ش�?ئا �?�? رح�?�? أ�? �?تاع�? �?�?�?�?�? �?در �?ؤخرة ا�?رح�? فإ�?�?�? �?جد ش�?ئا شاخصا خط ب�?�? �?د�?�? خطا أ�? بسط �?ص�?�? �?�?ا�? إ�?ا�? ا�?حر�?�?�? �?ا�?غزا�?�? �?ا عبرة با�?خط �?ا�?ص�?اب �?ا أطب�? ع�?�?�? ا�?ج�?�?�?ر �?�?�? ا�?ا�?تفاء با�?خط �?�?ا إذا است�?ب�? ش�?ئا شاخصا.

“Disukai (sunah) bagi orang yang shalat untuk membuat sutrah di hadapannya berupa dinding atau tiang dan mendekatinya, dengan keadaan antara keduanya tidak melebihi tiga hasta. Jika shalat di gurun hendaknya menancapkan tongkat dan yang semisalnya, atau dengan mengumpulkan sesuatu dari tunggangannya atau perhiasannya, hingga menjadi seukuran pelana kuda. Jika tidak menemukan suatu barang untuk sutrah, maka membuat garis di hadapannya, atau karpet tempat shalat. Berkata Imam Al Haramain dan Al Ghazali, tidak ada ‘ibrah dengan membuat garis (maksudnya tidak boleh). Yang benar adalah, apa yang diterapkan oleh jumhur, bahwa sudah mencukupi dengan garis sebagaimana jika dia berada di hadapan satu barang.” (Raudhatuth Thalibin, 1/108. Mawqi’ Al Warraq)

2. Imam Ash Shan’ani Rahimahullah berkata:

�?�?فِ�? ا�?�?ح�?دِ�?ثِ �?�?د�?ب�? �?ِ�?�?�?ُص�?�?ِ�?�? إ�?�?�? اتِ�?خ�?اذِ سُت�?ر�?ةٍ �? �?�?أ�?�?�?�?�?ُ �?�?�?�?فِ�?�?ِ �?ِث�?�?ُ �?ُؤ�?خِ�?ر�?ةِ ا�?ر�?�?ح�?�?ِ

“Hadits ini menunjukkan sunah-nya bagi orang shalat menggunakan pembatas, dan sudah cukup baginya seumpama ukuran pelana kuda.” (Subulus Salam, Juz.1, Hal. 497)

3. Imam Al Baghawi Rahimahullah berkata:

�?�?�?�?ا�?�? ا�?�?ب�?غ�?�?ِ�?�? : اِس�?ت�?ح�?ب�?�? أ�?�?�?�?ُ ا�?�?عِ�?�?�?ِ ا�?دُ�?�?ُ�?�? �?ِ�?�? ا�?سُ�?ت�?ر�?ةِ بِح�?�?�?ثُ �?�?�?ُ�?�?ُ ب�?�?�?�?�?�?ُ �?�?ب�?�?�?�?�?�?�?ا �?�?د�?رُ إِ�?�?�?�?ا�?ِ ا�?سُ�?جُ�?دِ �? �?�?�?�?ذ�?�?ِ�?�? ب�?�?�?�?�? ا�?صُ�?فُ�?فِ .

“Para ulama menyunnahkan untuk mendekati sutrah (pembatas) dengan jarak antara dirinya dan sutrah seukuran tempat sujud, begitu pula halnya dengan mendekati shaf (yang di depannya, pen).” (Imam Ibnu Hajar, Fathul Bari, 1/575)

4. Para tabi’in. Diriwayatkan dari Khalid bin Abu Bakar, bahwa Al Qasim dan Salim, pernah shalat di gurun tanpa menggunakan sutrah. Dari Jabir: aku pernah melihat Ja’far dan Amir shalat tanpa menggunakan pembatas. Dari Hisyam, bahwa: aku pernah melihat ayahku shalat tanpa sutrah. Mahdi bin Maimun mengatakan: aku pernah melihat Al Hasan shalat tanpa menggunakan sutrah. (Al Mushannaf, Ibnu Abi Syaibah No. 2886, 2888, 2889)

5. Imam As Sarkhasi –tokoh mazhab Hanafi- dalam kitab Al Mabsuth mengatakan:

�?�?إِ�?�? �?�?�?�? �?�?�?ُ�?�? ب�?�?�?�?�? �?�?د�?�?�?�?ِ ش�?�?�?ء�? �? ف�?ص�?�?�?اتُ�?ُ ج�?ائِر�?ة�? �? �?ِأ�?�?�?�? ا�?�?أ�?�?�?ر�? بِاِتِ�?خ�?اذِ ا�?سُ�?ت�?ر�?ةِ �?�?�?�?س�? �?ِ�?�?ع�?�?�?�? ر�?اجِعٍ إ�?�?�? ع�?�?�?�?ِ ا�?ص�?�?�?�?اةِ �? ف�?�?�?ا �?�?�?�?�?�?عُ ت�?ر�?�?ُ�?ُ ج�?�?�?از�? ا�?ص�?�?�?�?اةِ .

“Jika dihadapannya tidak ada apa-apa, maka shalatnya itu boleh-boleh saja. Sebab, perintah menggunakan sutrah maknanya tidaklah kembali kepada kewajiban dalam shalat. Maka, tidak terlarang meninggalkannya (sutrah), shalatnya tetap boleh.” (Al Mabsuth, 2/46. Mawqi’ Al Islam)

6. Imam Muhammad bin Hasan –murid dan sahabat Imam Abu Hanifah- juga membolehkan tanpa sutrah:

�?�?ح�?�?�?�? أ�?بُ�? عِص�?�?�?ة�? ع�?�?�? �?ُح�?�?�?�?دٍ ر�?حِ�?�?�?ُ ا�?�?�?�?�?ُ ت�?ع�?ا�?�?�? إذ�?ا �?�?�?�? �?�?جِد�? سُت�?ر�?ة�? �?�?خُطُ�? ب�?�?�?�?�? �?�?د�?�?�?�?ِ �? ف�?إِ�?�?�? ا�?�?خ�?ط�?�? �?�?ت�?ر�?�?ُ�?ُ س�?�?�?اء�? �? �?ِأ�?�?�?�?�?ُ �?�?ا �?�?ب�?دُ�? �?ِ�?�?�?�?اظِرِ �?ِ�?�? بُع�?دٍ

“Abu ‘Ishmah menceritakan dari Muhammad Rahimahullah, jika seseorang tidak menemukan sutrah maka hendaknya dia membuat garis di hadapannya, sesungguhnya membuat garis dan meninggalkannya adalah sama saja, sebab hal itu tidak nampak dari kejauhan bagi orang yang melihatnya.” (Al Mabsuth, 2/50)

7. Imam Al Marghinani Al Hanafi juga membolehkan tanpa sutrah jika yakin aman dari orang yang lewat:

�?�?�?�?ا ب�?أ�?س�? بِت�?ر�?�?ِ ا�?سُ�?ت�?ر�?ةِ إذ�?ا أ�?�?ِ�?�? ا�?�?�?ُرُ�?ر�? �?�?�?�?�?�? �?ُ�?�?اجِ�?�? ا�?ط�?�?رِ�?�?�?

“Tidak apa-apa meninggalkan sutrah jika memang aman dari orang yang lewat dan tidak memandang ke jalan.” (Al ‘Inayah Syarh Al Hidayah, 2/150. Mawqi’ Al Islam)

8. Imam Kamaluddin bin Al Hummam Al Hanafi memiliki pendapat yang sama dengan Imam Al Marghinani. (Fathul Qadir, 2/297. Mawqi’ Al Islam)

9. Imam Ibnu Nujaim Al Hanafi mengatakan:

�?�?ا�?�?�?ُس�?ت�?ح�?بُ�? �?ِ�?�?�?�? �?ُص�?�?ِ�?�? فِ�? ا�?ص�?�?ح�?ر�?اءِ إ�?�? �?�?�?�?صِب�? ش�?�?�?ئ�?ا �?�?�?�?س�?ت�?تِر�? ف�?أ�?ف�?اد�? أ�?�?�?�? ا�?�?�?�?ر�?ا�?�?ة�? ت�?�?�?زِ�?�?ِ�?�?�?ة�? ف�?حِ�?�?�?ئِذٍ �?�?ا�?�? ا�?�?أ�?�?�?رُ �?ِ�?�?�?�?د�?بِ

“Disunahkan bagi yang shalat di gurun pasir untuk memasang sesuatu sebagai penghalang, maka faedahnya adalah bahwa hal itu makruh tanzih (jika tidak memakainya), saat itu perintah menunjukkan sunah.” (Imam Ibnu Nujaim, Bahr Ar Raiq, 4/95. Mawqi’ Al Islam). Beliau juga mengatakan tidak apa-apa tidak memakai sutrah jika aman dari orang yang

Gambar Tidak Tersedia

Hikmah Dibalik Peristiwa Isra Miraj Rasulullah SAW

Pada suatu malam yang dingin tanggal 27 Rajab, tepatnya 10 tahun setelah Rasulullah SAW menerima wahyu kenabian, Allah SWT. memberangkatkan hamba-Nya yang terkasih-Nya dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha kemudian naik ke langit ke-7 menuju Sidratul Muntaha. Semuanya tentu tahu tentang peristiwa tersebut karena setiap tahunnya umat muslim di Indonesia memperingatinya. Tapi adakah di antara mereka yang mengetahui peristiwa tersebut kemudian memahami ‘kenapa Allah memberangkatkan seorang hamba-Nya yang bernama Muhammad SAW itu?’

Dan dalam tulisan berikut ini kita akan membahasnya secara singkat tentang hikmah di balik Peristiwa Isra’ dan Mi’raj Rasulullah saw. Kenapa kita harus membahasnya? Ada dua tujuan; Pertama, kita semua sepakat dan meyakini bahwa setiap kejadian dan peristiwa pasti ada hikmah yang terkandung tentunya bagi orang-orang yang berakal, kedua, dalam pembahasan ini diharapkan setelah membaca tulisan ini dapat meningkatkan keimanan kita kepada Allah SWT yang begitu besar kekuasaan-Na. Berikut hikmah yang dapat saya rangkum dari buku Sirah Nabawiyah.

1. Isra’ Mi’raj adalah perjalanan yang nyata, bukan perjalanan ruhani/mimpi atau khayalan.

Sungguh tak bisa dibayangkan apabila perjalanan Isra’ Mi’raj yang Rasulullah jalankan merupakan hanya perjalanan ruhani alias hanya mimpi, karena jika hal itu yang terjadi maka perjalanan Isra’ Mi’raj tidak ada bedanya dengan wahyu-wahyu yang Rasulullah terima baik melalui bisikan Jibril maupun dari mimpi. Sehingga peristiwa Isra’ Mi’raj tidak bisa dijadikan pembuktian keimanan kepada Allah dan Rasul-Nya. Sepulangnya Rasulullah dari perjalanan Isra’ dan Mi’raj-nya, beliau mengumumkan tentang apa yang telah dialaminya semalam kepada kaumnya. Dan sebagaimana yang diceritakan oleh Rasulullah bahwa perjalanan Isra’ Mi’raj tersebut sebuah perjalanan yang dilakukannya dengan jiwa dan ruhnya, maka seketika itu banyak dari kaum Quraisy yang menentang dan mencemoohnya dengan sebutan ‘gila’. Kaumnya beranggapan mana mungkin perjalanan dari Masjidil Haram yang di Mekah ke Masjidil Aqsha yang ada di negeri Syam (Palestina) hanya dengan waktu semalaman, padahal mereka jika hendak ke negeri Syam untuk berdagang membutuhkan waktu hingga 1 bulan lamanya. Tak pelak peristiwa Isra’ Mi’raj yang menurut mereka tidak masuk akal membuat beberapa orang yang baru masuk Islam tergoyahkan keimanannya dan kembali menjadi murtad.

2. Isra’ Mi’raj adalah jamuan kemuliaan dari Allah, penghibur hati, dan pengganti dari apa yang dialami Rasulullah SAW ketika berada di Thaif yang mendapatkan penghinaan, penolakan dan pengusiran.

Sebelum peristiwa Isra’ Mi’raj terjadi, Rasulullah SAW terus mengalami ujian yang sangat berat. Mulai dari embargo ekonomi hingga dikucilkan dari kehidupan sosial yang dilakukan oleh Kaum Quraisy terhadap Bani Hasyim dan Bani Muthalib, kemudian cobaan yang sangat berat diterima oleh Rasulullah SAW adalah meninggalnya orang-orang yang terkasihinya dalam waktu yang berdekatan yaitu meninggalnya pamannya Abu Thalib bin Abdul Muthalib serta istrinya tercinta Khadijah yang selalu menemaninya dan mendukungnya dengan jiwa, raga dan hartanya dalam perjalanan dakwah Rasulullah. Lalu hingga pengusiran, penolakan dan penghinaan kepada apa yang Rasulullah dakwahkan kepada penduduk kota Thaif.

3. Isra’ bukanlah peristiwa yang sederhana. Tetapi peristiwa yang menampakkan ayat-ayat (tanda-tanda kekuasaan) Allah yang paling besar.

Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam surat Al-Isra’: 1 dan An-Najm: 13-18 bahwa peristiwa Isra’ dan Mi’raj merupakan pembuktian dan menampakkan tentang tanda-tanda kekuasaan Allah yang paling besar. Peristiwa Isra’ Mi’raj mengajarkan kepada kita bahwa tidak ada yang tidak bisa Allah lakukan, dan hal tersebut terkadang masih saja di antara kita yang meragukan tentang kekuasaan Allah yang sangatlah besar, sehingga membuat kita menjadi ingkar kepada Allah dan Rasul-Nya.

4. Peristiwa Isra’ Mi’raj membuktikan bahwa risalah yang dibawa oleh Rasulullah adalah bersifat universal.

Perjalanan Isra’ dari Masjidil Haram yang ada di Mekah ke Masjidil Aqsha yang ada di Syam melintasi ribuan kilometer yang jauh dari Mekah tempat Rasulullah dilahirkan, hal ini Allah ingin membuktikan bahwa ajaran yang Rasulullah bawa bukan hanya untuk penduduk Mekah saja tetapi untuk seluruh wilayah yang ada di bumi ini. Setibanya Rasulullah SAW di Masjidil Aqsha, beliau memimpin shalat para Nabi dan Rasul-Rasul Allah. Hal tersebut menandakan bahwa baginda Rasulullah SAW merupakan pemimpin dan penghulu para Nabi dan Rasul yang telah Allah turunkan sebelumnya. Dan agama Islam beserta syariatnya yang Rasulullah bawa menjadi ajaran dan syariat yang berlaku untuk seluruh kaum dan umat manusia di seluruh dunia.

5. Dalam Isra’ Mi’raj diturunkannya perintah shalat wajib 5 kali dalam sehari.

Ketika Rasulullah sampai di Sidratul Muntaha dan menghadap kepada Allah, lalu Allah menurunkan syariat shalat 5 waktu kepada Rasulullah SAW dan kepada para umatnya. Dan perintah shalat yang Rasulullah terima menjadi perintah yang Rasulullah pegang erat dan Rasulullah teguhkan kepada umatnya agar jangan sampai umatnya melalaikannya, karena ibadah shalat menjadi kunci utama diterimanya amalan-amalan umatnya yang lainnya hingga sampai Rasulullah mewasiatkannya pada detik-detik meninggalnya Rasulullah saw.

Demikianlah peristiwa Isra’ Mi’raj ini Allah SWT memperjalankannya kepada baginda Rasulullah SAW, hal tersebut sesungguhnya untuk dapat diketahui oleh orang-orang yang beriman dan berakal. Semoga ini menjadi hikmah yang besar buat kita semua.


Sumber: https://www.dakwatuna.com/2012/06/18/21114/hikmah-dibalik-peristiwa-isra-miraj-rasulullah-saw/#ixzz5CRrYYmUQ

Gambar Tidak Tersedia

Meneladani Akhlak Rasulullah SAW

Kepribadian menggambarkan keimanan seseorang. Kita bisa mengetahui keimanan seseorang melihat dari tingkah laku kesehariannya. Rasulullah sendiri telah menetapkan tujuan pertama dari bi’tsahnya, dan cara yang terang dalam dakwahnya, yaitu dengan sabda beliau yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, :

  ا�?�?ا بعثت �?ات�?�? �?�?ار�? ا�?اخ�?ا�?

Sesungguhnya aku hanya diutus untuk menyempurnakan budi pekerti luhur.”(HR. Bukhari, Abu Daud, dan Hakim)

Pada tulisan ini akan dijelaskan hubungan keimanan dengan keteladanan(uswah).  Namun disini saya lebih memfokuskan masalah keteladanan mengaitkannya dengan akhlak Rasulullah. Karena Rasulullah-lah orang yang berakhlak mulia yang wajib kita tiru perbuatannya.

Hadits tentang akhlak Rasulullah SAW sebagai suri tauladan yang baik

ح�?د�?�?ث�?�?�?ا ح�?ف�?صُ ب�?�?ُ عُ�?�?ر�? ح�?د�?�?ث�?�?�?ا شُع�?ب�?ةُ ع�?�?�? سُ�?�?�?�?�?�?ا�?�? س�?�?ِع�?تُ أ�?ب�?ا �?�?ائِ�?ٍ س�?�?ِع�?تُ �?�?س�?رُ�?�?�?ا �?�?ا�?�? �?�?ا�?�? ع�?ب�?دُ ا�?�?�?�?�?ِ ب�?�?ُ ع�?�?�?رٍ�? ح�?د�?�?ث�?�?�?ا �?ُت�?�?�?ب�?ةُ ح�?د�?�?ث�?�?�?ا ج�?رِ�?ر�? ع�?�?�? ا�?�?أ�?ع�?�?�?شِ ع�?�?�? ش�?�?ِ�?�?ِ ب�?�?ِ س�?�?�?�?�?ة�? ع�?�?�? �?�?س�?رُ�?�?ٍ �?�?ا�?�? د�?خ�?�?�?�?�?ا ع�?�?�?�? ع�?ب�?دِ ا�?�?�?�?�?ِ ب�?�?ِ ع�?�?�?رٍ�?حِ�?�?�? �?�?دِ�?�? �?�?ع�? �?ُع�?ا�?ِ�?�?ة�? إِ�?�?�? ا�?�?�?ُ�?ف�?ةِ ف�?ذ�?�?�?ر�? ر�?سُ�?�?�? ا�?�?�?�?�?ِ ص�?�?�?�?�? ا�?�?�?�?�?ُ ع�?�?�?�?�?�?ِ �?�?س�?�?�?�?�?�? ف�?�?�?ا�?�? �?�?�?�? �?�?�?ُ�?�? ف�?احِش�?ا �?�?�?�?ا �?ُت�?ف�?ح�?ِش�?ا �?�?�?�?ا�?�? �?�?ا�?�? ر�?سُ�?�?ُ ا�?�?�?�?�?ِ ص�?�?�?�?�? ا�?�?�?�?�?ُ ع�?�?�?�?�?�?ِ �?�?س�?�?�?�?�?�? إِ�?�?�? �?ِ�?�? أ�?خ�?�?�?رِ�?ُ�?�? أ�?ح�?س�?�?�?�?ُ�?�? خُ�?ُ�?�?ا

“Diriwayatkan dari Hafsh bin ‘Umar, dari Syu’bah, dari Sulaiman, aku mendengar Abu Wa’il,juga aku telah mendengar dari Masruq berkata, ‘Abdullah bin ‘Umar berkata, dan dari Qutaibah, dari Jarir, dari Al-‘A’masy, dari Syaqiq bin Salamah, dari Masruq berkata: kami telah bertemu dengan ‘Abdillah bin ‘Amr dan ketika berangkat dengan Mu’awiyah ke Kufah, kemudian dia menyebut Rasulullah s.a.w.dan berkata: “Rasulullah s.a.w.sama sekali bukanlah orang yang keji dan bukan pula orang yang jahat; dan dia berkata, Rasulullah s.a.w. bersabda: “sesungguhnya orang paling baik di antara kamu sekalian adalah yang paling baik budi pekertinya.”
Rasulullah s.a.w.adalah sosok manusia yang patut kita teladani. Kepribadiannya amatlah luhur. Beliaulah figur ummat.pembawa syafa’at hingga akhir kiamat. Tak bisa dipungkiri, dengan memakan waktu yang cukup singkat beliau bisa membawa agama Islam jaya.

Itu semua tidak lain hanya dikarenakan beliau mempunyai kegigihan serta semangat yang tinggi dalam menjalankan tugas dari Allah, juga beliau mempunyai akhlak yang terpuji. Beliaulah sosok manusia sempurna dan dicintai Allah. Dia juga berkehendak agar setiap mukmin menjalani kehidupannya dengan meneladani beliau. Allah s.w.t.berfirman :

�?�?ﺪ �?�?ﻦ �?�?ﻢ �?ﻲ ﺮﺴﻮﻝ ﺍ�?ﻠﻪ ﺍﺴﻮ�? ﺤﺳﻧ�? ﻠﻤﻦ �?�?ﻦ ﻴﺮﺠﻮ ﺍﻠﻠﻪ ﻮﺍﻠﻴﻮﻢ ﺍﻵﺨﺮ ﻮﺬ�?ﺮ ﺍﻠﻠﻪ ﺨﻴﺮﺍ �?�?ﻴﺮﺍ

“Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah itu suru tauladan yang baik bagimu yaitu bagi orang yang mengharap(rahmat)Allah dan (kedatangan)hari kiamat dan dia banyak mengingat Allah.”(QS. Al-Ahzab :21)

Ketika Ummul Mukminin ‘Aisyah ditanya tentang akhlak Rasulullah s.a.w., ia menjawab :

�?�?ﻦ ﺨﻠ�?ﻪ ﺍﻠ�?ﺮﺍﻦ

Akhlak Beliau adalah Al-Qur’an.“(H.R. Ahmad)

Masa kanak-kanak Muhammad s.a.w.dihabiskannya di alam pedesaan yang berudara bersih, yaitu di desa Bani Sa’idah. Alam dan pendidikan desa telah memberikan kesan mendalam dalam watak dan kepribadiannya. Tubuhnya menjadi sehat dan kuat, akhlaknya baik dan lidahnya fasih.

Tidak itu saja, kehidupan desa telah membuat beliau menjadi orang yang bertanggung jawab, dan tabah dalam mengahadapi segala penderitaan. Ia semakin terkenal sebagai seorang pemuda hasyimi yang luhur, seorang bangsa Quraisy yang mempunyai kedudukan tinggi, keturunan orang yang terhormat dan disegani di kota Makkah, namun tidak sombong dan tidak pula membanggakan diri.

Beliau sangat baik terhadap keluarganya, akhlaknya begitu mulia. Ali karramallahu wajhahu berkata :”Beliau selalu mendengarkan dengan baik orang yang berbicara kepadanya. Kata-katanya lembut dan menyenagkan. Kadang-kadang beliau tertawa lebar, sehingga gigi taringnya terlihat jelas. Kalau sedang marah, tak pernah kehilangan kontrol, hamya alis matanya bertaut jika sedang marah.

Dia adalah manusia yang paling luhur hatinya, palinh murah, berani,jujur, budi pekertinya begitu mulia dan lembut, bergaul dengannya sungguh menyenangkan. Siapa yang melihatnya tiba-tiba timbul rasa hormatnya, dan siapa yang bergaul akrab otomatis akan mencintainya.

Beruntung sekali pada isteri-isteri beliau yang mempunyai suami seperti Nabi Muhammad s.a.w. mereka orang yang sangat mujur mendapatkan suami yang luhur sifatnya serta akhlaknya. Siapa yang tidak akan berbahagia hidup serumah dan seatap dengan seorang suami yang berperangai lembut dan penuh semangat seperti yang dimiliki Nabi Muhammad s.a.w.

Di kalangan para sahabatnya, Rasulullah adalah teladan tertinggi tentang budi pekerti yang diserukan oleh beliau. Budi pekerti itulah yang ditanamkan oleh beliau dalam jiwa para sahabatnya. Beliau mendahulukan contoh perilaku yang terpuji, sebelum menanamkannya dengan ucapan, kebijaksanaan dan peringatan.

‘Abdullah bin ‘Amr mengatakan :Rasulullah bukan seorang yang buruk dan berperilaku tidak senonoh. Rasulullah bersabda :

ﺍﻦ ﻤﻥ ﺨﻴ�?ﺮ�?ﻢ ﺍﺤﺴﻨ�?ﻢ ﺨﻠ�?�?

Orang-orang yang terbaik diantara kalian adalah mereka yang terbaik budi pekertinya.”

“Anas bin Malik mengatakan :”Aku melayani Rasulullah selama sepuluh tahun. Demi Allah, Beliau sama sekali tidak pernah membentak dengan ucapan “husy”, dan tidak pernah pula Beliau menegur “Mengapa engkau berbuat begitu?”, atau kenapa engakau tidak berbuat begitu?”.(H.R. Muslim)

Al-Qur’an merupakan gambaran nyata akan perilaku Rasulullah sebagai manusia terbaik dari sisi akhlak maupun penampilan fisik. Beliau memberi kepada orang yang memboikotnya, memaafkan orang yang menganiayanya, menjalin ikatan dengan orang yang memutuskannya, dan berbuat baik kepada orang yang berbuat jahat kepadanya.

1.      Akhlak Rasulullah SAW terhadap tetangga

Orang yang suka menjerumuskan tetangga dan menuduhkan hal-hal buruk kepadanya, agama telah menetapkan hukumnya bertetangga dengan ketetapan yang amat berat. Mengenai hal itu Rasulullah s.a.w.bersabda :

ﻮﺍﷲﻻﻴ�?ﻤﻦ ﻮﺍﷲﻻﻴ�?ﻤﻦ ﻮﺍﷲﻻﻴ�?ﻤﻦ �?ﻴﻝ ﻤﻦ ﻴ�? ﺮﺴﻮﻝ ﺍﷲ �?�?ﻝ ﺍ�?ﺬﻱ ﻻﻴ�?ﻤﻦﺠ�?ﺮﻩ�?ﻭﺍ�?�?ﻪ

“Demi Allah, ia tidak beriman. Demi Allah, ia tidak beriman. Demi Allah, ia tidak beriman. Seorang sahabat bertanya :”siapakah wahai Rasul Allah?”, Beliau menjawab :”Orang yang tetangganya tidak merasa aman karena perbuatan jahatnya.”(H.R. Bukhari)

Kita dianjurkan untuk menjaga perasaan hati tetangga kita. Kita tidak boleh menyakitinya. Karena tetangga adalah orang yang paling dekat dengan kita dalam lingkungan sosial. Kita tidak lepas dari bantuan mereka. Ketika kita jauh dari keluarga dan ketika itu juga kita sangat membutuhkan pertolongan, maka tetanggalah orang yang paling pertama membantu kita.

2.      Akhlak Rasulullah SAW terhadap isteri

Rasulullah s.a.w.bersabda :”orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang baik akhlaknya dan paling lembut terhadap keluarganya.”(H.R. Bukhari)

“Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya dan sebaik-baik kamu adalah yang paling baik kepada isterinya.”(H.R. Tirmidzi)

Para suami sepatutnya benar-benar menyadari bahwa dalam pandangan Islam sebaik-baik lelaki adalah lelaki yang paling lemah lembut dan paling baik sikapnya kepada isteri, keluarga serta anak-anaknya.

Jadi, jika seorang suami bersikap kebengisan, garang atau kasar, walaupun mempunyai pangkat dan jabatan yang tinggi, memiliki ilmu yang banyak, menyandang gelaran dari anugerah sultan, sebenarnya belum menjadi lelaki yang baik.

Memang, boleh jadi karena satu dan lain hal. Isteri terkadang membuat jengkel atau sulit mentaati suami. Namun, sebenarnya yang paling penting untuk dipikirkan adalah kepribadian sang suami itu sendiri. Mengapa?, karena seorang suami akan sulut untuk mengubah isteri atau anak-anaknya ke arah yang lebih baik, jika si suami sendiri belum mengubah perilakunya menjadi lebih baik. Padahal dalam Al-Qur’an surat at-Tahrim :6, dikatakan :

�?ﻮﺍ �?ﻨ�?ﺴ�?ﻢ ﻮ�?ﻫﻠﻴ�?ﻢ ﻧ�?ﺮﺍ

“Jagalah dirimu dan keluargamu dari siksa api neraka.”

Artinya, yang menjadi keutamaan seharusnya adalah menjaga diri dan keluarga. Pokoknya kalau kita ingin berbuat sesuatu, sesudah kita memperbaiki diri, selamatkan keluarga. Banyak pemimpin yang jatuh gara-gara keluarganya. Kemungkinan akibat dari isterinya, dari anak-anaknya, ataupun sebaliknya.

Ironisnya, kadang-kadang suami lebih banyak menuntut dan menyalahkan isteri apabila ada hal-hal yang dianggapnya tidak baik. Misalnya, ketika sang anak malas belajar ataupun beribadah, suami sibuk menyalahkan isteri.

Isteri dianggap tidak mampu memperhatikan anak, tidak mampu mendidik,dsb. Padahal persoalan mendidik anak bukan semata-mata tanggung jawab isteri. Tidak sedikit rumah tangga yang menganggap pendidikan anak hanya pekerjaan ibu, sementara suami lebih sibuk mencari nafkah. Padahal sosok ibu hanya sebahagian dari pada potensi rumah tangga.

3.      Keteladanan orang tua terhadap anak

Sering kali kita mendengar orang mengatakan “si Fulan adalah murid teladan”. Dari sini dapat diartikan bahwa Fulan adalah anak yang harus ditiru atau dijadikan sebagai contoh. Teladan menunjukkan makna yang positif.

Keteladanan merupakan salah satu proses untuk membentuk akhlak seseorang. Melalui keteladanan(Qudwah,Uswah). Orang tua dan guru yang biasa memberikan keteladanan mengenai perilaku baik, maka biasanya akan ditiru oleh anak-anaknya dan muridnya dalam mengembangkan perilaku mereka.

Tidaklah berlebihan jika Imam Al-Ghazali pernah mengibaratkan bahwa orang tua itu seperti cermin bagi anak-anaknya. Artinya, perilaku orang tua biasanya akan ditiru oleh anak-anaknya. Karena dalam diri anak-anak terdapat kecendrungan suka meniru (hubbu altaqlid).[3]